TUDUHAN terhadap dua perwira menengah polisi dari Polda Kal-Sel dan Kal-Teng itu memang serius. Keduanya diduga keras telah menyewakan 43 pucuk pistol FN 32. Besarnya uang sewa, kata Brigadir Jenderal Samsudin, Panglima Laksusda Kal-Sel dan Kal-Teng, pekan lalu, antara Rp 2,5 juta dan Rp 3 juta per buah. Perwira menengah tadi, Kolonel E. Sukardi dan Letnan Kolonel Sudigdo (keduanya bukan nama asli), kini menjalani skorsing. Sudigdo, Kepala Seksi Senjata dan Bahan Peledak (Kasi Sendak), sejak 29 September lalu ditahan di Banjarmasin. Sedangkan Sukardi, Asisten Operasi Kal-Sel dan Kal-Teng, yang beberapa bulan lalu beralih tugas ke Mabes Polri, kini masih terus diperiksa di Jakarta. Kapolri Jenderal Anton Soedjarwo serius sekali menanggapi kasus yang dituduhkan terhadap anak buahnya itu. Sebuah tim, yang dipimpin Kolonel Zulkifli Lubis, pekan lalu ditugasi mengusut duduk soal sebenarnya. Yang jelas, kata Anton Soedjarwo kepada para wartawan sepulang dari Kalimantan Timur, ia akan mengambil tindakan tegas bila kedua perwira menengah itu terbukti bersalah. Ke-43 pucuk pistol yang disinyalir dikomersialkan itu, menurut sebuah sumber, dikeluarkan dari gudang sejak April lalu. Yang 10 pucuk, kata Letnan Kolonel Sampang, kepala Penerangan Polda Kal-Sel/Kal-Teng, berada di tangan anggota Perbakin setempat. Sebanyak 20 pucuk ada di tangan orang yang mengatasnamakan dirinya satpam (satuan pengamanan) dan polsus (polisi khusus), sedang 13 pistol lainnya dikuasai orang yang belum diketahui identitasnya. Sebuah sumber menyatakan, mereka tak lain pengusaha WNI keturunan Cina. Mereka itulah yang umumnya berani membayar mahal. Pengeluaran pistol dari gudang, menurut sumber TEMPO, dilakukan oleh Sudigdo setelah mendapat nota dari Sukardi. Sukardi kemudian mengeluarkan rekomendasi atau izin menguasai pistol kepada mereka yang telah memberikan imbalan. Langkah itu jelas keliru. Sebab, kata Brigadir Jenderal Samsudin, "Yang berwenang mengeluarkan izin penggunaan senjata api hanyalah Kopkamtib. Itu pun dengan persyaratan yang ketat." Betapa selektifnya izin penggunaan senjata api, Samsudin memberikan contoh tentang ditolaknya permohonan seorang gubernur yang ingin menguasai sepueuk pistol beberapa waktu lalu. Tapi, seandainya tak terjadi ribut-ribut dari seorang pemakai senjata api sewaan, kasus itu barankali tak akan pernah terungkap September lalu, Tmung (bukan nama asli), 24, pemilik Toko New Setia Kawan di Banjarmasin, menodongkan pistol saat hendak menagih utang kepada Rachmat, pemilik Toko Panda di Banjarmasin. Ia rupanya kesal karena Rachmat belum juga membayar utang Rp 11,5 juta (yang membesar menjadi Rp 13 juta berikut bunga). Padahal, saat itu ia butuh uang. Ulahnya itu sampai ke telinga yang berwajib, dan ia pun diusut. Tinung mengaku mendapatkan pistol itu dari temannya, yang memperolehnya dari oknum di Polda setelah memberi imbalan. Berdasarkan pemeriksaan sementara, menurut sumber di Laksusda Kal-Sel/Kal-Teng diketahui sudah tiga orang yang mengaku memberikan imbalan Rp 2,5 juta-Rp 3 juta agar bisa menguasai senjata api. Apakah pistol itu sekadar digunakan untuk gagah-gagahan atau untuk tujuan lain kini masih diselidiki. Yang jelas, kata sumber itu, "Beredarnya senjata api yang mestinya berada di gudang berarti telah menyalahi ketentuan." Menurut sumber TEMPO, setelah ditahan Letnan Kolonel Sudigdo sendri telah mencoba mengirimkan semacam surat pertanggungjawaban kepada Kapolri. Ia mengakui dalam surat itu adanya beberapa ketentuan pengeluaran dan pemakaian senjata api nonkaliber ABRI. Tapi tentang penyewaan kepada pihak luar itu dikatakannya karena terpaksa harus menutupi rekening tagihan uang makan petugas-petugas operasi tertentu yang dibebankan kepada Kasi Sendak yang jelas hal itu tidak ada kaitannya dengan kegiatan seksi yang dipimpinnya. Ia mengakui, seksinya sudah lama tidak berfungsi sebagaimana mestinya, karena selalu menjadi obyek untuk dijadikan korban oleh pihak-pihak tertentu. Letnan Kolonel Sudigdo, ayah tujuh anak itu, akhirnya meminta keadilan pada Kapolri. Ia merasa tak pernah memperkaya diri selama menjalankan tugas. Hal ini rupanya dibenarkan beberapa kenalannya di Banjarmasin. "Sampai sekarang pun kami tak pernah punya mobil atau barang-barang berharga lainnya," ujar Nyonya Sudigdo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini