Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rekonstruksi Kapten Bambang

Kapten bambang susetyo melakukan rekonstruksi terhadap yus rivai dengan keliling kota kisaran di siang hari tanpa alas kaki & tangan diborgol. padahal kesalahannya cuma karena salah ambil kendaraan. (hk)

22 Desember 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERANG bukan sebuah acara karnaval -- walaupun memang ada iring-iringan cukup panjang, dikawal sejumlah polisi, juru kamera berkali-kali mengambil gambar dan menjadi tontonan orang sepanjang jalan. Sebab pusat arak-arakan adalah seseorang dengan wajah benar-benar murung, dengan kedua tangan diborgol dan berjalan di bawah terik matahari tengah hari, di aspal panas, dengan kaki telanjang. Dan lagi yang diarak keliling Kisaran, kota kecil di Sumatera Utara 8 Desember lalu, bukan orang asing lagi: Yus Rivai Harahap (35 tahun), wartawan Harian Sinar Indonesia Baru (SIB) Medan, yang pernah dicalonkan salah sebuah partai politik di daerahnya untuk duduk sebagai anggota parlemen dalam pemiiu 1977. Arakan berangkat dari Kantor Kepolisian Kisaran (Kosekta 20601) di Jalan Cokroaminoto menuju kantor kecamatan. Dari situ menuju sebuah kantor di dekat stasiun KA. Iring-iringan makin panjang --terdiri dari para penonton yang ingin menyaksikan kelanjutan "karnaval" mereka hari itu -- kemudian menuju sebuah kedai kopi Padang Bolak. Dari situ, sebelum kembali ke kantor polisi, arak-arakan mampir dulu di sebuah pangkalan sepeda motor sewaan, di sana disebut stasiun RBT. Perjalanan keliling kota tersebut, menempuh jarak sekitar 5 km, dimulai tengah hari, berakhir 4 jam lebih 45 menit yaitu pukul 16.15. Acara apa sebenarnya? "Rekonstruksi!" ujar Kapten Bambang Susetyo, Komandan Sektor Kepolisian yang punya "hajat", kepada sejumlah pemuda KNPI yang mempertanyakan perihal arak-arakan yang menghebohkan kota hari itu. Yaitu, suatu usaha kepolisian untuk memperoleh gambaran bagaimana Yus Rivai mengambil sebuah sepeda motor. Duduk soalnya jelas polisi mendakwa Yus Rivai mencuri sebuah sepeda motor. Kejadiannya: 7 Desembr lalu Yus Rivai menyewa sebuah sepeda motor dari Kopral Pakpahan. Untuk sesuatu urusan, Yus memarkir kendaraan sewaannya, sebuah Yamaha berwarna merah, di halaman Kantor Kecamatan Kisaran. Selesai dengan urusannya, boleh jadi tidak dapat membedakan dengan sepeda motor yang diparkir bersebelahan, Yus ternyara enak saja mengambil kendaraan milik Ali Amran -- jenis dan warnanya sama dan kebetulan dengan kunci yang cocok pula. Sementara Yus ngobrol dengan rekan sesama wartawan di kedai kopi Padang Bolak, Ali Amran ribut karena kehilangan kendaraan. Melihat ada sepeda motor lain, yang mirip dia punya dan tanpa pemilik, Ali Amran berpikir gampang saja telah terjadi salah ambil. Untuk itu Ali Amran membawa kendaraan tanpa tuan tersebut ke polisi sambil membuat laporan. Akan hal Yus Rivai, tak kurang pula kagetnya. Ketika ia hendak mengembalikan kendaraan sewaannya, ternyata pemiliknya, Pakpahan, menyambutnya dengan heran: "Bah, ini bukan saya punya!" Barulah Yus tahu apa yang terjadi. Tapi semuanya dapat dibereskan. Pakpahan melihat kendaraan miliknya diparkir di kantor polisi --ketika ia bersama Yus kelilingan mencari kendaraannya yang tertukar. Urusan sebenarnya selesai. Tanpa banyak rewel Ali Amran dan Pakpahan bertukar kembali kendaraan mereka. Tapi tidak bagi polisi. Sore itu, berdasarkan perintah Kapten Bambang Susetyo, polisi menciduk Yus Rivai dari kedai kopi Chong Bi di Jalan Sutomo. Tanpa banyak cerita wartawan sial ini disekap di sebuah sel. Dan tak boleh dijenguk keluarganya -- walaupun istrinya yang sekedar ingin mengantarkan sehelai sarung. Dia baru dibebaskan 11 Desember. Tanpa proses berpanjang-panjang pula, esok harinya polisi sudah memulai mengadakan rekonstruksi. Untuk itu sejumlah wartawan diundang untuk menyaksikan. Beberapa orang wartawan yang hadir sebenarnya sudah mulai bersuara: apa salahnya rekonstruksi dilakukan dengan mobil saja dan tidak berjalan kaki seperti direncanakan. Kapten Bambang, menurut seorang wartawan, menolak dengan alasan: tidak ada bensin. Bagaimana kalau wartawan yang menyumbang bensin? Dansek, menurut Harian SIB kemudian, jadi marah: "Itu bukan urusan saudara!" katanya. Pun Ali Amran sendiri, yang mula-mula merasa kehilangan, mencoba mencegah Kapten Bambang melakukan rekonstruksi. Di tengah jalan Ali Amran mencegat iring-iringan sambil berkata: "Persoalannya 'kan sudah selesai pak?" Tapi ia disergah komandan polisi yang lagi berang itu ."Itu bukan urusan saudara!" Rekonstruksi berjalan terus. Tentu saja hehoh. SIB menuduh perlakuan polisi terhadap wartawannya merupakan "balas dendam". Belakangan SIB memang sering mengarahkan kritiknya ke alamat polisi. Yaitu tentang tahanan yang disiksa dan perjudian gelap yang meluas di Kisaran. Itu, seperti tulis SIB, terlihat juga dari ucapan Kapten Bambang kepada para wartawan sebelum rekonstruksi berlangsung -- yang katanya begini "Bung harus berterimakasih kepada saya. Orang yang memberitakan wartawan terima sogok dari agen judi gelap sudah saya tangkap." Reaksi muncul dari berbagai kalangan pula. Ketua Biro Hukum PWI Medan, Haji Kamaluddin SH, mngecam: Tindakan polisi yang demikian itu "emosional, demonstrasi kekuasaan dan hanya menjatuhkan citra polisi di mata masyarakat." Jika tulisan Yus Rivai di SIB memang tidak benar, lanjut Kamaluddin, "baiknya diselesaikan di muka pengadilan dan bukan membalasnya dengan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia." Kaput Apa lagi cara melakukan rekonstruksi yang sangat keterlaluan. Dan menurut Mansen Purba, anggota DPRD Sum-Ut, "tidak semua perkara harus pakai rekonstruksi." Perlakuan polisi terhadap bandit besar seperti Kaput, misalnya, ternyata lebih baik daripada yang diterima Yus Rivai yang masih belum tentu lagi bersalah. Kaput, perampok (residivis) yang terkenal di sana, boleh duduk di mobil polisi ketika menuju tempat rekonstruksi. Tapi ketika wakil kepala Seksi Penerangan Kodak II, Kapten SA boru Tobing menanyakan pengarakan itu ke Kisaran, Kapten Bambang menjawab: "rekonstruksi dilakukan jalan kaki, tapi jarak yang ditempuh hanya 150 meter. " 7 organisasi pemuda di Kabupaten Asahan juga melancarkan resolusi atas kejadian itu. Bambang Susetyo, katanya, telah mencampurbaurkan sentimen pribadi dengan wewenang jabatannya, berlebih-lebihan dan tentu saja melanggar perikemanusiaan. Kepala Daerah Kepolisian (Kodak) Sum-Ut sudah ambil perhatian. Sebuah tim peneliti, menurut siaran pers kepolisian, telah diturunkan. Tindakan tegas, bila benar ada yang tak beres di Kisaran, telah dijanjikan. Namun betapa pun, Yus Rivai -- yang pernah diminta seorang pejabat kepolisian Asahan untuk tidak memperpanjang urusan itu -- tetap akan menuntut Kapten Bambang. Caranya? Belum tahu. "Prinsipnya saya menuntut," kata Rivai. Dan kepada pengllrus PWI Cabang Medan, 13 Desember lalu Kadapol II Sum-Ut, Brigjen JFR Montolalu menyatakan telah menindak Kapten Bambang Susetyo. "Tindakan Kapten Bambang tidak bijaksana, karena itu pantas dia ditindak," kata Montolalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus