NAMA AIDS jadi obyekan. Yang memanfaatkannya adalah Iwansyah alias Iwan, 35 tahun, dan Djohanim Damanik, 37 tahun. Modalnya: formulir, stempel dan tanda tangan tiruan. Dalam waktu sebulan, kedua pekerja serabutan itu memproduksi 500 lembar SKBA (Surat Keterangan Bebas AIDS) bagi para TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang akan dikirim ke Arab Saudi. Surat itu mereka jual Rp 12.500 per lembar. Praktek mereka itu di tahun lalu, ketika sedang melandanya heboh AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) -- penyakit yang mampu melumpuhkan sistem pertahanan tubuh manusia. Pada April itu, pemerintah kerajaan Arab Saudi menambah syarat bagi para TKI: harus bebas AIDS. Untuk itu, diperlukan surat tersebut. Dan ini katanya, biasa diurus Iwan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta. Waktu pembuatan SKBA itu 3 hari, dan biayanya Rp 22.500. Kemudian, setelah dijadikan obyekan, tarifnya diturunkan, jadi Rp 15 ribu per lembar. Iwan menemui Djohanim. Pada awalnya, lwan menyerahkan 17 buah nama dan pasfoto TKI yang akan dibuatkan SKBA-nya. Djohanim kemudian bekerja dan menyuruh Sugiarto, temannya, mencetak formulir SKBA -- meniru formulir resmi dari RSCM. Djohanim juga membuat stempel Klinik Hematologie Bagian Penyakit Dalam RSCM dan cap nama dr. H.M.S. Markum. Nama ke-17 orang TKI diketik, dan foto mcreka ditempelkan pada formulir palsu itu. Lalu Djohanim membubuhkan tanda tangannya, mengatasnamai dr. H.M.S. Markum dan A. Harryanto, Ph.D. Lalu diberi cap palsu, atas nama Klinik Hematologi RSCM. Dalam tempo yang lebih cepat. Djohanim selesai menyulap ke-17 lembar SKBA tersebut. Untuk tiap lembar SKBA palsu itu, Iwan membayar pada Djohanim Rp 10 ribu. Setelah di perusahaan pengerah TKI, Iwan mengutip Rp 12.500 per lembar. "Perbuatan itu mereka lakukan berulang-ulang," kata Jaksa Hamid Thahir. Ia menggiring Iwan dan Djohanim menjadi terdakwa ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sejak akhir bulan lalu. Menurut jaksa ini, mulai dari Juli tahun silam itu, mereka sudah memproduksi 500 lembar SKBA palsu. Perbuatan mereka terkuak setelah pihak Kedutaan Arab Saudi mencurigai bentuk fisik surat. "Stempel dan tanda tangannya tak sama dengan yang asli," kata dr. A. Harryanto, Kepala Klinik Sub-Bagian Hematologie Penyakit Dalam RSCM, yang menerima laporan itu. Perkara itu lalu berbuntut ke Mabak. Djohanim dan Iwan ditangkap. Lalu sementara ini, mereka disuruh tidur di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Memang, soal penyakit AIDS bukan sekadar obyekan. Dari tes ribuan darah manusia di RSCM, kini sudah tercatat bahwa hampir 16 orang positif kena virus penyakit berbahaya itu. "Dan bisa menular lewat hubungan seksual atau transfusi darah," ujar Harryanto. Djainal Hakim, Ketua Majelis Hakim yang menangani kasus ini, berkata, "Ini perkara biasa, dan bisa dikenai pasal 263 KUHP (pemalsuan)." Karena itu, Iwan dan Djohanim tak ingkar. Lain dengan Henry Togi Situmorang. Pengacara mereka itu malah mempersoalkan Nyonya Balgis, Direktris PT Megah Ayu Abhadi. Karena perusahaan pengerahan TKI itulah yang memesan ke-17 SKBA tadi. Siapa tahu, "Nyonya Balgis yang merencanakan perbuatan itu," begitu dugaan Henry. Arus pemesanan SKBA melalui Iwan kemudian memang dihentikan. Ini setelah pihak PT Megah Ayu Abhadi mendengar bahwa surat yang diurus itu palsu. Sebelumnya, perusahaan yang berdiri sejak 1983 tapi baru aktif pada 1985 itu pernah memesan SKBA untuk 68 orang TKI. Kalau diurus secara resmi lama pembuatannya 3 hari dan tarifnya Rp 22.500 selembar, "seharusnya Nyonya Balgis patut menyangka SKBA buatan Iwan dan Djohanim itu palsu," kata sebuah sumber TEMPO. Hingga sidang perkara tersebut pekan ini, belum tampak hadirnya Nyonya Balgis. Padahal, dia salah seorang saksi penting. Happy S., Laporan Bunga S. dan Nadjib Salim
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini