DENGAN celurit, pisau, atau pedang di tangan, ratusan orang malam itu berteriak, "Bunuh Jalaluddin. Bunuh!" Mereka melintasi lapangan di Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean di timur Madura. Tiba di kantor Polsek, sebagian dari mereka berhenti. Sebagian lagi menuju rumah tahanan polisi yang tak seberapa jauh dari situ. "Bunuh Jalaluddin. Singkirkan penyakil orang Kangean!" teriakan makin panas. Tembakan peringatan, yang dilepaskan petugas, cuma sia-sia. Lalu polisi mencoba cara lain guna menjinakkan massa yang lagi marah itu. Didatangkanlah Kiai Abdul Adhim, pimpinan pondok pesantren Al Hidayah, yang selama ini paling disegani orang Kangean. Pak Kiai mencoba menenteramkan massa yang histeris, agar tidak main hakim sendiri. Jawaban yang terdengar? "Maaf, Pak Kiai. Untuk kali ini kami tak akan mematuhi perintah. Besok kami akan patuh kembali." Dan ini bukan jawaban main-main. Seusai dialog singkat terjadi, massa pun menyerbu, mirip adegan perang klasik dalam film kolosal. Tiga lapis pintu tahanan dibobol. Jendela didobrak. Maka, massa yang beringas menemukan yang mereka cari: Jalaluddin, gemetar di sudut sebuah sel. Bromocorah yang konon gemar memperkosa istri orang itu, yang kedua lengannya masih diborgol, diseret dan dihantam beramai-ramai. Akibatnya bisa dibayangkan. Tubuh pria berbadan pendek gempal itu, dengan sekian liang di sekujur tubuhnya, nyaris tak berbentuk lagi. Ubun-ubunnya menganga akibat bacokan senjata serampang -- sejenis tombak berkait. Dan kulitnya yang sawo matang berubah merah oleh darah. Malam itu juga, 5 Juni lalu, Jalaluddin, yang baru pada sore hari ditahan, tewas sudah. Menghadapi massa yang marah begitu rupa, petugas Polsek Kangean memang tak bisa berbuat banyak. Saat tembakan peringatan dilepaskan, "Mereka malah bertambah beringas. Kami terpaksa mundur," ujar sumber di Polsek kepada Masduki Baidlawi dari TEMPO. Malam itu kemarahan massa memang sudah sedemikian rupa. Jalaluddin, menurut penuturan beberapa penduduk Kangean, bukan sekadar pencuri atau perampok biasa. "Dia itu hobi sekali menzinahi istri korban yang dirampoknya," kata seorang tokoh masyarakat. Kabarnya, sudah 100 lebih istri korban yang sempat dia garap. Yang menyakitkan, setelah memperkosa korbannya, dia lalu bercerita ke mana-mana bahwa dia baru saja menzinahi istri si Anu, si Badu, atau si Curap. Melawan? Jalaluddin dikenal jagoan dan mempunyai sekian anak buah yang galak-galak. Pernah, begitu tutur tokoh masyarakat yang minta namanya tak disebutkan itu, ia kepergok memperkosa istri warga Desa Kalikatak. Sang suami, yang hendak menolong, dahinya segera dicelurit. Sehabis itu, semua benda berharga di rumah itu dikuras. Lapor polisi? "Percuma. Begitu dilaporkan dan dia ditahan, esoknya sudah bebas kembali," ujar seorang penduduk. Sejumlah hal yang selama ini disimpan dalam dada itulah yang menyebabkan sejumlah orang Kangean lantas bak kesurupan harimau. Maka, ketika tokoh Haji Sudahnan kecurian, dan Pak Haji lantas menghubungi Koramil setempat, Serma Abdul Ais dan anak buahnya yang bergerak sigap segera menangkap seorang tersangka bernama Sa'i, 30. Yang ditangkap mengaku mencuri atas perintah bos yang tak lain dan tak bukan si Jalaluddin itulah. Jalaluddin pun dicari. Dalam penggerebekan pertama jagoan ini lolos. Ia baru tertangkap tiga hari kemudian, 5 Juni sore, ketika bersama istri dan seorang pembantunya bersembunyi di sebuah gubuk di Desa KoloKolo. Sore itu juga, ia diserahkan ke Polsek Arjasa. Segera, tertangkapnya begundal ini tersebar luas. Dan malam itu berlangsung drama pembantaian. Menurut sumber TEMPO, korban sudah berkenalan dengan kejahatan setidaknya mulai 1970 lalu. Ketika itu ia membunuh seseorang bernama Abdul Manaf, dan di penjarakan sampai 1975. Keluar dari rumah tahanan, polahnya malahan kian menjadi. Sang jagoan dikabarkan memiliki dua istri dan seorang anak. Sebuah rumahnya di Desa Duko tergolong mewah untuk ukuran setempat. Rumah gedung seluas 120 m2, terletak di tepi jalan raya menuju Kecamatan Arjasa. Kerbau miliknya lebih dari 30 ekor. Dan sawahnya cukup luas. Pihak Polres Sumenep, yang wilayah operasinya mencapai Pulau Kangean, belum bersedia memberikan komentar. "Kasus pengeroyokan itu sampai sekarang belum terungkapkan," kata Kapolres, Letkol R. Djoko Muhadhi, singkat. Memang tidak mudah mengusut soal penyerbuan dan pengeroyokan yang dilakukan oleh massa. Sumber TEMPO mengungkapkan, tak berapa lama setelah penyerbuan terjadi, sejumlah tokoh masyarakat mengadakan rapat. Mereka menyatakan bahwa pembunuhan atas Jalaluddin bersifat masal, dan bukan dilakukan oleh perseorangan. Keputusan tersebut kemudian dikirimkan ke Polres dan Kodim di Sumenep. Maksudnya, mungkin, agar kasus tersebut dianggap selesai sampai di situ. Kurang jelas bagaimana tanggapan pihak Polres dan Kodim. Yang jelas, kini para petugas masih terus melacak para tersangka pelaku kejahatan, yang antara lain menjadi anak buah Jalaluddin. Selain Pulau Kangean akan disisir, operasi kabarnya akan diperluas sampai ke Kepulauan Sapeken dan Pangerian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini