Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Saham palsu berbuntut pahit

Sutrisno lukito terbawa-bawa karena mercedes benz yang dijualnya tidak dilakukan balik nama. akan menuntut? ''silakan saja tuntut,'' kata jaksa agung.

17 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGALAMAN ini memang pahit bagi Sutrisno Lukito, 39 tahun, Nicky Lukito, 23 tahun, dan ayah mereka, Buntara Lukito, 69 tahun. Nama mereka justru disebut di media massa sebagai ''keponakan'' Lukman Hartono dan Herlina Salim, dua tersangka pemalsu saham. ''Jangankan ada hubungan famili, kenal saja pun tidak,'' kata Sutrisno kepada wartawan Kamis pekan silam. ''Kalau perlu, wajah saya tayangkan di televisi, apakah saya pernah bertemu dengan Lukman dan Herlina,'' ujar Sutrisno. Sebelum menjadi bulan-bulanan, langkah pertama dari Sutrisno yang sehari-hari developer itu adalah menjernihkan namanya dan keluarganya. Apalagi sejak tersebarnya berita pemalsuan saham itu nama mereka dimasukkan dalam daftar cegah tangkal (cekal) oleh Imigrasi. Sebelumnya beberapa tetangga Sutrisno di Jalan Tawakal, Jakarta, sempat sinis kepadanya. ''Bahkan ada yang telepon sekadar untuk mengumpat kami,'' ujarnya. Anak kedua dari sepuluh bersaudara itu mengaku tidak mengerti kenapa namanya dicantumkan sebagai keponakan Lukman dan Herlina. Pada saat terbongkarnya skandal saham palsu itu Sutrisno sedang berbulan madu di Eropa. Kemudian adiknya, Nicky Lukito, memberitahukan ada yang bertanya tentang kepemilikan mobil Mercedes yang sudah dijualnya pada 21 Februari tahun lalu. ''Ternyata tidak sekadar soal mobil itu saja, ada pula berita tentang nama saya, bersama ayah dan adik saya, dimasukkan dalam daftar dicekal sehubungan kasus saham palsu itu,'' katanya. Akibatnya, menurut Sutrisno, ibunya kini shock. Keluarga istrinya juga sibuk menanyakan ''kualitas'' si menantu. Karena itu ia dan istrinya memutuskan segera pulang ke Jakarta. ''Untuk meng-clear-kan masalah ini, terutama yang menyangkut nama diri saya dan keluarga,'' ujarnya. Terbawa-bawanya nama Sutrisno dan keluarga Lukito dalam berita pemalsuan saham itu tidak terlepas dari namanya yang jelas tercantum dalam STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) Mercedes Benz yang dipakai Lukman dan Herlina selama berdagang saham di Bursa Efek Jakarta. Nama dalam STNK itu nama Nicky Lukito. Mobil warna hitam berpelat nomor Jakarta yang dibelinya pada 1989 itu, sejak dijual Sutrisno, tidak dilakukan balik nama. Dan ketika dilacak, baru diketahui mobil itu sudah lebih dari tujuh kali berpindah tangan. Anehnya, selama ini tidak ada yang meminjam KTP Sutrisno (seperti tercantum dalam STNK) itu ketika akan membayar pajak dan memperpanjang STNK tadi. Sementara itu pihak Kejaksaan Agung sudah menyebutkan nama keluarga Lukito dalam daftar cekal meskipun yang ditulis di sana ada yang keliru. Nama Nikcy Sutrisno, misalnya, ditulis Ricky Lukito. Buntara Lukito, yang lumpuh dan buta, dicantumkan Buntaran Lukito. Hanya nama Sutrisno Lukito yang benar ditulis. Kejaksaan Agung bukan tanpa alasan masukkan nama ketiga mereka itu dalam daftar cekal dan merelisnya. ''Cekal itu harus segera dilakukan. Bila nanti terjadi kekeliruan, itu bisa dicabut,'' kata Soeparman, Kepala Humas Kejaksaan Agung kepada wartawati TEMPO Nunik Iswardhani. Setelah dianggap keliru, mulai Selasa pekan ini nama Sutrisno dan keluarganya dalam daftar cekal itu kabarnya dicabut lagi. Walaupun pihak keluarga Lukito sudah membantah tidak ada hubungan dengan Lukman Hartono dan Herlina Salim, pihak kejaksaan tidak menilainya selesai. Hingga Senin lalu mereka masih dimintai keterangan. ''Pemeriksaan terhadap penggunaan mobil itu harus kita tuntaskan dulu,'' kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, A. Soetomo. Nama Sutrisno dan keluarganya yang dikaitkan dengan Lukman dan Herlina berasal dari bahan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal), yang kemudian dibagikan kepada wartawan. Bahan itu mencantumkan, antara lain, hubungan Lukman dan Herlina yang sekaligus menunjukkan Sutrisno, Nicky, dan Buntara sebagai ''keponakan'' dua tersangka yang sudah kabur entah ke mana itu (TEMPO, 10 April 1993). Menurut Amir Syamsudin, kuasa hukum keluarga Lukito, pihaknya sedang melihat sikap dari sumber penyebar berita itu. ''Kami tidak segan-segan menggunakan upaya hukum terhadap orang yang menjadi sumber pencemar nama keluarga Lukito,'' katanya. Ketua Bapepam sendiri, Soekanto Reksohadiprodjo, ternyata menolak disebut sumber ''pencemar nama'' itu. Daftar nama itu diperolehnya dari Mashill Sekuritas pihak yang kecolongan Rp 3 miliar karena kasus saham palsu. Hingga Senin pekan ini TEMPO sulit menghubungi Makki Widjaja, bos Mashill Jaya Sekuritas, yang menurut stafnya, ''sedang sibuk di luar kantor'' walau Makki kabarnya tidak meminta Soekanto menyebarkan daftar nama itu kepada pers. ''Katanya era keterbukaan, makanya daftar itu saya bagi kepada Kejaksaan Agung dan wartawan,'' kata Soekanto. Dan urusan selanjutnya terserah pada kewenangan kejaksaan. ''Karena merekalah yang menyidiknya. Kalau tidak benar, ya, sebaiknya diumumkan juga,'' katanya. Tentang Sutrisno dan keluarganya mungkin menuntut, pihak Kejaksaan Agung juga siap. ''Silakan saja tuntut,'' kata Jaksa Agung Singgih kepada TEMPO. Terlepas dari tantangan akan menuntut itu, hingga pekan ini jumlah yang ditemukan sudah 1.827.900 saham palsu. Dan jumlah ini bukan tidak mungkin bakal membengkak lagi. Gatot Triyanto, Dwi S. Irawanto, dan Andy Reza Rohadian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus