Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menyoroti dugaan gratifikasi Kaesang Pangarep yang sempat menjadi perbincangan publik ihwal penggunaan jet pribadi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Novel menyarankan agar KPK segera memperjelas perbedaan antara gratifikasi dalam konteks pencegahan dan gratifikasi yang tergolong delik pidana. Hal ini demi menghindari polemik berkepanjangan yang justru dapat merusak citra penegakan hukum di mata publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Novel Baswedan, pemahaman yang tidak tepat akan memperkeruh perdebatan mengenai kasus-kasus gratifikasi yang melibatkan pejabat dan keluarga pejabat negara.
"Sepertinya KPK perlu belajar soal memisahkan gratifikasi yang konteksnya adalah pencegahan dan gratifikasi dalam konteks delik pidana," ujar Novel saat ditemui usai forum diskusi di wilayah Jakarta Selatan, Rabu, 6 November 2024.
Wakil Kepala Satuan Tugas Khusus Pencegahan Korupsi Polri itu mengatakan, KPK perlu lebih transparan dalam menjelaskan proses penilaian terhadap gratifikasi sehingga masyarakat dapat memahami mana yang memang layak dilaporkan dalam konteks pencegahan, dan mana yang masuk kategori pidana.
Gratifikasi, lanjut Novel, tidak hanya sebatas pemberian yang berkaitan dengan posisi atau jabatan, tetapi juga menyangkut niat dan konteks penerimaannya. Dalam kasus jet pribadi yang digunakan Kaesang, Novel mengisyaratkan bahwa KPK perlu melakukan kajian mendalam agar pembedaan antara gratifikasi yang wajib dilaporkan dan yang tergolong delik pidana semakin jelas.
Novel pun mengusulkan agar KPK segera berkonsultasi dengan para ahli hukum untuk mematangkan panduan mengenai gratifikasi dalam konteks hukum Indonesia. Tujuannya, agar KPK bisa menghindari bias dalam mengambil keputusan, serta dapat memberikan contoh tegas bagi publik bahwa segala jenis penerimaan yang dianggap tidak wajar bisa diproses secara hukum sesuai kategori yang tepat.
"Jadi saya pikir (KPK) mesti belajar, undang saja ahli-ahli hukum, mereka bisa menjelaskan dengan lebih baik," ujarnya. Hal ini, menurut dia, akan membantu KPK dalam membedakan bentuk gratifikasi yang sekadar memerlukan laporan untuk pencegahan dan mana yang mengarah pada penyelidikan pidana.
Pada Selasa lalu, 17 September 2024, Kaesang Pangarep berkunjung ke gedung lama KPK yang digunakan sebagai kantor Dewan Pengawas lembaga antirasuah tersebut. Kedatangannya untuk mengklarifikasi keberangkatannya dan Erina ke Amerika Serikat pada 18 Agustus 2024 yang menggunakan private jet. Kaesang menyebut ia hanya menumpang private jet temannya. “Numpang ke teman, kalau bahasa bekennya nebeng," ucap Kaesang, Selasa.
Usai kunjungan Kaesang, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, memberikan pernyataan kepada awak media. Pahala mengatakan teman Kaesang itu berinisial Y. Namun, ia tak memberi tahu siapa Y yang dimaksud.
Saat memberikan klarifikasi kepada KPK, Kaesang memperkirakan biaya perjalanan dengan jet pribadi itu Rp 90 juta per orang. Hal itu berdasarkan biaya perjalanan dengan pesawat komersial business class (kelas bisnis) dengan rute yang sama.
"Yang bersangkutan pergi berempat ya. Jadi Kaesang, istrinya, kakak istrinya dan stafnya. Jadi berempat, kira-kira Rp 360 juta," ujar Pahala di Gedung Lama KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.