Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Setelah raja memberi ampun

Pn surakarta menjatuhi hukuman masing-masing 8 bulan penjara terhadap sumpeno & mohammad muna imron kedua tukang las itu dituduh karena kelalaiannya, menyebabkan keraton surakarta terbakar lagi.

19 Desember 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBENARNYA, Raja sudah memberinya ampun. Tapi Sumpeno dan Mohammad Muna Imron tetap dihukum oleh Pengadilan Negeri Surakarta, masing-masing 8 bulan penjara, 4 Desember lalu. Kedua tukang las itu dituduh karena kelalaiannya telah menyebabkan Keraton Surakarta -- yang sedang diperbaiki akibat dimakan api, dengan biaya lebih dari Rp 3 milyar -- terbakar lagi. Bersama 500 orang lainnya, Sumpeno dan Imron merupakan pekerja yang ikut ambil bagian dalam pembangunan kembali keraton yang terbakar awal 1985 dan akan diresmikan 17 Desember ini. Senja hari 10 Juli 1987, kedua tukang las ini pulang paling belakangan. Mereka asyik menyelesaikan pekerjaan pengelasan talang air pada atap bangunan Malige -- semacam teras dari Pendapa Sasono Seweko, tempat raja biasa menerima tamu agung. Talang air dari bahan tembaga itu membara ketika ditembak semburan api kebiru-biruan dengan titik panas mencapai 600 C. Setelah rampung, lalu disiram dengan air, dan mereka berdua pulang. Tapi, satu jam kemudian, asap mengepul di atap Malige itu. Daliman, komandan keamanan Keraton, yang menyaksikan pertama kali, segera memerintahkan anak buahnya mengontak petugas pemadam kebakaran. Dan Keraton pun geger Raja beserta putrinya terkejut dan tergopoh-gopoh menuju ke tempat kejadian. (TEMPO, 18 Juli 1987, Nasional). Dalam pengusutan, sumber api diketahui datang dari tempat pengelasan sorenya. Maka, Sumpeno dan Imron langsung didakwa sebagai penyebabnya. "Air yang dipakai untuk menyiram bekas las-lasan begitu sedikit, dan dilakukan secara tergesa-gesa," ujar Barmudin, S.H., ketua majelis hakim. Rupanya, ketika Sumpeno dan Imron meninggalkan tempat itu, api di bagian dalam masih tetap menyala. Ketika talang dilas, lidah api menerobos ke plafon hingga berlubang, lalu menjilat aluminium foil, pelapis di bawah atap. Api pun menjalar ke usuk, reng, dan atap sirap, yang semuanya dari kayu jati kering. "Rasanya, api bekas las itu sudah betul-betul padam, tapi kok bisa hidup lagi." tambah Imron, jejaka dari Boyolali ini, heran. Pihak Keraton, menurut sebuah sumber, sebenarnya tidak ingin memperpanjang masalah itu, karena memang dianggap tidak sengaja. Apalagi akibat kebakaran dianggap kecil, dengan kerugian Rp 10 juta. "Raja telah memberi maaf untuk kedua tukang las itu," ujar sumber TEMPO di kalangan Keraton Surakarta. Namun, pengadilan punya pertimbangan lain. Yang terbakar, menurut majelis hakim, bukanlah rumah biasa, tapi keraton, sebagai monumen budaya dan merupakan proyek nasional. Tidak kurang dari 17 orang saksi yang hadir dalam perkara ini, yang kesimpulannya kecerobohan tadi. "Mereka memang tidak sengaja," kata sumber TEMPO di Keraton Surakarta. "Jika ada pengadilan keraton, pasti kedua orang itu dibebaskan," katanya. Laporan Kastoyo Ramelan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus