ADALAH tiga orang juruwarta sebutan yang lebih lazim bagi
wartawan di sana - yang biasa beroperasi di Medan dan
sekitarnya. Mereka itu bernana M, - RS (juruwarta dari sebuah
harian dan berkala yang terbit di Medan), serta ZS (reporter
sebuah majalah yang terbit di Jakarta), M dan ZS, yang namanya
cukup dikenal di daerah operasinya sekarang berada dalam tahanan
polisi. Sedang RS hingga kini masil jadi buronan yang berwajib.
Menurut Kapten Katiran, Komandan Distrik Polri Kisaran yang
memerintahkan penangkapan dan kemudian menyerahkannya ke Resort
Polri Asahan di Tanjung Balai pada 1 April lalu, tuduhan
terhadap ketiga juruwarta itu cukup serius. "Mereka dituduh
telah melakukan kejahatan penculikan dan pemerasan" ujar
Katiran. Gawatnya, menurut perwira polisi ini, penahanannya itu
berdasarkan lebih dari satu perkara yang semotif: pemerasan
terhadap penjual bensin.
Di jalan raya sepanjang 100 km. antara Tanjung Kasau - Leidong
Barat di Kabupaten Asahan, hanya ada sebuah pompa bensin
Pertamina. Baru di kotamadya Tanjung Balai ada dua pompa bensin
yang lain. Mula-mula, keterbatasan jumlah pompa bensin ini
memang menyulitkan para pengendara kendaraan bermotor. Kalau
kendaraan terpaksa mogok, karena kehabisan bahan bakar di jalan
raya itu, kendaraan harus diseret ke ibukota kabupaten, ke
Kisaran.
Tapi sekarang tidak begitu. Akhir-akhir ini muncul banyak kios
pedagang bensin. Mereka ini punya surat izin berusaha dan
menimbun bahan bakar, yang mereka peroleh dari pemerintah daerah
setempat. Tapi untuk menjual bensin, yang diperlukan tidak hanya
sekedar surat izin saja. Sebab, begitu menurut orang Pertamina
di sana, para pedagang bensin itu tak pernah memperoleh jatah
bensin dari Pertamina. Perusahaan minyak negara itu, demikian
ketentuannya, hanya memberikan jatah bensinnya kepada pompa
bensin yang disebut SPBU (Stasiun Pengisian Bensin Umum)
Pertamina saja. SPBU sendiri, menurut Kepala PDN Unit Pemasaran
I Depot Kisaran, "dilarang keras menjual bensin kepada orang
lain yang kemudian bermaksud memperdagangkannya kembali".
Tegasnya, SPBU hanya diizinkan menjual secara eceran langsung ke
tangki bensin kendaraan bermotor.
Nyonya Farida
Lalu, dari mana kios-kios itu memperoleh bensin? "Entahlah",
kata pejabat Pertamina tadi, "pokoknya tidak dari saya".
Maksudnya, tak lain, tentu ada penyelewengan dalam distribusi
bensin dari SPBU ke kios-kios sebelum sampai ke konsumen.
Nah ketiga juruwarta tadi, M, RS dan ZS agaknya bermaksud
membongkar penyelewengan distribusi bensin itu. Mereka mulai
mengintip kegiatan di SPBU KAS, milik Kho Ai Sin, yang pompanya
ada di samping stasiun kereta-api Tanjung Balai. Tanggal 23
Maret lalu sekitar jam 1 siang. Mereka mulai mebuntuti sebuah
mobil tangki penuh bensin yang baru saja meninggalkan SPBU KAS.
Kecurigaan ketiga juruwarta tersebut, memang berdasar. Sebab di
bagian depan mobil tangki BK 1736 AX duduk seorang nyonya.
Farida, yang diketahui sebagai nyonya pemilik kios bensin Sinar
Baru di luar kota Kisaran. Ditambah Iagi mobil Pertamina itu
ternyata tidak melalui jalan yang biasa. Rupanya, oleh pengemudi
Salimin alias A Hui mobil dilewatkan memintas melalui jalan
perkebunan.
Benar saja. Sampai di kios Sinar Baru 4 km di luar kota
Kisaran, mobil tangki itu langsung masuk ke gudang berpagar seng
setinggi 3 meter. Ketika para pekerja kios sedang bekerja,
mengalirkan bensin dari mobil ke drum-drum, muncullah ketiga
juruwarta yang sejak tadi membuntuti dengan sepeda motor. Dengan
sigap ketiganya bekerja. Ada yang langsung memotret kegiatan di
gudang. Tak lupa wajah pemilik kios, Swarno dan isterinya,
Farida, juga dijepret. ZS dengan lincahnya juga memeriksa surat
pengantar barang, yang menunjukkan bahwa bensin premium yang
didrop kali itu berjumlah 4020 liter. Bahkan sopir A Hui juga
dipaksa menandatangani semacam surat pernyataan segala. Isinya:
pokoknya, ia memang disuruh mengangkut bensin dan pompa bensin
KAS ke kios Sinar Baru.
Nampaknya tugas ketiga orang itu, sebagai juruwarta, selesai:
berhasil membongkar penyelewengan dalam pendistribusian bensin
di daerah yang mereka incar. Namum ternyata, mereka bertindak
terlalu jauh kemudian. M langsung menemui pemilik kios. Tapi
tidak untuk diwawancarai, sebagaimana tugasnya. Ia malah berani
mengaku sebagai seorang pejabat Inspektur dari Pertamina. Dan M
memperkenalkau1 salah seorang temannya, yang molrel-lllotrct
tadi, sebagai wartawan dari Jakarta yang sengaja di ajak ke
Sumatera Utara untuk membongkar penyelewengan distribusi bensin.
Suami-isteri pemilik kios jadi kecut. Setelah bicara ke barat
dan ke timur, ujung-ujungnya, sang 'inspektur' menawarkan jalan
damai Untuk itu, kabarnya, ia minta uang jasa sebanyak Rp 1
juta. Tentu pemilik kios Sinar Baru itu makin kecut. Katanya:
"Digadaikan sekalipun, seluruh kios ini tak sampai sejuta".
Terserah Atasan
Seperti biasa lalu terjadi tawar-menawar. Sampai pada mufakat:
Swarno bersedia memberikan uang jasa Rp 50 ribu, bagi
'inspektur' dan wartawannya. Cuma uangnya tak bisa diberikan
pada saat itu juga. Karena M ngotot, agar uang jasa itu
diberikan hari itu juga, maka Swarno mengajak ketiga orang itu
ke Tanjung Balai untuk menyelesaikan urusan. Swarno mengajaknya
ke tauke pemilik SPBU KAS. Semuanya beres: ketiga orang itu
disodori uang kontan Rp 200 ribu dan sebuah cek bernilai Rp 50
ribu.
Sementara itu, Farida menunggu suaminya di rumah dengan gelisah,
sampai sore hari. Dicari di kota Kisaran, suaminya tak ada di
sana. Hanya seorang teman memberitahukan, ia ada melihat Swarno
dibonceng seseorang dengan sepeda-motor, ke arah Tanjung Balai.
Tapi, begitu cerita teman Farida yang mengenal M, yang membawa
Swarno bukan inspektur dari Pertamina tapi hanya juruwarta saja.
Farida, setelah tahu bahwa yang membawa suaminya itu bukan orang
Pertamina kontan bertindak. Ia segera menuju kantor polisi di
Kisaran. Laporannya singkat: suaminya diculik orang!
Baru sekitar jam 8.30 malam, Swarno pulang dengan badan loyo.
Kepada isterinya Swarno bercerita, urusannya dengan 'orang
Pertamina' sudah beres dengan Rp 250 ribu. Farida tentu saja
jadi kesal, dan menjelaskan kepada suaminya, banwa 'inspektur'
Pertamina itu tak lain dan tak bukim, cuma tiga orang kuli
tinta.
Keesokan harinya, Farida memaksa suaminya agar membuat pengaduan
memperkuat pengaduannya sendiri atas perlakuan M, ZS dan RS.
Sehari setelah laporan suami-isteri Sinar Baru, polisi sudah
berhasil membekuk pelaku pemerasan -- kecuali RS yang buron.
Begitu berita mengenai ketiga juruwarta tersiar di berbagai
koran Medan, kabarnya, banyak pengusaha kios bensin yang merasa
pemah dikibuli oleh 'inspektur dari Pertamina'. Beberapa di
antaranya, begitu keterangan polisi, ada yang sudah melapor.
Habislah riwayat juruwarta yang nekad itu. Tapi bagaimana dengan
penyelewengan distribusi bensin yang mereka bongkar itu? "Itu
terserah atasan di Medan", ujar Soeam, Kepala Direktorat PDN
-Kisaran. Yang jelas, sejak peristiwa heboh ketiga juruwarta
tadi, ada beberapa orang Pertamina yang turun ke Kisaran - cuma
SPBU yang ada masih kelihatan tenang-tenang saja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini