Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Tiga Juru Warta Dan Bensin

2 wartawan ditahan di Tanjung Balai. Sementara satu lagi masih buron. Mereka dituduh menculik dan memeras. Sementara penyelewengan bensin Pertamina yang jadi sasaran mereka tak jelas kelanjutannya.

30 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADALAH tiga orang juruwarta sebutan yang lebih lazim bagi wartawan di sana - yang biasa beroperasi di Medan dan sekitarnya. Mereka itu bernana M, - RS (juruwarta dari sebuah harian dan berkala yang terbit di Medan), serta ZS (reporter sebuah majalah yang terbit di Jakarta), M dan ZS, yang namanya cukup dikenal di daerah operasinya sekarang berada dalam tahanan polisi. Sedang RS hingga kini masil jadi buronan yang berwajib. Menurut Kapten Katiran, Komandan Distrik Polri Kisaran yang memerintahkan penangkapan dan kemudian menyerahkannya ke Resort Polri Asahan di Tanjung Balai pada 1 April lalu, tuduhan terhadap ketiga juruwarta itu cukup serius. "Mereka dituduh telah melakukan kejahatan penculikan dan pemerasan" ujar Katiran. Gawatnya, menurut perwira polisi ini, penahanannya itu berdasarkan lebih dari satu perkara yang semotif: pemerasan terhadap penjual bensin. Di jalan raya sepanjang 100 km. antara Tanjung Kasau - Leidong Barat di Kabupaten Asahan, hanya ada sebuah pompa bensin Pertamina. Baru di kotamadya Tanjung Balai ada dua pompa bensin yang lain. Mula-mula, keterbatasan jumlah pompa bensin ini memang menyulitkan para pengendara kendaraan bermotor. Kalau kendaraan terpaksa mogok, karena kehabisan bahan bakar di jalan raya itu, kendaraan harus diseret ke ibukota kabupaten, ke Kisaran. Tapi sekarang tidak begitu. Akhir-akhir ini muncul banyak kios pedagang bensin. Mereka ini punya surat izin berusaha dan menimbun bahan bakar, yang mereka peroleh dari pemerintah daerah setempat. Tapi untuk menjual bensin, yang diperlukan tidak hanya sekedar surat izin saja. Sebab, begitu menurut orang Pertamina di sana, para pedagang bensin itu tak pernah memperoleh jatah bensin dari Pertamina. Perusahaan minyak negara itu, demikian ketentuannya, hanya memberikan jatah bensinnya kepada pompa bensin yang disebut SPBU (Stasiun Pengisian Bensin Umum) Pertamina saja. SPBU sendiri, menurut Kepala PDN Unit Pemasaran I Depot Kisaran, "dilarang keras menjual bensin kepada orang lain yang kemudian bermaksud memperdagangkannya kembali". Tegasnya, SPBU hanya diizinkan menjual secara eceran langsung ke tangki bensin kendaraan bermotor. Nyonya Farida Lalu, dari mana kios-kios itu memperoleh bensin? "Entahlah", kata pejabat Pertamina tadi, "pokoknya tidak dari saya". Maksudnya, tak lain, tentu ada penyelewengan dalam distribusi bensin dari SPBU ke kios-kios sebelum sampai ke konsumen. Nah ketiga juruwarta tadi, M, RS dan ZS agaknya bermaksud membongkar penyelewengan distribusi bensin itu. Mereka mulai mengintip kegiatan di SPBU KAS, milik Kho Ai Sin, yang pompanya ada di samping stasiun kereta-api Tanjung Balai. Tanggal 23 Maret lalu sekitar jam 1 siang. Mereka mulai mebuntuti sebuah mobil tangki penuh bensin yang baru saja meninggalkan SPBU KAS. Kecurigaan ketiga juruwarta tersebut, memang berdasar. Sebab di bagian depan mobil tangki BK 1736 AX duduk seorang nyonya. Farida, yang diketahui sebagai nyonya pemilik kios bensin Sinar Baru di luar kota Kisaran. Ditambah Iagi mobil Pertamina itu ternyata tidak melalui jalan yang biasa. Rupanya, oleh pengemudi Salimin alias A Hui mobil dilewatkan memintas melalui jalan perkebunan. Benar saja. Sampai di kios Sinar Baru 4 km di luar kota Kisaran, mobil tangki itu langsung masuk ke gudang berpagar seng setinggi 3 meter. Ketika para pekerja kios sedang bekerja, mengalirkan bensin dari mobil ke drum-drum, muncullah ketiga juruwarta yang sejak tadi membuntuti dengan sepeda motor. Dengan sigap ketiganya bekerja. Ada yang langsung memotret kegiatan di gudang. Tak lupa wajah pemilik kios, Swarno dan isterinya, Farida, juga dijepret. ZS dengan lincahnya juga memeriksa surat pengantar barang, yang menunjukkan bahwa bensin premium yang didrop kali itu berjumlah 4020 liter. Bahkan sopir A Hui juga dipaksa menandatangani semacam surat pernyataan segala. Isinya: pokoknya, ia memang disuruh mengangkut bensin dan pompa bensin KAS ke kios Sinar Baru. Nampaknya tugas ketiga orang itu, sebagai juruwarta, selesai: berhasil membongkar penyelewengan dalam pendistribusian bensin di daerah yang mereka incar. Namum ternyata, mereka bertindak terlalu jauh kemudian. M langsung menemui pemilik kios. Tapi tidak untuk diwawancarai, sebagaimana tugasnya. Ia malah berani mengaku sebagai seorang pejabat Inspektur dari Pertamina. Dan M memperkenalkau1 salah seorang temannya, yang molrel-lllotrct tadi, sebagai wartawan dari Jakarta yang sengaja di ajak ke Sumatera Utara untuk membongkar penyelewengan distribusi bensin. Suami-isteri pemilik kios jadi kecut. Setelah bicara ke barat dan ke timur, ujung-ujungnya, sang 'inspektur' menawarkan jalan damai Untuk itu, kabarnya, ia minta uang jasa sebanyak Rp 1 juta. Tentu pemilik kios Sinar Baru itu makin kecut. Katanya: "Digadaikan sekalipun, seluruh kios ini tak sampai sejuta". Terserah Atasan Seperti biasa lalu terjadi tawar-menawar. Sampai pada mufakat: Swarno bersedia memberikan uang jasa Rp 50 ribu, bagi 'inspektur' dan wartawannya. Cuma uangnya tak bisa diberikan pada saat itu juga. Karena M ngotot, agar uang jasa itu diberikan hari itu juga, maka Swarno mengajak ketiga orang itu ke Tanjung Balai untuk menyelesaikan urusan. Swarno mengajaknya ke tauke pemilik SPBU KAS. Semuanya beres: ketiga orang itu disodori uang kontan Rp 200 ribu dan sebuah cek bernilai Rp 50 ribu. Sementara itu, Farida menunggu suaminya di rumah dengan gelisah, sampai sore hari. Dicari di kota Kisaran, suaminya tak ada di sana. Hanya seorang teman memberitahukan, ia ada melihat Swarno dibonceng seseorang dengan sepeda-motor, ke arah Tanjung Balai. Tapi, begitu cerita teman Farida yang mengenal M, yang membawa Swarno bukan inspektur dari Pertamina tapi hanya juruwarta saja. Farida, setelah tahu bahwa yang membawa suaminya itu bukan orang Pertamina kontan bertindak. Ia segera menuju kantor polisi di Kisaran. Laporannya singkat: suaminya diculik orang! Baru sekitar jam 8.30 malam, Swarno pulang dengan badan loyo. Kepada isterinya Swarno bercerita, urusannya dengan 'orang Pertamina' sudah beres dengan Rp 250 ribu. Farida tentu saja jadi kesal, dan menjelaskan kepada suaminya, banwa 'inspektur' Pertamina itu tak lain dan tak bukim, cuma tiga orang kuli tinta. Keesokan harinya, Farida memaksa suaminya agar membuat pengaduan memperkuat pengaduannya sendiri atas perlakuan M, ZS dan RS. Sehari setelah laporan suami-isteri Sinar Baru, polisi sudah berhasil membekuk pelaku pemerasan -- kecuali RS yang buron. Begitu berita mengenai ketiga juruwarta tersiar di berbagai koran Medan, kabarnya, banyak pengusaha kios bensin yang merasa pemah dikibuli oleh 'inspektur dari Pertamina'. Beberapa di antaranya, begitu keterangan polisi, ada yang sudah melapor. Habislah riwayat juruwarta yang nekad itu. Tapi bagaimana dengan penyelewengan distribusi bensin yang mereka bongkar itu? "Itu terserah atasan di Medan", ujar Soeam, Kepala Direktorat PDN -Kisaran. Yang jelas, sejak peristiwa heboh ketiga juruwarta tadi, ada beberapa orang Pertamina yang turun ke Kisaran - cuma SPBU yang ada masih kelihatan tenang-tenang saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus