MELEWATI beberapa pulau di Danau Riam Kanan, bentuk desa Kala'an
menyerupai seekor burung bangau yang sedang tengkurap di
permukaan air. Di paruh dan di kepala sang burung ini bergelut
sebanyak 979 jiwa (210 KK) penduduk yang dengan setia menunggui
desa di tepi danau yang suka meluap itu. Tak heran jika karena
letaknya ini sudah dua lali desa Kala'an ditimpa musibah banjir
semenjak waduk Riam Kanan selesai dibangun. Pertama kali di
tahun 1971, "desa ini terendam air", ujar si kepala desa.
Melihat keadaan serupa itu di tahun itu juga warga desa
ramai-ramai pindah ke kaki bukit, sekitar 2 km dari tepi danau.
Tanpa ribut-ribut dan agaknya dengan sukarela semata. Menurut
perkiraan petugas-petugas PLTA Riam Kanan, seperti yang dikutip
beberapa tokoh desa kepada TEMPO, dengan naik 2 km itu desa
Kala'an akan terhindar dari ancaman banjir. Tapi apa yang
terjadi? "Dugaan orang PLTA meleset", ucap banyak penduduk.
Buktinya, sambung Kepala Humas Kabupaten Banjar pula, di tahun
1973 air merendam desa ini lagi. Maka untuk kedua kalinya warga
desa inipun menaikkan kampungnya lagi, sekitar 1 km lebih tinggi
ke atas bukit.
Tapi kabar lain sering menyentuh anak telinga dan lagi berbau
tuduhan. Penduduk desa-desa itu, terutama Kala'an, kabarnya suka
mengganggu kelestarian hutan sekitar.
Bab kelestarian ini memancing pihak Dinas Kehutanan Propinsi
Kalimantan Selatan untuk sampai pada sebuah kesimpulan: tanah
dan hutan di sekitar Riam Kanan dalam keadaan kritis dan perlu
dihijaukan kembali. Jika tidak, waduk raksasa itu setiap waktu
diancam kehancuran. Lalu, apa akal? "Perlu proyek pemukiman",
sahut seorang pejabat Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan
Selatan.
Maka meninjaulah Gubernur Subardjo ke Kala'an awal April ini
tadi. Singkat saja. Tapi hasilnya, "saya setuju proyek pemukiman
tersebut dan desa Kala'an kita pilih sebagai tempatnya", ucap
sang gubernur. Kata Subardjo pula, sebanyak 300 KK akan
dimukimkan di tempat baru itu kelak. Dan untuk ketiga kalinya,
akan pindahlah pula warga desa Kala'an ke tempat baru mereka
yang kini sudah diberi nama Kala'an Baru. Tempat ini kabarnya
sudah lama disurvey dan hasilnya menunjukkan warga desa tak akan
tersentuh banjir lagi.
Di desa baru itu kelak warganya akan mendapat pembagian tanah
seluas 5 hektar untuk masing-masing KK. Perumahan tak usah
dirisaukan disediakan cuma-cuma. "Persis model proyek
transrmigrasi", tambah Subardjo. Tapi sudah tersediakah biaya
untuk itu? "Tenang saja", jawab seorang pqabat di kantor
gubernur, "perkara biaya bukan problem, yang penting apakah
masyarakat di sekitar waduk itu suka berkumpul di satu wadah?".
Kabarnya sebanyak Rp 147 juta biaya sudah disetujui dengan
sumber Departemen Pertanian. Kira-kira kehutananlah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini