Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Rudy Soik Datangi Komnas HAM Usai Dipecat Polda NTT

Rudy Soik meminta pendampingan dan perlindungan Komnas HAM serta Komnas Perempuan, karena istrinya sempat dicegat polisi.

25 Oktober 2024 | 13.14 WIB

Ipda Rudy Soik memberikan pernyataan pada wartawan saat akan melaporkan teror-teror yang dialaminya ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Gedung LPSK Jl. Raya Bogor, Jakarta, Kamis, 24 Oktober 2024. TEMPO/Dede Leni Mardianti
Perbesar
Ipda Rudy Soik memberikan pernyataan pada wartawan saat akan melaporkan teror-teror yang dialaminya ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) di Gedung LPSK Jl. Raya Bogor, Jakarta, Kamis, 24 Oktober 2024. TEMPO/Dede Leni Mardianti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Inspektur Dua Rudy Soik, polisi yang dipecat karena membongkar mafia BBM Ilegal di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), mendatangi kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), hari ini. Rudy, yang didampingi kuasa hukumnya, mengadukan dugaan diskriminasi oleh Polda Nusa Tenggara Timur (Polda NTT).

"Rudy akan meminta pendampingan dan perlindungan Komnas HAM, setelahnya juga langsung ke Komnas Perempuan," ucap kuasa hukum Rudy, Ferdy Maktaen pada Jumat, 25 Oktober 2024

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ferdy menuturkan, Rudy dipecat secara tidak adil lewat keputusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) oleh Komisi Kode Etik Polisi (KKEP). Selain itu, Rudy dan keluarga juga mengalami berbagai macam teror, salah satunya pencegatan terhadap istrinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Ancaman itu sudah mulai sejak proses sidang PTDH, dengan berbagai macam isu, kejadian. Bahkan ada lagi isu yang sudah berkembang, sudah pasang penyadap, mulai drone, terus ambil gambar foto rumah, terus kemudian pencegatan terhadap istri Rudy,” ucap Ferdy pada Kamis, 24 Oktober 2024.

Kasus Rudy Soik

Rudy adalah personel Polres Kupang yang mengungkap kasus penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Dia menyelidiki kasus itu setelah terjadi kelangkaan BBM yang seharusya disalurkan untuk para nelayan di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Dia sempat menyegel lokasi yang diduga menjadi perlindungan BBM ilegal tersebut. Namun, Rudy dilaporkan oleh pemilik tempat itu ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda NTT.

Akibat laporan itu, Rudy dianggap melanggar kode etik. Sidang Komite Kode Etik Polri (KKEP) kemudian menjatuhkan vonis pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Rudy. Sanksi tersebut tertuang dalam Petikan Putusan Nomor: PUT/38/X/2024, tertanggal 11 Oktober 2024. Tak terima dengan keputusan itu, Rudy pun mengajukan banding.

Pasca-perlawanan itu, Propam Polda NTT sempat berupaya menahan paksa Rudy. Sejumlah personel Propam Polda NTT sempat mendatangi kediaman Rudy untuk menahannya, namun Rudy menolak. 

Polda NTT mengklaim Rudy hendak ditahan karena pelanggaran lain. Ada sejumlah pelanggaran etik yang diduga dilakukan Rudy Soik sebelumnya, termasuk tidak masuk kantor.  

Sebuah kelompok masyarakat yang menamakan dirinya sebagai Aliansi Peduli Kemanusiaan Kota Kupang menuding Rudy Soik terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Mereka sempat menggelar unjuk rasa di depan Markas Polda NTT pada Senin lalu, namun tidak membuat laporan polisi.

Pilihan Editor: 
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto Tunjuk 4 Pelaksana Tugas, Percepat Masa Transisi

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus