Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Polisi Cari Orang, Kami Cari Perusahaan

14 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kebakaran di Riau yang diduga melibatkan perusahaan besar kembali membuat geram Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya. Apalagi, di antara puluhan perusahaan itu, ada yang tergolong "pembakar kambuhan". Kementerian bertekad tak hanya menuntut korporasi itu secara pidana dan perdata, tapi juga, "Akan kami kampanyekan supaya tidak ada yang membeli produk mereka," kata Balthasar dalam wawancara dengan Jajang Jamaludin dan Febriyan dari Tempo di kantornya, Kamis pekan lalu.

Kebakaran kembali melanda Riau. Dibanding tahun-tahun sebelumnya, ada pola yang berubah?

Kalau pola sebenarnya hampir sama dengan kebakaran tahun lalu. Pembakaran masih banyak terjadi dalam proses land clearing. Bahkan ada perusahaan yang tahun lalu membakar sekarang membakar lagi. Tapi ada modus yang kami temukan belakangan. Perusahaan menggunakan masyarakat untuk memanfaatkan celah dalam undang-undang.

Celahnya seperti apa?

Pasal 69 Undang-Undang Lingkungan Hidup menyebutkan masyarakat boleh membakar ketika membuka lahan dengan batasan maksimal dua hektare. Nah, ada perusahaan yang membagi-bagi lahan di wilayah konsesi mereka kepada warga setempat. Setiap orang diberi dua hektare. Lalu perusahaan itu menyuruh penduduk membakar lahan.

Mengapa pasal seperti itu bisa ada?

Pasal itu sebenarnya untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat adat yang mata pencariannya bercocok tanam. Agar mereka tak dipidanakan ketika membuka lahan dengan membakar. Karena itu, pasal tersebut ada syaratnya. Pembakaran hanya boleh dilakukan untuk komoditas lokal, bukan untuk tanaman industri. Itu pun harus disertai sistem burning control (pengendalian kebakaran).

Setelah kebakaran tahun ini, apa saja langkah yang diambil Kementerian Lingkungan?

Kami sudah membuat semacam pembagian tugas dengan kepolisian. Polisi cari orang, kami cari perusahaan. Artinya, polisi yang menangani pelaku pembakaran orang per orang. Sedangkan kami menangani korporasi yang membakar. Sejauh ini polisi menetapkan 116 orang sebagai tersangka. Kami pun sudah menurunkan 21 penyidik pegawai negeri sipil untuk menyidik keterlibatan korporasi. Hasil penyelidikan awal, ada 46 perusahaan yang diduga terlibat. Tapi belakangan menjadi 23 yang indikasinya kuat bahwa di lahan mereka itu ada kebakaran.

Dari skalanya, kebakaran tahun ini lebih besar dibanding tahun lalu?

Kalau dilihat dari jumlah perusahaan yang terlibat saja lebih banyak, pasti lebih besar. Penyidik kami masih di lapangan untuk melihat berapa luas lahan yang terbakar.

Tahun lalu Kementerian Lingkungan menyidik tujuh perusahaan. Perkaranya belum masuk pengadilan. Sekarang jumlah perusahaan yang disidik bertambah....

Begini. Sudah saya minta kasus ini diselesaikan secara cepat. Tiga-enam bulan ke depan, kalau bisa, semua berkas sudah selesai dan siap dilimpahkan ke pengadilan.

Mengapa targetnya tiga-enam bulan?

Supaya alat buktinya tidak keburu hilang. Kami tidak mau lagi ada berkas yang dikembalikan dari kejaksaan atau kalah di pengadilan.

Selama ini penegakan hukum kasus kebakaran hutan begitu lama. Apa kendalanya?

Kasus kebakaran ini bukti dan datanya harus benar-benar kuat. Saksi ahlinya juga harus turun ke lapangan untuk melihat apakah lahan dibakar atau tidak. Padahal perusahaan itu banyak sekali triknya. Misalnya, bila lahan milik perusahaan terbakar, di perbatasan lahan dengan milik masyarakat selalu ada kebakaran. Lalu perusahaan beralasan api di lahan mereka itu lompatan dari lahan masyarakat. Kami harus memastikan klaim itu benar atau tidak. Belum lagi masalah jarak lahan yang terbakar. Itu jauh, toh. Penyidik kami perlu berlama-lama di lokasi.

Selain menggunakan jalur pidana, Kementerian akan menuntut perusahaan ini secara perdata?

Ya, supaya mereka jera. Terutama perusahaan yang nakal dan kambuhan itu.

Untuk perusahaan kambuhan, ada tindakan khusus?

Kami akan membuat rekomendasi ke Kementerian Kehutanan untuk mem-black list perusahaan itu. Agar izinnya bisa dibekukan. Kami juga akan meminta perusahaan itu tidak diberi izin lagi. Bahkan akan kami kampanyekan supaya tidak ada yang membeli produk mereka. Saya sudah berbicara dengan Kementerian Kehutanan. Mereka juga setuju.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus