Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Sebuah Eksekusi Di Desa Tanjung

Di desa tanjung (subang), jawa barat, seorang pencuri, denge, dijatuhi hukuman mati oleh rapat pamong desa. lurah desa, Ade Saenan bersama 6 pamong dan 2 warga desa, ditahan polisi.(krim)

26 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUMAH tahanan kepolisian Subang, Jawa Barat, seperti berubah menjadi kantor kelurahan belakanean ini. Orang ramai berkunjung ke sana, beberapa di antaranya, menyodorkan surat-surat ke dalam sel. Ade Saenan (31 tahun), kepala Desa Tanjung yang mendekam di dalam sel segera menandatanganinya. "Saya masih tetap kepala desa karena. belum diskors bupati," kata Ade. Kepala desa tersebut ditahan sejak 12 Maret lalu dengan tuduhan cukup berat: mendalangi pembunuhan berencana atas seorang warga desanya. Bersamanya dalam tahanan enam pamong dan dua warea desa. Ada apa ramai-ramai masuk tahanan Kejadiannya bermula, awal Februari lalu ketika Denge alias Yohny (28 tahun) ribut dengan istrinya. Keributan itu sedemikian rupa sehingga Warta, tetangga sebelah rumah, merasa terganggu. Ia menegur. Tapi Denge, yang agaknya sedang kalap, mengancam akan membunuhnya. Terbirit-birit Warta lari menuju rumah Cashadi yang menjabat wakil kepala desa. Hansip pun segera dikerahkan "mengamankan" Denge ke rumah Ade Saenan. Di desanya Denge memang tak begitu disenangi. Lelaki bertubuh tinggi besar itu dikenal tukang menggaet Jemuran dan suka mencuri ayam tetangga. Ia sudah beberapa kali berurusan dengan polisi - meski belum pernah sampai ke peneadilan. Mempertimbangkan reputasi jelek Denge, malam itu juga Ade memerintahkan, Denge ditahan dengan kawalan Hansip. Dua hari kemudian, Ade meneundang pamong desanya untuk membicarakan masalah Denge. Akhirnya diputuskan agar penjahat kelas teri yang suka bikin ulah itu dihukum mati saja. Ade, begitu menurut hasil penyidikan polisi kemudian, memerintahkan Wargi (wakil komandan Hansip) Madiksan (anggota Hansip) dan Syamsuddin (pamong) mengeksekusi keputusan rapat pamong desa. Dengan tangan terikat ke belakang, pada suatu malam, Denge digiring ke pinggir sungai di tepi desa. Kepala si pesakitan dibenamkan, beberapa kali, sampai mintaminta ampun. "Kami tak tega membunuhnya karena dia sudah minta ampun," kata Syamsuddin pekan lalu kepada TEMPO. Ade tidak puas ketika mendengar laporan bahwa Denge masih hidup. Esok harinya ia menyuruh Rusdi alias Bancet bertindak sebagai algojo. Sehari-hari Bancet membuka usaha warung kopi dan dikenal sebagai anggota grup kesenian tarline. Bancet sebenarnya ingin menolak. Tapi, "saya dipaksa dan kalau tak mau melakukan akan dituduh berkomplot dengan Denge," katanya dari balik jeruji besi kamar tahanan. Maka pada Sabtu malam, 9 Februari, kembali Denge berhadapan dengan algojo. Dengan tangan terikat ke belakang Denge diarak menuju pekuburan desa. Rupanya segala sesuatunya telah dipersiapkan: Puluhan warga desa menyambut arak-arakan Denge dan sebuah lubang telah pula digali. Di tepi lubang itu, di kegelapan malam yang dingin, Bancet mengayunkan kapaknya dua kali - tepat mengenai batok kepala Denge. Korban tersungkur masuk liang dan penduduk segera menimbuninya dengan tanah. Belakangan, ketika mayat Denge dibongkar, dokter Edi dari RSU Suban berkesimpulan bahwa korban masih -hidup saat dikuburkan. Cerita pembunuhan itu nyaris terkubur bersama hilangnya Denge. Apalagi di atas kuburan telah ditanami rumput dan batang pisang untuk menghilangkan jejak. Penduduk pun yang diam-diam senang karena pengacau desa mereka telah tiada, merasa cerita pembunuhan Denge menjadi rahasia mereka pula. Namun rahasia Desa Tanjung akhirnya bocor juga. Seorang guru SD, melapor dan polisi turun tangan tak lama kemudian. "Saya sampai sembahyang tahajud agar bisa membongkar perkara ini," kata Capa A. Supardi, Dansek Cipunagara. Bupati Subang, Sukanda Kartasasmita, belum bertindak apa-apa. Tentu saja karena belum ada vonis pengadilan yang menyatakan Ade bersalah. "Tetapi kalau tuduhan itu betul, alangkah kejamnya dia," kata Sukanda. Bupati menunjuk seorang penjabat sementara menggantikan Ade. Sebab, meski Ade belum dipecat, "kalau pemerintahan desa pindah ke sel tahanan, kan tidak lucu," kata Sukanda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus