"HARAP sediakan uang Rp 600 ribu. Kalau tidak, kami akan meminta dengan cara yang keras dan kejam. Bapak boleh lapor polisi, kami tidak takut ...." Begitu antara lain bunyi surat yang diterima oleh keluarga Supardjimali, yang tinggal di Kampung Nyutran, Yogyakarta. Surat bernada ancaman yang ditulis tangan itu disertai denah, yang menunjukkan tempat uang yang diminta harus diletakkan. Pengirimnya menamakan diri -- sama sekali tidak menyeramkan -- Parjiono dan kawan-kawan. "Saya bergetar membaca surat itu," ujar guru SMP Negeri V Yogyakarta itu. Ia lantas menghubungi ketua RK setempat, dan mengontak polisi. Pelacakan dilakukan, dan, eh, tersanvka vemeras akhirnya bisa ditangkap dengan mudah. Dan jangan kaget. Dia bukan seorang bromocorah yang sudah biasa keluar masuk penjara. Dia tak lain Hari (bukan nama asli), seorang pelajar SMP berumur 15 tahun. Hari-hari ini, remaja tampan bertubuh tegap yang pendiam itu diadili secara tertutup di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Senin pekan ini, Jaksa Dharto menuntut si remaja itu hukuman 6 bulan penjara. Itu, kata jaksa, karena terdakwa ternyata bukan hanya telah mencoba memeras Supardjimali seorang. Dengan berlagak sebagai dukun yang sering kemasukan roh yang diberi nama Anak Mas, sekurangnya dia telah secara berkelanJutan memeras dua orang temannya. Korban pertama bernama Akhsan, pelajar SMP I Muhammadiyah. Lewat seorang pengemis -- mirip gaya penjahat dalam cerita detektif tahun 1950-an, misalnya serial Naga Mas -- sekali waktu dia menerima surat ancaman agar menyerahkan uang Rp 10 ribu. Bila tidak, ayah atau ibunya bakal tewas. Tjiptohudojo, ayah Akhsan, segera menebak, surat ancaman itu berasal dari Hari. Bukan apa-apa, sebab beberapa waktu sebelum itu Hari sudah sering meminta -- juga dengan ancaman -- agar Akhsan memberikan uang. Total, sampai hari itu, sudah Rp 80 ribu yang telah "disedekahkan" kepada pemeras. Wahyu Hindarto, siswa SMP BOPKRI, mengeluarkan lebih banyak lagi, Rp 100 ribu. Semula orangtuanya, tanpa syak, memberikan saja permintaan Wahyu. Tapi, begitu tahu uang tersebut akhirnya diberikan kepada Hari, pemberian disetop. Akibatnya, malah, Wahyu pun ketularan jadi "penjahat". Ia kemudian tak segan-segan mencuri uang milik ayah atau anggota keluarga yang lain. Hari rupanya memang sudah sedemikian jauh menggarap korban. Di rumahnya yang terasa kumuh dan kurang terawat, anak kedua dari empat bersaudara itu memiliki sebuah jalangkung. Mainan berupa boneka itu terbuat dari tempat sampah plastik, diberi tangan berupa bilahan bambu. Jalangkung, bagi yang percaya, dikenal sebagai sarana untuk mendatangkan roh halus. Hari mengaku bisa berhubungan dengan roh halus lewat jalangkung. Yakni, setelah pada suatu malam, tahun 1984 lampau, ia menyepi di pantai Parangtritis. Saat itu, katanya, ia didatangi seorang wanita cantik yang mengajaknya masuk ke dalam laut. Kira-kira, itulah Nyai Loro Kidul. Entah bagaimana cara Hari mempengaruhi Akhwan dan Wahyu, pokoknya kedua siswa SMP itu begitu percaya pada kehebatan si dukun remaja dengan jalangkungnya. Apa pun yang diminta Hari, mereka berusaha mengabulkannya. Apalagi Wahyu pernah dijanjikan oleh "murid Nyai Loro Kidul" itu akan diberi ilmu sinar, untuk bela diri. Ilmu itu begitu hebatnya, hingga hanya dengan gerakan tangan dari jarak jauh, bola lampu bisa pecah berantakan. Wahyu pernah membuktikannya. Hanya, katanya, "Saya bisa memecahkan bola lampu kalau Hari ada di dekat saya. Kalau saya sendirian, tak bisa." Kini, terbebas dari pengaruh Hari, ia mulai berpikir, lampu itu pecah jangan-jangan karena dihantam Hari entah dengan apa. Soalnya, setiap latihan itu, Wahyu diminta memicingkan mata. Meski begitu, kedua remaja itu hingga pekan ini belum berani terang-terangan melepaskan diri dari Hari. "Hari itu main ancam. Kalau keduanya telat datang, apalagi berani menyatakan diri keluar sebagai murid, mereka ditakut-takuti," ujar Ketua RK di kampung Hari tinggal. Tapi ayah Hari, Sutiman, juga kakak terdakwa, percaya betul kehebatan Hari. "Segala macam penyakit bisa dia sembuhkan," kata si kakak. Buktinya, dari mana-mana orang berdatangan meminta tolong. Pasien gila atau tunanetra bisa dia sembuhkan. Pernah juga seorang tukang sate meminta nomor buntut dan dia tak jadi bangkrut karena nomor yang diberikan Hari mengena. Yang jelas, suatu hari, karena penasaran, Pak Ketua RK meminta Hari agar menyuruh roh halus mendatangkan uang Rp 100 saja. Kalau bisa, Hari akan diberi uang kontan Rp 100 ribu. Ternyata, "Dia tak bisa apa-apa." Keluarga Hari memang bukan tergolong keluarga sejahtera. Ayahnya pernah menjabat Kepala Sekolah Teknik di Kulonprogo. Ibunya, yang meninggal hampir empat tahun lampau, pensiunan Tata Usaha sebuah SMP. Sejak 1968, ayah Hari praktis menganggur, karena ia menolak saat hendak dialihtugaskan ke Gunungkidul. Hari, anak kedua, dengan dua adik yang kini masih di SD. "Dia itu memang bandel," kata salah seorang keluarga Hari, "Sering membantah perintah orangtua." Di sekolah, Hari bukan termasuk murid bodoh. Nilai rapornya rata-rata 7. Dia tak suka berkelahi, tidak pula bisa dibilang badung. Kenakalannya yang terutama adalah karena dia kelewat sering membolos. Menurut sumber TEMPO, di depan sidang Hari mengaku, dialah memang yang membuat surat ancaman. Dia juga mengakui praktek pemerasan yang dilakukannya. Dan itu karena ia terpengaruh film cowboy dan detektif, dan Superman yang digemarinya. Agak aneh, karena dalam film-film itu, tak ada tokoh dukun apalagi jalangkung. Tampaknya ada perkembangan jiwa yang kurang beres pada remaja ini. Belum jelas apakah sidang memerlukan seorang psikolog. Dan juga tak diketahui, untuk apa saja uang hasil tipuan dan pemerasan itu. Siapa tahu Hari cuma diperalat. Surasono, Laporan Syhril Chili & E.H. Kartanegara (Biro Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini