GARA-gara diminta mempertanggung jawabkan perbuatannya, Sugiarto, 22 tahun, tega menyudahi hidup pacarnya. Padahal, beberapa jam sebelumnya, ia sempat bergandengan tangan, mesra, dengan kekasihnya yang sedang hamil dua bulan itu. Kejadiannya di Pedukuhan Putat, di suatu pagi, pertengahan bulan lalu. Serombongan petani yang akan mencari rumput di kawasan Kecamatan Imogiri, Yogyakarta, itu menemukan mayat seorang wanita berkaus merah muda. Sosok itu tergeletak di sela kebun tembakau, di bawah jurang Siluk. Di lehernya memar, berbelit tali rafia kuning. Rok bawahnya tersingkap, tak keruan. Pada kelaminnya, biadab, ditancap sebatang kayu sonokeling. Sebuah dompet abu-abu tergeletak, tak jauh dari posisi korban. Isinya: uang logam, dua lembar foto berwarna korban, dan kartu nama Handoko. Juga sepucuk surat cinta, sudah kumal, berasal dari "Sayangmu, Tri". Hari itu juga, polisi bergerak. Tentu, orang pertama yang dicari dan diperiksa adalah Handoko. Tentu saja dia terkejut mendengar kejadian itu. Apalagi Surami, si korban, yang sudah dua tahun bekerja padanya itu dikenal rajin dan jujur. Pengusaha modiste Royal ini mengaku bahwa Surami bekerja sebagai pembantu di rumahnya. "Kemarin dia minta izin mau ke Semarang dan saya kabulkan," tutur Handoko. Dari Handoko diperoleh nama Sukisno, kakak korban. Menurut Sukisno, adiknya yang berusia 18 tahun itu memang pamit, mau pulang ke desanya, di Karang Tengah, Wonosari, Gunungkidul. "Saya tidak curiga dan tak punya firasat apa-apa," katanya. Ia juga menjelaskan, Surami punya pacar bernama Sugiarto alias Tri. Tatkala polisi mendatangi rumah kontrakannya, sekitar 500 meter dari tempat Surami bekerja, Sugiarto masih tidur pulas. Buruh serabutan atau mocok-mocok itu tergagap menjawab pertanyaan polisi. Dia mengaku usai bergadang. Tapi begitu disodorkan foto korban, Sugiarto alias Tri mengaku pergi bersama korban di malam kejadian itu. Dalam pemeriksaan diketahui, ada percikan darah membekas di lengan baju kausnya. Maka, sembari menangis, lelaki pendiam ini langsung mengaku telah membunuh Surami. Dalam upaya rekonstruksi, dengan lancar ia menunjukkan lokasi pembunuhan terhadap pacarnya. Di tengah malam itu, begitu penuturan Tri, dia sedang berjalan-jalan bersama Surami di Malioboro. Tiba-tiba kekasihnya itu tampak bingung, dan minta diantarkan pulang ke kampung. Ketika mereka berjalan bergandengan tangan, mencari kendaraan umum, Surami merajuk, "Mas, saya minta pertanggungjawabanmu. Saya sudah hamil dua bulan." Tri terkejut. Mereka naik Colt. Bukan ke rumah majikan Surami, tapi menuju kawasan peristirahatan Parangtritis. Di Dukuh Putat, mereka turun. Bergandengan tangan lagi, sambil berjalan, Surami mengulangi permintaannya. Saat itulah mereka cekcok. Surami ditampar. Surami didorong ke jurang Siluk. Surami disusul, dan dihujani jotosan. Tak hanya itu, Tri mencari tali rafia. Dalam kesempatan itulah ia menjerat leher Surami. Merasa belum yakin pacarnya sudah mati, Tri memilin leher Surami hingga berbunyi krek, krek. Lalu Tri yang hatinya sudah dirasuki setan itu mengambil kayu, dan menusuk ke liang kelamin kekasihnya itu. Dalam pemeriksaan, dan rekonstruksi akhir Juni lalu, Tri menyatakan tak sadar menghabisi nyawa Surami. Tapi tuduhan Surami, bahwa benih dalam kandungannya berasal dari dia, membuat ia tersinggung. "Saya hanya pacaran dan tak sampai berbuat begitu kok," ujarnya. Kehamilan Surami tak diketahui keluarganya. "Selama ini ia tak pernah bilang," tutur Nyatimin, kakaknya. "Tapi, memang, belakangan ini ia nampak selalu murung," tambahnya. Bagi keluarganya, itu wajar karena Surami lagi kasmaran. Malah mereka senang, adiknya punya pacar mahasiswa. Tri yang sebentar lagi disidangkan, pernah mengaku: ia masih kuliah sambil kerja. Happy Sulistyadi, Laporan Aries Margono (Biro Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini