Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah (Polda) Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady membantah narasi yang menyatakan pihaknya menembakkan senjata api saat ricuh demo penolakan program makan bergizi gratis di Wamena, Papua Pegunungan pada Senin lalu, 17 Februari 2025. Benny juga membantah polisi menggunakan kekuatan berlebihan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Benny menuding isu penggunaan kekerasan saat demo itu dihembuskan oleh kelompok Tentara Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TNPB-OPM). "Isu itu tidak benar, hoaks dan disebarkan oleh TNPB-OPM untuk menyudutkan pemerintah," kata Benny melalui keterangan tertulis, Rabu, 19 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Narasi adanya penggunaan senjata api saat ricuh demo Senin lalu tersebut beredar di dunia maya. Sejumlah foto yang menampilkan beberapa butir selongsong peluru mencuat di media sosial X dengan narasi bahwa polisi menembakkan peluru tajam.
Benny membantah hal tersebut. Namun dia membenarkan pihaknya menggunakan gas air mata untuk membubarkan demonstran yang merupakan pelajar. Ignatius mengatakan polisi melepaskan gas air mata karena demonstran melempari petugas dengan batu. Dengan begitu, menurut dia, penggunaan gas air mata itu sudah sesuai prosedur.
"Massa demo ketika itu sudah mulai anarkis dan melempar aparat dengan batu," ujarnya.
Sebelumnya, berdasarkan potongan video yang dilihat Tempo, demonstrasi pelajar di Wamena pada Senin pagi itu sempat ricuh. Kericuhan terjadi sekitar pukul 09.00 WIT, saat massa bergerak ke arah menara salib yang berlokasi di depan kantor Bupati Jayawijaya. Kericuhan itu berlangsung di Jalan Hom-hom, beberapa ratus meter dari kantor bupati Jayawijaya.
Polisi membenarkan demonstrasi pelajar itu sempat ricuh dan menembakkan gas air mata. Namun, polisi mengatakan tembakan gas air mata itu dilakukan sesuai prosedur. Alasan polisi menembakkan gas air mata karena ada lemparan batu dari arah kerumunan kepada aparat yang bertugas.
“Gas air mata sebagai langkah pencegahan agar kericuhan tidak meluas,” kata Kepala Bagian Operasional Polres Jayawijaya Ajun Komisaris Polisi Suparmanto.
Supramanto mengatakan lemparan batu itu datang dari kelompok yang mengenakan pakaian bebas. “Memang ada lemparan batu, sepertinya itu bukan dari pelajar,” kata dia.
Demo menolak program makan bergizi gratis di Wamena diikuti sekitar 3.500 pelajar. Mereka turun ke jalan sejak pukul 08.00 waktu setempat. Berdasarkan keterangan polisi, pelajar itu datang dari Wamena, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Yahukimo. Berdasarkan potongan video yang dilihat Tempo, mereka menyuarakan penolakan terhadap kebijakan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
“Tolak makan bergizi gratis, berikan kami pendidikan gratis,” demikian tertulis di salah satu spanduk.
Asken Yohanes, salah seorang pelajar yang ikut demo, mengatakan dia dan ribuan siswa di Wamena dan Papua secara umum membutuhkan akses terhadap pendidikan gratis dan fasilitas sekolah yang memadai ketimbang makan bergizi gratis.
“Kitorang tidak ingin makan bergizi gratis, yang kitorang ingin sekolah mudah, mau berobat mudah, itu sudah,” Yohanes kepada Tempo melalui telepon.