Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak menilai penahanan Putri Candrawathi oleh Polri terlambat. Putri baru ditahan setelah Kejaksaan Agung menyatakan berkasnya lengkap atau P-21.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Seharusnya dari awal dia ditahan. Tetapi karena mereka (Polri) membuat dalil kemanusiaan seolah-olah hanya dia manusia perempuan di Indonesia ini,” kata Kamaruddin saat dihubungi, 30 September 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak awal Kamaruddin heran kenapa penyidik menggunakan hak diskresi untuk tidak menahan istri mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo tersebut. Padahal, dalam kasus lainnya, banyak perempuan yang tengah hamil dan memiliki anak kecil menjalani penahanan.
“Yang lain, yang hamil, yang akan beranak, semua ditahan termasuk anak-anaknya. Dan tidak berlaku hukum kemanusiaan bagi mereka,” ujar Kamaruddin.
Kamaruddin menilai lambatnya penahanan ini karena pengaruh Sambo di tubuh Polri masih terbilang kuat. Apalagi dengan banyaknya anggota polisi yang terlibat menandakan adanya psikohirarki yang kuat dari Sambo.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebelumnya mengumkan penahanan Putri Candrawathi pada Jumat kemarin, 30 September 2022. Putri ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.
Listyo Sigit mengatakan penahanan ini dilakukan untuk mempermudah proses pelimpahan tersangka dan barang bukti kasus pembunuhan serta perkara obstruction of justice ke Kejaksaan Agung. Pelimpahan tahap kedua itu rencananya akan dilakukan pada pekan depan.
“Untuk mempermudah pelimpahan berkas dan tersangka, hari ini Mabes Polri menahan Putri Candrawathi,” kata Kapolri di gedung Rupatama, Mabes Polri, 30 September 2022.
Dalam perkara pembunuhan Brigadir J, polisi menetapkan Putri bersama empat orang lainnyaa sebagai tersangka. Mereka adalah Irjen Ferdy Sambo, Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.
Kelima tersangka dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Ancaman maksimal hukuman mati, atau pidana penjara sumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun.
Sementara untuk kasus obstruction of justice, polisi menetapkan tujuh orang tersangka. Mereka adalah Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman Arifin, Kompol Chuck Putranto, Kompol Baiquni Wibowo dan AKP Irfan Widyanto.