Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Siapa Menganiaya, Siapa Membunuh Siapa Menganiaya, Siapa Membunuh

Ims, 21, anak Laksamana muda Atung Sudibyo di sidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tuduhan menembak Bambang Heru sampai meninggal. Menggunakan pistol ayahnya.

19 Februari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKARANG Pak Atung takut, ya? Bilang aja dari Joni", begitu pesan telepon dari seberang sana. Lalu terdengar tangkai teleponnya diletakkan. Yang menyebut dirinya "Joni" tak mau menjelaskan identitasnya. Ia malah membentak-bentak penerima telepon di rumah Laksamana muda Atung Sudibya tanggal 7 Januari yang lalu. Itulah sebagian gangguan yang ditujukan kepada keluarga sang Laksamana setelah anaknya, IMS disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat awal bulan ini. IMS dituduh menembak Bambang Heru sampai meninggal. Gangguan lain yang dialami keluarga tersebut ada juga, misalnya beberapa sepeda motor anak-anak muda mondar-mandir secara demonstratif di depan rumah AS di Jalan Sumenep. Bagaimana perasaan AS? "Saya hanya khawatir, mereka punya kawan banyak", katanya kepada Slamet Djabarudi dari TEMPO minggu lalu. Yang dimaksud "mereka" tentu saja teman-teman korban, Bambang Heru. Pada hari pertama bulan ini IMS diajukan Jaksa Anton Suyata SH kepada majelis hakim yang diketuai TM Abdullah SH dengan anggota Ny. Kustrini SH dan Hargadi SH. Terdakwa, yang 20 Januari lalu berulangtahun ke-21, didampingi pembela Mr. Tjiam Djoe Kiam SH dan drs. Soemadji. IMS mengakui menguasai senjata api secara tidak sah. Namun ia menolak tuduhan "akibat kelalaiannya menyebabkan kematian orang lain". Untuk menjawab tuduhan yang disebut belakangan itu IMS memerlukan waktu agak lama. Hitam Mengkilap Sidang yang dihadiri pengunjung cukup banyak itu dimulai dengan memeriksa IMS tentang awal mula penembakan di Jalan Pramuka. Menurut IMS beberapa saat sebelum terjadi peristiwa itu, ia dengan Iis dan Yus keluar dari Jalan Sumenep menuju rumah kawannya, Uce. Di sekitar Tebet mobil Holden yang mereka tumpangi hampir menyerempet dua pejalan kaki, antara lain Bambang Heru. Pejalan kaki ini marah dan mendepak mobil dan IMS pun marah. Kericuhan bisa diatasi saat itu. Tapi ketika sampai di ujung Jalan Tambak, ke arah Jalan Proklamasi, IMS dkk bertemu dengan jip Toyota. Dalam jip itu terdapat beberapa pemuda termasuk Bambang Heru. Jip melintangi Holden. Sejak itu terjadi kejar mengejar ke arah Jalan Pramuka. Jip yang ada di belakang membunyikan sirene. Akhirnya Holden terkejar juga. Bukan karena sirene, tapi lantaran terhalang lampu merah di perempatan Jalan Pramuka. Para penumpang jip turun dan sebagian memecahkan kaca Holden. Menurut penglihatan orang-orang di Holden di antara penumpang jip ada yang berbaju loreng dan ada pula yang membawa benda hitam mengkilap, seperti pistol. IMS yang duduk di sebelah kiri belakang menggunakan tangan kirinya untuk mencegah agar pintu tidak dibuka dari luar. Sementara itu tangan kanannya bersandar pada jok depan. Di tangan kanan itu sudah ada pistol kaliber 22 ukuran 6,35 milimeter. Sudah dikokang. Senjata ini, kata IMS, dimaksud untuk menakut-nakuti saja. Tanpa disadarinya pistol itu meletus dan mengenai salah satu penumpang jip, yang ternyata Bambang Heru. Para penumpang Holden berlarian dan orang-orang di jip mengangkut Bambang ke Rumah Sakit Dr. Tjipto Mangunkusumo. Namun malam itu juga Baunbang sudah tidak bisa bernafas lagi. Pistol itu didapat IMS dalam tas ibu tirinya. Sedianya IMS akan meminjam saputangan ayahnya yang ada di lemari. Seperti biasa IMS sering pinjam dasi atau saputangan ayahnya. Sang bapak memberikan kunci lemari. Ketika IMS mengambil saputangan, terlihat olehnya pistol di dalam tas yang tidak terkunci. Itu sekitar 2 Nopember tahun lalu, 2 minggu sebelum terjadi peristiwa di perempatan Pramuka. Selama 2 minggu itu pistol selalu disimpan IMS. Mengapa? Katanya takut kalau ada gangguan di jalan. "Memang selama itu, sekitar 2 minggu, saya tidak memeriksa senjata saya itu", ujar Laksamana Muda AS kepada TEMPO. Tapi ia kemudian berkata: "Saya punya super keyakinan bahwa ada sesuatu yang memaksa anak saya berbuat begitu". Dalam sidang pengadilan memang terungkap, bahwa para penumpang jip secara paksa menarik pintu Holden beberapa kali dan memecahkan kaca jendela. Untuk mendapat keterangan dari IMS terpaksa hakim ketua berulang-ulang menyuruh IMS bicara keras-keras sebab suara anak muda ini pelan, apalagi pada sidang pertama belum digunakan pengeras suara. "Ya, memang begitu itu anak saya", kata AS. Barangkali tanpa bermaksud melebih-lebihkan anaknya, AS mengatakan, "saya tidak ada kesulitan mengurus anak saya itu". Maksudnya IMS termasuk tidak banyak tingkah. Tak pernah masuk "gang" yang dulu banyak ditemukan di Jakarta. Masa belajarnya di SLTP, SLA maupun di Universitas sekarang berjalan normal saja. Ia punya sedikit hobi bermain gitar. Pundi Pecah Belakangan ini IMS suka bermain ski air, seperti kakak dan adik-adiknya. Dari ibu kandungnya, IMS punya seorang kakak dan 3 adik. Setelah berputera 5 orang, ibu IMS meninggal dunia 18 Nopember 66, hampir tepat 10 tahun ketika IMS terlibat keributan maut di Pramuka. "Bagai pundi pecah, perasaan saya", kata AS mengenang pertemuannya dengan anaknya di Komdak Metro Jaya 17 Nopember lalu. Siang itu IMS dengan merangkak-rangkak menghindar ditemui orangtuanya. IMS sambil menangis juga minta jangan dianggap anak lagi. Tapi berkat pengertian secukupnya IMS mau juga diajak bicara dengan ayahnya. AS juga sangat terharu karena usaha IMS yang ingin melepaskan ayahnya dalam persoalan senjata. Di depan polisi dalam pemeriksaan pendahuluan, IMS mengatakan bahwa pistol dibelinya di Jalan Sabang dengan harga Rp 70 ribu. "Memang saya pernah memberikan uang sebanyak itu, tapi untuk bayar uang kuliah", kata AS. Si ayah kemudian menyadarkan IMS bahwa bila ia berbohong malah jadi repot. Karena itulah IMS lalu buka kartu bahwa pistol itu memang milik ayahnya. Banyak Haji Setelah itu IMS berada di tangan jaksa dan akan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Cipinang. Waktu itu sudah di luar jam kerja dan mobil kejaksaan tidak ada. Disepakati oleh jaksa dan AS bahwa IMS dibawa dengan mobil AS saja. "Saya yang mengantarkannya ke Cipinang. Bagaimana itu . . . saya menyerahkan anak ke penjara", kata AS. Tapi mungkin kedatangan AS ke Cipinang ada juga baiknya. Tidak seperti biasa di mana tahanan baru diplonco ramai-ramai, IMS malam dijenguk kawan-kawan sesama tahanan ketika ia sakit akibat jatuh di kamar mandi. Tapi sikap teman-teman IMS di Cipinang mungkin juga karena pembawaan IMS sendiri, yang menurut ayahnya bisa bergaul dengan siapa saja. Teman-teman dari Dewan Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia mengira bahwa yang menembak adalah IMS lain. Di UKI ada 2 nama - dengan kepanjangan yang sama - tapi tindak-tanduk keduanya jauh berbeda. Maka banyak yang heran ketika tahu bahwa IMS-lah yang tersangkut. Setelah menyebut bahwa peristiwa yang menyangkut IMS "benar-benar naas". AS mengatakan bahwa ia "kini tinggal berdoa". Katanya lagi: dijatuhi hukuman, yaaa, mudah-mudahan tidak seberat yang dituduhkan kepadanya". Yang berdoa bukan hanya keluarga AS, tapi juga kenalan-kenalan dari Bogor, Serang dan daerah-daerah lain. Malah banyak haji yang sejak peristiwa itu selalu berdoa di Jalan Sumenep. Mereka juga rajin menghadiri sidang dan duduk di barisan paling depan. Sambutan itu datang secara spontan dari mereka yang pernah ditolong AS dan ayah AS almarhum. Risiko senjata jatuh ke tangan orang lain, termasuk anak sudah dalam perhitungan AS. Katanya, ia selalu cermat dalam banyak hal. Sayang ia pernah khilaf dan kecolongan. Senjatanya sempat dipegang IMS. Dan kemudian senjata itu merenggut nyawa orang lain. AS kini bernada pasrah. Selama dinon-aktifkan dari jabatannya, AS lebih banyak mengurus kepentingan anaknya. "Lha, wong anak" (habis anak sih), katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus