Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tangkap Pembakar Sebelum Lengser

Pada akhir masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Riau kembali terbakar. Polisi menetapkan 116 tersangka. Kementerian membidik 23 perusahaan. Dikejar target sebelum pemerintahan berganti.

14 April 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rapat tak biasa itu digelar di kantor Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Selasa siang pekan lalu. Agenda utamanya evaluasi penanganan kebakaran hutan Riau. Hadir sebagai undangan sejumlah aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau, dan World Wildlife Fund Indonesia. Adapun tuan rumah diwakili salah satu deputi di UKP4, Mas Achmad Santosa. Mantan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein juga diundang dalam rapat itu.

Tanpa banyak basa-basi, Achmad Santosa mengutarakan maksud mengundang para pegiat lingkungan itu. Pemerintah meminta masukan soal percepatan penanganan hukum kasus kebakaran hutan Riau. "Pemerintah sepertinya ingin kasus ini selesai sebelum pergantian pemerintahan," kata Riko Kurniawan, Direktur Eksekutif Walhi Riau, yang hadir dalam rapat itu, kepada Tempo pekan lalu.

Rencana percepatan itu mendapat sambutan positif dari para aktivis. Maklum, selama ini para aktivis menilai proses hukum atas kebakaran hutan sangat lamban. Aparat juga jarang menyentuh perusahaan yang diduga kuat berada di balik pembakaran hutan. Padahal, menurut Riko, secara hukum menjerat perusahaan pembakar hutan tidaklah sulit.

Rico merujuk pada Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 98 dan 99 undang-undang itu dengan gamblang menyatakan perusahaan yang lahannya terbakar bisa dipidanakan, baik jika lahan itu dibakar secara sengaja maupun jika lahan terbakar karena kelalaian. "Begitu mereka mendapatkan izin konsesi lahan, tanggung jawab terhadap lahan ada di perusahaan itu," ujar Riko.

Dalam pertemuan di UKP4, Riko dan kawan-kawan menyampaikan pandangan bahwa pengusutan kebakaran hutan terseok-seok karena lemahnya komitmen aparat penegak hukum. Para pegiat lingkungan juga menggugat pemahaman hukum aparat, yang menurut mereka masih konvensional. Selama ini, kata Riko, aparat beranggapan perusahaan hanya bisa dijerat jika bisa dibuktikan bahwa pembakaran memang diperintahkan perusahaan. Padahal banyak cara membuktikan kesengajaan pembakaran oleh perusahaan (lihat "Mengejar dari Hulu hingga Hilir").

Lemahnya sanksi administratif juga menjadi sorotan para aktivis. Menurut mereka, pemerintah keliru karena tak pernah mengutak-atik izin perusahaan yang terbukti membakar hutan. Seharusnya pemerintah berani membekukan izin perusahaan tersebut. "Pembekuan izin bisa membuat jera perusahaan perusak lingkungan," ucap Riko.

Berapi-api menyampaikan gagasan, Riko merasakan ada yang hambar dalam pertemuan selama dua setengah jam itu. Penyebabnya, kepolisian dan kejaksaan yang sama-sama diundang tak datang. Riko baru merasa agak lega ketika, pada akhir pertemuan, Mas Achmad Santosa berjanji membuat draf rencana percepatan penyelesaian kasus pembakaran hutan Riau. "Mungkin akan dijadikan semacam instruksi presiden," kata Riko.

Mantan Ketua PPATK Yunus Husein menambahkan, di samping meminta masukan soal penegakan hukum, pertemuan di UKP4 membahas sistem pencegahan kebakaran hutan. "Kalau hanya berfokus pada penindakan, tak akan pernah selesai," ujar Yunus, Jumat pekan lalu.

l l l

Bencana tahunan itu kembali melanda Riau sejak pertengahan Februari hingga akhir Maret lalu. Api yang melalap lahan perkebunan dan hutan industri di wilayah Provinsi Riau membubungkan asap ke udara, lalu tertiup ke arah selatan provinsi itu. Pada puncaknya, akhir Februari lalu, citra satelit merekam tak kurang dari 1.234 titik panas (hot spot) yang merupakan pusat kebakaran.

Sebulan lebih Kota Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau, diselimuti kabut asap yang pekat. Dalam kondisi terburuk, jarak pandang hanya 100-500 meter. Ratusan jadwal penerbangan dibatalkan. Sekolah dan kantor-kantor pun diliburkan. Udara tercemar hingga taraf yang membahayakan. Sekitar 55 ribu penduduk Riau terkena infeksi saluran pernapasan, iritasi kulit, dan iritasi mata. Riau pun dinyatakan berstatus darurat asap.

Karena pemerintah lokal tak berkutik menghadapi gempuran asap, pada 15 Maret lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengambil alih komando penanggulangan bencana. Dalam rapat koordinasi di Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Presiden memerintahkan agar penanganan kasus kebakaran Riau selesai dalam waktu singkat. Untuk sementara, kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana dipindahkan ke Pekanbaru. Sekitar 1.000 tentara dari Jawa dikerahkan untuk membantu pemadaman api di sana.

Diperintah Presiden untuk bekerja cepat, Kementerian Lingkungan Hidup langsung berkoordinasi dengan Kepolisian RI. Kesepakatan mereka, Polri memburu pelaku pembakaran di lapangan. Adapun Kementerian Lingkungan berurusan dengan perusahaan yang diduga membakar lahan.

Dalam sebulan, Kepolisian Daerah Riau menetapkan 116 orang sebagai tersangka pembakar lahan. Polisi juga menetapkan satu korporasi sebagai tersangka, PT Nasional Sago Prima (NSP), yang beroperasi di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Menurut Kepala Polda Riau Brigadir Jenderal Condro Kirono, sebagian besar tersangka tertangkap tangan ketika membakar lahan untuk membuka perkebunan. Dari tangan para tersangka, polisi menyita barang bukti berupa alat pemantik api, ban bekas yang akan dibakar, dan jeriken berisi bahan bakar.

Beberapa tersangka juga ditangkap dengan tuduhan membalak hutan. Dari mereka, polisi menyita 9 alat berat (ekskavator), 18 unit gergaji mesin, 1 unit pemotong kayu, 4 unit perahu motor, dan 4 unit truk untuk mengangkut kayu. Para tersangka ditahan menyebar di berbagai kantor kepolisian resor di Riau.

Untuk menjerat PT NSP sebagai tersangka dari unsur korporasi, polisi sudah memeriksa 18 saksi. Hasilnya, menurut Condro, polisi menemukan indikasi kuat soal kesengajaan pembakaran lahan. "PT NSP memang akan menanam sagu di atas lahan yang terbakar," ucap Condro. Perusahaan itu, Condro menambahkan, juga tak memiliki perlengkapan yang memadai untuk menanggulangi kebakaran di ribuan hektare lahan konsesi mereka.

Sejauh ini polisi belum menunjuk seseorang sebagai tersangka mewakili PT NSP sebagai korporasi. Condro beralasan penyidik masih menelusuri siapa petinggi NSP yang bisa dianggap paling bertanggung jawab atas pembakaran lahan itu.

Dalam operasi di lapangan, polisi tak hanya menemukan jejak penduduk. Di balik penguasaan dan pembakaran lahan Riau, ada juga jejak sejumlah anggota polisi, tentara, dan anggota legislator. Untuk menyingkap peran mereka, Polda Riau meminta bantuan Detasemen Polisi Militer serta Badan Reserse Kriminal Polri. "Akan diselesaikan di tingkat pusat," ujar Condro.

l l l

Sejalan dengan reaksi cepat polisi, Kementerian Lingkungan Hidup menurunkan 21 penyidik sipil ke lapangan. Semula penyidik lingkungan itu mengendus jejak 46 perusahaan yang diduga terlibat membakar lahan. Namun sejauh ini penyidik baru menemukan indikasi kuat pembakaran hutan oleh 23 perusahaan. "Sisanya masih perlu pendalaman," kata Deputi Bidang Penataan Hukum Lingkungan Sudariyono pekan lalu.

Menurut Sudariyono, puluhan perusahaan itu diduga membakar untuk menekan biaya pembersihan lahan (land clearing). Modus baru yang digunakan perusahaan, antara lain, dengan memberikan penguasaan lahan kepada banyak penduduk lokal. Setiap penduduk mendapat jatah dua hektare. Perusahaan lantas memerintahkan penduduk untuk membakar lahan itu. "Dengan begitu, perusahaan berharap bisa lepas tangan," ujarnya.

Menurut data yang dikumpulkan penyidik Kementerian Lingkungan, kebakaran besar antara lain terjadi di lahan konsesi milik PT Arara Abadi (pemasok kayu untuk Sinarmas Group) dan milik PT Sumatera Riang Lestari (pemasok kayu untuk Asian Pulp and Paper). Di lahan Arara Abadi, misalnya, setidaknya ada 2.500 hektare lahan yang terbakar. Lokasinya tersebar di Kabupaten Bengkalis, Pelalawan, Siak, Rokan Hilir, dan Dumai. Direktur Corporate Affairs Sinarmas Forestry Sandrawati Wibowo mengatakan kebakaran di lahan Arara Abadi bukan disengaja oleh perusahaan. Pembakaran itu dilakukan para perambah hutan. "Semua pemasok kayu untuk Asian Pulp and Paper, termasuk Arara Abadi, menerapkan kebijakan persiapan lahan tanpa bakar," kata Sandrawati melalui pesan pendek kepada Ayu Prima Sandi dari Tempo.

Bantahan sengaja membakar lahan juga disampaikan juru bicara PT Sumatera Riang Lestari, Abdul Hadi. "Kalau dengan sengaja membakar, tidak mungkin," ujar Hadi, yang menolak berkomentar banyak ketika dihubungi.

Sangkalan dari pihak perusahaan tampaknya tak menyurutkan langkah Kementerian Lingkungan. Menteri Lingkungan Balthasar Kambuaya menyatakan penyidikan atas keterlibatan perusahaan dalam pembakaran hutan akan dipercepat. "Targetnya tiga-enam bulan ke depan semua berkas sudah bisa dilimpahkan ke pengadilan," kata Balthasar kepada Tempo pekan lalu. Enam bulan lagi, pemerintahan memang akan berganti dan Susilo Bambang Yudhoyono lengser.

Febriyan (Jakarta), Ryan Nofitra (Pekanbaru)


Bara Tak Kunjung Padam

WILAYAH Riau kembali membara pada Februari dan Maret lalu. Ribuan titik api tersebar di hutan dan lahan di wilayah Bumi Lancang Kuning itu. Berbeda dengan tahun sebelumnya, asap Riau kali ini tak sampai membuat marah negeri tetangga (Singapura dan Malaysia). Asap justru memakan korban di sekitar Provinsi Riau dan provinsi tetangga, selatan Riau.

Titik Api
1.234 titik api terpantau satelit (awal Maret lalu). Tersebar di wilayah Bengkalis, Dumai, Rokan Hilir, Indragiri Hulu, Pelalawan, dan Siak.

PolusiIndeks standar pencemaran udara 300-500 Psi (level berbahaya) ' level sehat berkisar pada 0-50 Psi.

Jarak Pandang
Hanya 100-500 meter.

Korban

56.228 orang terserang penyakit pernapasan dengan perincian:

  • 49.128 orang terkena infeksi saluran pernapasan akut.
  • 913 orang terkena radang paru-paru (pneumonia).
  • 1.891 orang terserang asma.
  • 2.502 orang mengalami iritasi kulit.
  • 1.794 orang mengalami iritasi mata.

    Mengapa Singapura dan Malaysia lolos dari asap Riau?

    Pergerakan arah angin cenderung lambat dari timur laut menuju barat daya, lalu mengarah ke selatan. Kabut Riau terbawa angin ke wilayah Sumatera Barat dan Jambi. Jika kebakaran terjadi pada Juni dan Juli, ketika arah angin berubah sebaliknya, asap Riau kemungkinan besar sampai ke Singapura dan Malaysia.

    Berulang dan Tak Jera-jera
    Pembakaran hutan dan lahan di Riau terus berulang sejak 2007. Upaya penegakan hukum oleh aparat tampaknya belum menimbulkan efek jera.

    Titik Panas
    (terdeteksi satelit NOAA)

    20074.169
    20083.943
    20097.752
    20101.707
    20113.536
    20124.724
    201315.059

    Luas Kebakaran
    (hektare)

    20076.974
    20086.793
    20097.616
    20103.500
    20112.612
    201316.500
    20147.927

    (sampai 2 Maret 2014)

    Penegakan Hukum

    2012
    Sebanyak 27 orang dan satu perusahaan perkebunan menjadi tersangka.

    2013
    # Kepolisian Daerah Riau
    Polisi menangkap 29 orang dari 25 kasus pembakaran lahan dan hutan. Hanya 19 kasus yang pernah diungkap polisi.

    # Kementerian Lingkungan Hidup
    Kementerian Lingkungan menyidik tujuh perusahaan:

    • PT Jatim Jaya Perkasa – 700 hektare – Tersangka: 1 orang
    • PT Bhumireksa Nusasejati – 50 hektare – Tersangka: 1 orang
    • PT Langgam Inti Hibrindo – 50 hektare – Tersangka: 1 orang
    • PT Sumatera Riang Lestari – 731 hektare – Tersangka: 2 orang
    • PT Sakato Pratama Makmur – 1.500 hektare – Tersangka: 2 orang
    • PT Ruas Utama Jaya – 966 hektare – Tersangka: 2 orang
    • PT Bukit Batu Hutani Alam – 40 hektare

    Kementerian Lingkungan berencana menggugat ketujuh perusahaan itu di jalur perdata.

    2014

    # Kepolisian Daerah Riau
    - 116 menjadi tersangka (digabung dalam 66 berkas perkara).
    - 1 tersangka dari korporasi, yakni PT Nasional Sago Prima di Kepulauan Meranti.
    - 12 tentara dan polisi diduga terlibat.

    # Kementerian Lingkungan Hidup
    - 46 perusahaan diselidiki.
    - 23 terindikasi kuat membakar lahan.
    - 19 perusahaan masih didalami.

    Ancaman Hukuman

    Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
    Pasal 50 ayat 3 huruf d. Orang yang sengaja membakar hutan diancam pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

    Sengaja Membakar

    Pasal 26 dan Pasal 48
    Setiap pelaku usaha perkebunan yang sengaja membuka atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat pada terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar. Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku diancam 15 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar.

    Lalai Membakar

    Pasal 49
    Setiap orang yang karena kelalaiannya membuka atau mengolah lahan dengan cara pembakaran yang berakibat pada terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana diancam pidana penjara 3 tahun dan denda Rp 3 miliar. Jika kelalaiannya mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku diancam hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 5 miliar.

    Infografis: Rizal Zulfadli Teks: Jajang, Ryan N., Evan
    Sumber: Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, dan PDAT

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus