Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Vonis mati di musiwaras

Buntut bentrokan antardesa. anggota dprd itu dibunuh ketika sedang numpang lewat. ''saya membela desa saya,'' kata sodikin.

17 April 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SODIKIN bin Abubakar, 26 tahun, tafakur mendengar putusan hakim yang diketuai Oom Komanda. Majelis hakim di Pengadilan Negeri Lubuklinggau, Musiwaras, Sumatera Selatan itu memvonis mati petani Desa Rantaukadam ini, 5 April lalu. ''Hukuman itu terlalu berat. Padahal, saya membela desa saya yang selalu menjadi korban amukan warga Kampung Dapo,'' ujar ayah tiga anak itu kepada Aina Rumiyati Azis dari TEMPO. Menurut hakim, Sodikin secara berencana membunuh Ismail Hasyim, warga Desa Karangdapo, pada 17 September 1992. Jasad anggota DPRD Musirawas itu ditemukan di Sungai Rawas. Kedua telinga dan hidungnya lenyap, dan tubuhnya penuh bekas sayatan parang. Selain Sodikin, Zulkifli, Firzen Heri, Khairul Indawan, Badri Zamali, Eka Putrawan, dan Lusi Tarsani, yang berusia 12 hingga 25 tahun, divonis 12 tahun penjara. Mereka bersekongkol dengan Sodikin. Nandung, 27 tahun, yang dituduh menghasut dan ikut dalam pembunuhan itu, dalam sidang terpisah dihukum seumur hidup. Peristiwa itu, menurut jaksa, berawal dari dendam Nandung terhadap Amran, warga Desa Karangkapo. Amran, kata Nandung, biang kerusuhan. Sebab itu, warga kedua desa yang dipisahkan hutan 200 meter dan bermusuhan sejak 1989 itu tidak reda. Nandung dendam karena punggungnya dibacok Amran sepulang dari perhelatan perkawinan. Sebelumnya Amran juga kepergok mengiris ban sepeda motor keponakannya. Kesal diteror, Nandung mengajak Sodikin untuk membalas. Keduanya menunggu Amran lewat. Begitu Amran dan konconya, Yusri dan Herman, melintas, Sodikin membidiknya dengan senapan kecepek senapan buatan sendiri yang digunakan untuk berburu babi. Luput. Karena meleset, Nandung dan Sodikin kabur ke hutan. Amran dan kawannya melihat pelakunya. Mereka naik darah, dan menusukkan pisau ke perut Ida Royani, warga Rantaukadam. Anak kelas dua SD yang sedang berjalan bersama ibunya itu tewas. Pembunuhan itu menyulut emosi warga. Mereka memburu Amran. Sialnya, Ismail Hasyim yang lewat. Tahu nyawanya terancam, ia kabur ke rumah pamannya Hasyim bin Mu'in. Warga mengejarnya. Kakek berusia 60 tahun itu jatuh di tangga rumah. Pada saat itulah massa menghajarnya. Amukan itu baru berhenti ketika Ismail berteriak: ''Allahu Akbar!'' Dengan tertatih-tatih Ismail naik ke rumah dan bersembunyi di dalam bilik. Dua jam kemudian Sodikin menggebrak. Ismail berteriak: ''Jangan bunuh saya. Saya anggota DPRD.'' Mereka tidak peduli. Ismail yang sudah luka parah itu digelandang ke gorong-gorong dekat puskesmas dan dibunuh. Mayatnya kemudian dihanyutkan ke Sungai Rawas. Tewasnya Ismail membakar emosi warga Karangdapo. Amran menggalang warganya untuk membalas. Dengan mengendarai mobil Kijang, mereka memburu Nanguning, kepala transmigran SP V Mandala, bekas kepala desa Rantaukadam. Nanguning tewas, tetapi istrinya, Siti Ani, yang babak-belur, selamat. Juga Syahrir Roni, guru di madrasah, dalam perjalanan pulang, dikeroyok tapi selamat. Akibat pertumpahan darah itu, penduduk takut, dan ekonomi desa macet. Kapolda Sumatera Bagian Selatan dan Kodam Sriwijaya mengirim 100 anggotanya. Lima hari setelah kejadian, Amran, Yusri, dan Herman tewas tertembak petugas ketika melarikan diri dengan perahu. Lima pembunuh Nanguning, yakni Rowi Mardi dan Sofian Efendi, dihukum 16 tahun penjara. Sedangkan Ridwan, Arifin, dan Firdaus divonis 18 tahun penjara. Sri Pudyastuti R.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus