Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK mudah membuktikan sebuah kebakaran dilakukan oleh sebuah perusahaan secara sengaja. Menurut Deputi V Kementerian Lingkungan Hidup Sudariyono, pihaknya sudah "kenyang" menerima alasan dari perusahaan yang diduga melakukan pembakaran bahwa lahan mereka dibakar perambah hutan, terpapar lompatan api lahan masyarakat, atau terbakar tak sengaja. "Tapi kami memiliki teknik sendiri untuk membuktikan apakah sebuah perusahaan melakukan pembakaran dengan sengaja atau tidak," katanya. "Kami kejar dari hulu sampai hilir."
Langkah pertama yang biasanya dilakukan penyidik Kementerian Lingkungan adalah mencocokkan data titik api yang terlihat di foto satelit dengan kondisi lapangan. Penyidik biasanya memastikan apakah titik api tersebut masuk ke wilayah lahan konsesi sebuah perusahaan atau tidak menggunakan Global Positioning System. Langkah itu, menurut dia, diperlukan untuk memastikan sebuah perusahaan bertanggung jawab atau tidak.
Selain memastikan titik api yang terlihat di foto satelit berada di dalam wilayah konsesi lahan sebuah perusahaan, langkah untuk membuktikan adanya unsur kesengajaan atau tidak sebenarnya cukup mudah: dengan melihat anggaran perusahaan itu dalam melakukan proses land clearing atau pembersihan lahan. Biasanya, untuk melakukan proses ini, ongkos yang harus dikeluarkan perusahaan minimal Rp 500 ribu per hektare. "Kalau anggarannya di bawah itu, sudah pasti itu dibakar," ujar Sudariyono.
Selain itu, ia mengatakan ketidaktersediaan alat berat untuk melakukan land clearing bisa menjadi penguat indikasi perusahaan tersebut memang berniat membersihkan lahan dengan cara membakar. Namun, Sudariyono mengingatkan, bukan berarti perusahaan yang memiliki alat berat untuk land clearing tidak melakukan pembakaran. "Harus dilihat apakah rasio antara jumlah lahan dan jumlah alat itu masuk akal atau tidak."
Alasan bahwa proses land clearing ditenderkan kepada pihak ketiga juga kerap dilontarkan perusahaan. Karena itu, penelusuran terhadap perusahaan yang menjadi kontraktor sering kali dilakukan penyidik Kementerian. "Kami juga melihat apakah perusahaannya memang memiliki alat land clearing atau tidak," katanya.
Lalu ada pula syarat lain yang harus dilakukan: menelusuri aliran dana perusahaan itu ke kontraktor. Dari pengalaman penyidik Kementerian Lingkungan, perusahaan pembakar lahan sering kali mengajukan bukti pembayaran land clearing kepada kontraktor untuk berkelit bahwa mereka biang kebakaran di lahan mereka tersebut. Itu sebabnya, Kementerian meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menelusuri rekening perusahaan-perusahaan yang diduga melakukan pembakaran itu. "Kalau ternyata tidak ada alirannya, ya, berarti mereka bohong," ujar Sudariyono.
Febriyan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo