Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Praktisi Hukum Nilai Pendapat Bambang Hero dalam Kasus Timah Bukan Keterangan Palsu

Keterangan seorang ahli di persidangan merupakan pendapat yang didasarkan pada keahliannya dan tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan palsu.

14 Januari 2025 | 09.54 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ahli Kerusakan Tanah dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor Basuki Wasis (kanan) dan Guru Besar dan Ahli Lingkungan Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo diambil sumpah sebelum memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 15 November 2024. Sidang beragendakan pemeriksaan keterangan dua orang saksi ahli Guru Besar dan ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo dan Ahli Kerusakan Tanah dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor Basuki Wasis yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum untuk terdakwa Helena Lim. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Praktisi hukum dari Dalimunthe and Tampubolon Lawyers, Boris Tampubolon, menilai tuduhan terhadap Bambang Hero dalam kasus timah tidak berdasar. Boris menegaskan keterangan seorang ahli di persidangan merupakan pendapat yang didasarkan pada keahliannya dan tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan palsu, seperti yang diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keterangan ahli, kata Boris, dapat berbeda antara satu ahli dan ahli lainnya. Isinya merupakan pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 187 KUHAP. "Hakim yang akan menilai berdasarkan fakta persidangan apakah pendapat ahli tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam putusan atau tidak," ujar Boris dalam keterangannya, Senin, 13 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bambang Hero menjadi sorotan setelah memberikan pendapat mengenai kerugian akibat kerusakan lingkungan dalam kasus timah yang disebut mencapai Rp 271 triliun. Pendapat ini memicu reaksi publik hingga dilaporkan ke polisi atas tuduhan memberi keterangan palsu.

Menurut Boris, kerugian lingkungan memiliki mekanisme perhitungan sendiri dan sifatnya potensial atau belum pasti, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2014. "Sedangkan kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi harus pasti atau actual loss," ucapnya.

Boris mempertanyakan apakah kerugian akibat kerusakan lingkungan dapat dikategorikan sebagai kerugian negara dalam konteks tindak pidana korupsi. "Persoalan ini yang mungkin menjadi kejanggalan sehingga wajar memunculkan reaksi dari masyarakat," tuturnya.

Pendapat Bambang Hero yang mengemukakan potensi kerugian lingkungan dalam kasus tersebut adalah haknya sebagai ahli. "Pendapat itu merupakan hak beliau sebagai ahli, dan hakim yang akan memutuskan apakah pendapat tersebut relevan dalam kasus ini," ujar Boris. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus