"WARTAWAN tai. Kurang ajar!" Dan masih banyak caci-maki lain,
dilontarkan bersama pukulan dan tendangan terhadap wartawan
Christianus Nau. Chris, wartawan majalah Dian yang terbit di
Ende, Flores, pada saat penganiayaan tanggal 5 April malam lalu,
tak berani melakukan perlawanan. Karena, pukulan dan tendangan
itu berasal dari beberapa pasang tangan dan kaki para petugas
penegak hukum.
Siapa penegak hukum yang lancang tangan itu? Surat Pemimpin
Umum/ Penanggungjawab majalah Dian, yang ditandatangani Alex
Beding dan ditujukan kepada Kepala Polisi Nusaenggara (di
Denpasar), Kepala Kejaksaan Tinggi di Kupang dan Pelaksana
Khusus Pangkopkamtib Nusatenggara, cukup menjelaskan.
Selasa pagi, 5 April lalu, Chris menemui dan berwawancara dengan
Komandan Resort Polri Ngada di Bajawa (Flores). Dalam
wawancaranya itu, dia telah minta penjelasan sekitar peristiwa
pemukulan oleh beberapa orang oknum Polri setempat terhadap
beberapa orang penjaga malam di pos penjagaan di kota Bajawa.
Apa keterangan Dan Resort, tak begitu jelas, hanya disebutkan
wawancara berjalan lancar.
Malam harinya, ketika Chris sedang bertamu di rumah keluarganya,
sekitar jam 7 malam muncullah seorang petugas polisi. Tak
diterangkan, adakah petugas ini berseragam atau berpakaian
preman. Polisi ini, begitu keterangannya, minta agar Chris
menemui Wakil Komandan Resort, Kapten Luang Kaly, yang sedang
menunggunya di luar. Mula-mula Chris menolak, karena 'undangan'
itu dianggapnya tak pantas. Namun, akhirnya, Chris keluar rumah
juga untuk menemui panggilan perwira polisi yang menungguinya di
dalam kendaraan dinasnya.
Begitu Chris melangkah ke luar rumah, ia disambut oleh beberapa
pasang tangan dan kaki yang langsung memukul dan menendang
badannya dengan keras. Chris tak berdaya dalam kepungan beberapa
anggota polisi. Setelah itu, Chris dipaksa masuk ke sebuah
kendaraan, di mana menunggu Wadanres Kapten Luang Kaly. Dia
langsung dibawa ke luar kota.
Saya Basmi Kau
Dalam perjalanan, 2 km ke arah Watuaji, Chris mencoba memprotes
tindakan para penegak hukum atas dirinya itu. Sebagai
warganegara, kata Chris, ia bersedia dihadapkan kepada kepala
polisi yang berwenang malam itu juga. Tapi para 'penculiknya'
tak peduli, malah mulai main pukul dan membentak-bentak lebih
hebat. Di suatu tempat yang sunyi, di antara hutan bambu, Chris
mendengar suara Kapten Kaly: "Di mana tempat yang paling
aman?" Begitu cerita Chris kemudian. Dan anak buahnya
menjawab: "Terserah, pak". Di tempat yang sunyi itu, kendaraan
itu berhenti, tak jauh dari pos jaga. Wartawan ini segera
digiring ke pos. Di situ Kaly memberi penjelasan sekitar
tindakannya itu.
Menurut Chris, perwira polisi yang menangkapnya itu berkata
begini: "Persoalan yang ditanyakan kepada Danres (soal pemukulan
penjaga malam olel) Wadanres - Red.) tidak betul dan tidak
tepat. Karena tidak ada anggota polisi yang memukul hansip. Yang
memukul adalah Kasmares 2009 Ngada, Kapten Y. Luang Kaly".
Rupanya Kaly ingin menegaskan, bahwa pemukulannya terhadap
hansip-hansip itu dilakukannya dalam kedudukannya sebagai
Kasmares 2009. "Pemukulan itu disebabkan para hansip itu tidak
sempurna dalam menjaga kehansipannya. Ini adalah pembinaan
kepada hansip yang kurang beres dalam tugas". Begitu lanjutya.
Setelah merasa cukup memberi penjelasan, Kapten Kaly kembali
mengantar Chris ke rumah tempat ia mengambilnya. Sampai di
sini, di hadapan yang empunya rumah, Kapten Kaly masih
meninggalkan ancaman. Sambil mengamangkan pistolnya, ia berkata,
antara lain: "Di Bajawa jangan coba-coba. Kau boleh menulis
semuanya. Kau punya alamat di Ende sudah diambil. Kalau tulis
salah-salah, saya angkut dan basni kau. Paling-paling saya
masuk MPP. Begitu cerita Chris.
Keesokan harinya Chris kembali bertemu dengan Danres. Di hadapan
Bupati Ngada, tanggal 6 April, Danres itu berjanji akan menindak
'dengan tegas anak buahnya. Tindakan apa, hanya Danres sendiri
yang tahu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini