Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Setelah Pertemuan Batal

Pertemuan pers dengan instansi penegak hukum dibatalkan ketua PWI Jaya, Zulhermans, menyebabkan Azhar Achmad mengundurkan diri sebagai ketua lembaga pembela wartawan Jakarta. Zulhermans disuruh minta maaf.

28 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SAMPAI ke langit pun akan saya hadapi, bila itu menyangkut tanggungjawab saya sebagai ketua suatu organisasi", komentar Zulharmans, Ketua PWI Jaya terhadap putusan perdata yang menyangkut dirinya. Hakim Abdul Samad SH dua pekan lalu memerintahkan Z meminta maaf secara terbuka kepada Azhar Achmad SH, bekas Ketua Lembaga Pembela Wartawan Jakarta melalui dua buah suratkabar. Bukan saja Z yang menyatakan naik banding terhadap putusan itu. Juga M. "Saya tidak senang, meskipun menang", katanya. "Baru sekali ini, seingat saya, ada putusan pengadilan di mana tergugat diharuskan minta maaf lewat koran". Dalam gugatannya tahun lalu AA minta Z diharuskan membayar ganti rugi Rp 500 juta. Bersamaan dengan gugatan perdata, AA juga mengajukan pengaduan ke kejaksaan. Sengketa perdata ini bertolak dari masalah batalnya pertemuan pers degan instansi-instansi penegak hukum tingkat pusat 24 Juni 1976. Waktu itu A ditunjuk sebagai ketua pelaksana pertemuan. Pada 22 Juni ada surat pembatalan pertemuan dari Ketua PWI Jaya -- dengan alasan pertemuan tersebut tidak diketahui oleh PWI Pusat. Keesokan harinya AA mengundurkan diri dari jabatannya selaku Ketua Lembaga Pembela Wartawan Jakarta. Dalam siaran persnya, PWI Jaya mengatakan bahwa pembatalan pertemuan pers tersebut dilakukan karena panitia tidak melaksanakan garis-garis kebijaksanaan PWI Jaya. Maka untuk menghindari ekses negatif, setelah berkonsultasi dengan PWI Pusat dan Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika, PWI Jaya mengambil sikap demikian. Pelaksanaan pertemuan itu selanjutnya ditangani PWI sendiri. PWI Jaya menerima pengunduran diri AA. Atas siaran pers tersebut Azhar minta supaya diadakan rapat anggota PWI Jaya. Tapi permintaan itu tak mendapat tanggapan. AA kemudian merasa namanya dicemarkan. Itulah yang mendorongnya mengajukan gugatan perdata ke alamat Z, Ketua PWI Jaya, dan Harmoko, Ketua PWI Pusat dan Pemimpin Redaksi Pos Kota. Menurut dia, Z dan H telah menyalahi prosedur organisasi dengan maksud mencemarkan nama baiknya. Para tergugat menolak gugatan tersebut, karena tidak jelas dan sangat prematur. Z maupun H samasekali tak bermaksud mencemarkan nama baik yang bersangkutan. Kalaupun PWI mengeluarkan siaran pers, maksudnya hanya supaya masyarakat jangan sampai salah mengerti. Para tergugat sekarang balik menggugat AA untuk membayar pula Rp 500 juta. Dalam keputusan pengadilan tersebut, hakim mengingatkan Z untuk membayar uang paksa Rp 50 ribu setiap hari ia lalai melaksnnakan perintah pengadilan. Juga supaya Z mencabut siaran pers PWI Jaya, Juni 196, yang menurut pengadilan mencemarkan nama baik AA. Lalu tentang H, menurut pengadilan, ia tak terbukti ikut bertanggunawab atas kekisruhan sipil itu. H hanya memuat siaran pers PWI dalam koran yang dipimpinnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus