Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Sudah Lunas, Ditagih Terus

Tunggakan kredit bimas di wilayah Asahan yang meningkat, menyebabkan bupati bertindak. Petani terbukti telah beres mengembalikan kreditnya. Ternyata uang setoran di mainkan oleh pegawai BRI. (krim)

3 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LAGI-lagi ada korupsi di bidang kredit Bimas. Dan tentu petani lagi yang jadi korban. Mula-mula, seperti yang terjadi di Kabupaten Asahan (Sumatera Utara), yang tampak hanya sejenis tunggakan pembayaran kembali kredit Bimas. Tak kurang dari Rp 600 juta uang negara tak disetorkan pada waktunya. Uang sekian itu, menurut ukuran di kabupaten itu, berarti setengah dari anggaran daerah (Rp 1,2 milyar) besarnya. Jika petani Bimas nunggak kredit, itu soal biasa. Ada yang memang bandel, tapi juga ada yang beralasan mengharukan: sawahnya diserang banjir atau hama wereng. Tapi selain itu, "memang ada penyelewengan orang-orang BRI (Bank Rakyat Indonesia)." Begitu keterangan Letkol Pol. Otto Simanjuntak, Komandan Kepolisian Asahan. Berapa jumlah uang negara yang dimainkan oleh pegawai BRI, sehubungan dengan pengembalian kredit Bimas, Otto belum bersedia menjelaskan. "Itu rahasia kepolisian," katanya. Namun satuan tugas (satgas) yang khusus dibentuk untuk menanggulangi kemacetan pengembalian kredit tersebut pimpinan Kapten Pol. Syahril (Komandan Kepolisian Kota Kisaran), kabarnya sudah memperoleh angka Rp 26 juta. Yaitu sebagian dari jumlah uang yang digelapkan dengan berbagai jalan oleh pegawai BRI. Satgas Syahril memang menyelusuri kantor-kantor BRI di 11 unit desa se Asahan. Hanya Kesilapan Adalah Bupati Asahan, Haji Abdulmanan, yang mula-mula merasa pening kepala. Tunggakan kredit Bimas di wilayahnya makin hari kian membuncit. Camat-camat, melalui ruang operasi kabupaten, dikerahkan untuk menagih langsung kepada petani. Pihak BRI dimintai daftar petani yang menunggak. Lantas para camat, dikawal polisi dan hansip, mencocokkan antara daftar penunggak dari BRI dengan para petani penerima kredit. Ternyata tak klop. Ada petani yang telah merasa melunasi kreditnya, tapi namanya tetap tertera di daftar BRI sebagai penunggak. Misalnya yang terjadi pada Siddik Matondang. Petani ini, seperti yang tercatat dalam kartu kitir (tanda pembayaran kredit), dapat membuktikan dirinya telah beres mengembalikan kreditnya. Tapi oleh tim penagih kredit bimas, yang membawa daftar penunggak dari BRI, Siddik tetap ditagih Rp 4.154,50. Merasa ditagih dobel, Siddik mengadu ke kantor kabupaten. Setelah diurus ke sana ke mari, ternyata pengaduan Siddik itu benar adanya. Begitu soal Siddik masuk ke kabupaten, petani-petani lain saling susul membawa urusan yang sama: sudah lunas, masih ditagih terus. BRI Tanjungbalai jadi sorotan. Kepala BRI-nya, Darmawijaya, bilang: "Tak ada manipulasi." Yang ada, "hanya kesilapan administrasi biasa saja." Tapi Bupati Abdulmanan, memperhatikan banyaknya apa yang disebut Darmawijayahanya sebagai kesilapan administratif menyerahkan urusan kepada polisi. Kerja polisi tak begitu berat. Hanya mencocokkan daftar penunggak dari BRI langsung ke petani yang bersangkutan. Didit, pegawai pembukuan BRI yang mula-mula ditangkap. Pegawai yang lain, antara lain Kepala BRI Unit Desa Kampung Rawang, Azwar Syarif, ditangkap di daerah Kabupaten Simalungun setelah berusaha menyembunyikan diri di sana. Anehnya tiga hari setelah polisi menangkapi pegawai BRI, mendadak BRI membuat pernyataan: bank telah berhasil memperoleh tagihan Rp 15 juta. Tak kurang dari Letnan Kolonel Otto sendiri yang merasa ada keanehan tengah terjadi. "Masak dalam tempo tiga hari saja sudah masuk duit Rp 15 juta?" kata Otto. Polisi, jadinya, makin memelototkan mata ke BRI -- tak hanya yang di unit desa. Tapi buat memeriksa langsung pembukuan bank -- untuk mencocokkannya dengan kitir yang dipunyai petani -- Otto mendapat kesulitan. Darmawijaya, Kepala BRI, tak mengizinkannya. Dia berlindung "demi rahasia bank." Pun, agaknya -- begitu orang-orang di Asahan pada menggerutu -- polisi tak hanya berhadapan dengan rahasia bank semata. Lebih dari itu, polisi kabarnya juga harus berhadapan dengan beberapa penjabat yang hendak menanggung oknum-oknum BRI tersangka penyelewengan, agar tak usah masuk tahanan. Hanya Otto meyakinkan, "jangan khawatir dulu -- perkara pasti akan kita teruskan ke pengadilan." Jadi tenang-tenang saja dulu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus