Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUMAH itu tampak mentereng dibanding rumah-rumah di sekitarnya. Terletak di atas lahan sekitar 800 meter, Bangunan terdiri atas tiga bagian. Bangunan di tengah berwarna kuning, diapit dua bangunan lain yang masing-masing berlantai dua.
Di pelataran depan, sejumlah pohon buah-buahan seperti mangga membuat teduh suasana. Sementara di bagian belakang, dua pendapa berarsitektur Bali berdiri berdampingan mengisi pojok kiri halaman. Tampak pula beberapa ekor angsa bercengkerama.
Pada garasi yang berada di kanan rumah bertengger mobil Chrysler dan Volvo warna hitam mengkilap.
Di rumah itulah Nabiel Makarim, bekas Menteri Lingkungan Hidup, kini tingal bersama keluarganya. Sejak tak lagi duduk di kursi kabinet, Nabiel memboyong keluarganya ke rumah baru yang terletak di Jalan Kebagusan Dalam, Jakarta Selatan. Kawasan yang relatif masih rimbun di Jakarta.
Dibanding dengan kediaman Nabiel sebelumnya, yang berada di kompleks Billimoon, Kalimalang, Jakarta Timur, rumahnya yang sekarang ini jauh lebih luas dan adem. Apalagi, akses ke luar pun kini gampang dan lancar. "Di Kalimalang itu sangat macet," kata Nabiel. Barangkali karena itulah rumahnya di Billimoon itu sudah dia jual.
Nabiel tinggal bersama istri dan satu anaknya di bangunan sebelah kanan. Ada pun bangunan tengah khusus ia rancang sebagai tempat menerima tamu atau kongkow dengan sejawatnya. Kendati sudah pensiun, tamu yang datang ke rumah Nabiel tetap banyak. "Rumah ini terbuka untuk siapa pun," katanya.
Di ruang tamu yang dihiasi kolam ikan yang melingkar, terdapat empat buah tiang membentuk persegi empat. Tiang-tiang itu tak menyanggah apa pun. "Ini rumah tipe posmo, bukan gaya minimalis," ujar Nabiel. Menurut Nabiel, rumah ini sebelumnya milik seorang pengusaha yang lama tidak ditempati.
Rumah barunya inilah yang sempat menjadi gunjingan sejumlah tokoh LSM. Ada yang mengaitkan rumah mewahnya itu dengan perusahaan Monsato, perusahaan tanaman transgenik asal Amerika yang pernah menyuap sejumlah pejabat di Indonesia untuk melapangkan bisnis mereka di Indonesia. Nabiel menampik tuduhan itu. "Tidak ada itu," ujarnya tegas.
Ada pula yang mengaitkan rumah barunya ini dengan Presiden Megawati. Nabiel kini memang "bertetangga" dengan Megawati. Dari Jalan Kebagusan Dalam di depan rumahnya itu, jika berjalan lurus, akan sampai ke kediaman Megawati Soekarnoputri. "Makanya ada yang bilang rumah ini dikasih Bu Mega. Enak saja," katanya kepada wartawan Tempo Muchamad Nafi yang bertandang ke rumahnya. Di bawah ini petikan wawancara dengan Nabiel, Rabu pekan lalu.
Dalam berita SEC (Badan Pengawas Pasar Modal Amerika Serikat) yang dilansir surat kabar The Asian Wall Street Journal, Anda dikatakan menerima uang US$ 50 ribu dari Michael Villarreal. Bagaimana tanggapan Anda?
Tampaknya US$ 50 ribu itu memang keluar. Kalau tidak, tidak ada berita itu. Tapi, saya tidak menerima itu. Saya yakin staf saya juga tidak menerima. Kantor Kementerian Lingkungan Hidup selama dipimpin Pak Sony (Sony Keraf) dan saya tidak pernah mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan Monsanto.
Kami tetap minta amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) dibuat. Waktu itu, yang saya lakukan, pertama, mengatasi masalah Monsanto ini, dan kedua, mengetahui apa transgenik itu. Ini karena setelah Monsanto akan ada yang lain. Nah, untuk Monsanto kita tidak punya legalitas lain selain amdal. Sampai akhirnya mereka pergi, tuntutan kita tetap sama, harus ada amdal.
Seberapa jauh Anda kenal dengan Michael?
Saya kenal dia sebagai konsultan. Anda lihat rumah saya terbuka. Siapa pun bisa bertemu asal saya di rumah. Michael sering datang ke rumah saya. Dia kemudian menjadi teman anak saya. Dia juga pernah datang membawa istrinya. Saya bilang sama istri saya, ini bukan rumah pribadi, ini rumahnya negara dan harus dibuka. Hanya ruang atas yang pribadi. Kadang-kadang Michael membawa orang. Yang terakhir, dia membawa satu kelompok orang, katanya mau memasukkan pupuk dari luar. Saya cek, ternyata itu limbah B3 (bahan beracun berbahaya). Saya tolak.
Apakah Anda terus mengikuti penyelidikan KPK atas kasus Monsanto?
Saya tidak mengikuti. Saya pernah makan siang sama Pak Erry (Erry Riyana Hardjapamekas, Wakil Ketua KPK). Waktu itu juga ada wartawan dari luar negeri. Saya bilang kepada Pak Erry: "Pak, itu duit pasti keluar. Kalau tidak, ya tidak akan ribut. Cuma, ke mana duit itu, kami tidak pernah meminta, tidak pernah ditawari, tidak pernah membahas uang."
Menurut Anda, apakah KPK harus terus mengusut kasus Monsanto ini?
Harus. Kalau ada yang salah, ya bawa ke pengadilan. Saya lihat kerja KPK bagus, serius. Negara ini sejak 1950-an sudah melakukan banyak gerakan antikorupsi tapi hasilnya tidak ada. Sekarang KPK kelihatannya jalan.
Anda melihat KPK serius mengusut kasus penyuapan Monsanto itu?
Iya, tapi saya tidak tahu mereka mau ke mana. Harus diselesaikan, jangan mengambang.
Kalau ternyata nanti arahnya ke staf Anda atau bahkan Anda sendiri?
Kita lihat saja. Saya yakin staf saya tidak sampai ke sana. Saya juga. Saya punya reputasi, lho. Masak, reputasi saya selama 35 tahun cuma dikorbankan untuk US$ 50 ribu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo