Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Siapa Mengusahakan Warisan

Semua bangsa sepakat, kekayaan dasar laut dalam adalah warisan umat manusia. Penambangannya masih diperdebatkan pada konperensi hukum laut III. AS tak sabar dan mungkin akan bertindak sepihak.

21 Mei 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NIKEL Soroako bakal disaingi nikel dari dasar samudera? Begitulah, setidak-tidaknya seperti diungkapkan Mochtar Kusumaatmadja menjelang akhir bulan lalu. Yaitu apabila Konperensi Hukum Laut III yang akan memasuki sidang ke VI minggu depan tak berhasil menuangkan sesuatu konvensi mengenai masalah pendayagunaan kekayaan alam yang terdapat di samudera dalam (deep sea bed). Berdasarkan catatan sidang-sidang Yang lalu, samudera dalam adalah laut yang terletak di luar yurisdiksinasional negara pantai. Menurut Ketua Delegasi Indonesia ke Konperensi Hukum Laut tersebut, barang-barang tambang samudera dalam di daerah tertentu, tinggal dikelola saja, sehingga harga produksinya bisa lebih rendah. Dan perusahaan yang sanggup mengelola adalah perusahaan negara-negara teknologis tinggi. Pada pandangan Mochtar ini bukan hanya kepentingan Indonesia tapi juga negara-negara lain. Soalnya negara-negara-maju industri seperti AS sudah lama menunggu hal itu. Dan menjelang akhir bulan lalu, Duta Besar Elliot Richardson, mengatakan di Paris bahwa jika Konperensi Hukum Laut masih tertunda lagi, maka Kongres AS mungkin akan bertindak secara sepihak untuk melindungi kepentingan perusahaan-perusahaan pertambangan yang bergerak di samudera dalam. Richardson baru saja keliling beberapa negara, termasuk Indonesia, untuk mencari pendekatan mengenai masalah penambangan yang berteknologi tinggi ini. Truman & Carter Sudah sejak sidang ke V di New York tahun lalu, AS menahan-nahan rasa sabarnya. Para peserta Konperensi umumnya mengakui bahwa masalah yang dibahas Komite I Konperensi adalah masalah yang terkritis. Konperensi bisa gagal hanya karena kegagalan di Komite I. Tapi tindakan sepihak bukan hal baru dalam hukum laut. Tak lain AS sendiri melalui Presiden Truman yang di tahun 1945 mengeluarkan proklamasi mengklaim suatu daerah yang terdapat di dasar laut (dan tanah di bawahnya) di luar laut teritorial hingga kedalaman 200 meter -- bagi kepentingan eksploitasi kekayaan alam. Waktu itu tak ada reaksi negatif. Kebalikannya, dimulai Meksiko, negara-negara lain segera mengeluarkan pernyataan yang sama. Kelainan klaim adalah pada negara-negara Amerika Latin. Mereka ini tak hanya menunjuk pada dasar laut dan tanah di bawahnya (sea bed and subsoil), tapi juga seluruh laut dan kekayaan alamnya sebagai bagian wilayah yang termasuk yurisdiksinya. Konperensi Hukum Laut PBB I di Jenewa 1958 menuangkan masalah yang menyangkut landas kontinen ini ke dalam satu dari 4 konvensi yang dihasilkannya. Tentu saja suasana zaman Truman dan zaman Carter sekarang berbeda. Sekarang bangsa-bangsa sudah sepakat bahwa kekayaan alam yang terdapat di dasar laut di luar batas yurisdiksi nasional masing-masing negara adalah warisan umat manusia, sperti yang pertama kali dicetuskan Pardo, Menlu Malta. Nah, bagaimana mengatur warisan itu. Tetap Optimistik Ada dua pandangan yang saling bertentangan. Kelompok 77 mengingini adanya suatu badan internasional yang berkuasa mutlak melakukan pengusahaan bagi hasil atau kontrak karya. Negara-negara maju industri tak menghendaki kekuasaan mutlak badan tersebut. Badan ini hendaklah memberikan lisensi kepada perusahaan-perusahaan yang mampu melakukan pengusahaan. Dubes Richardson sendiri menjelaskan bahwa 4 konsorsium yang di kuasai AS telah menyediakan US$ 3050 juta bagi pengembangan teknologi penambangan samudera dalam. Dengan cara AS ini akan ada dua blok: yang dikuasai oleh badan internasional, dan yang agak bebas, di mana perusahaan-perusahaan dapat lisensi. Usaha kompromi sebagai disajikan India dalam pertemuan di Jenewa, Maret yang lalu belum mencapai kata putus. Di situ diusulkan agar perusahaan-perusahaan yang mendapat lisensi tersebut harus sekaligus mengusahakan tidak saja blok kedua, tapi juga blok pertama. Mochtar Kusumaatmadja, termasuk orang yang khawatir menyerempetnya masalah liberalisasi penambangan samudera dalam ke penambangan nikel di Soroako. Tapi ia tetap optimistik bahwa prospek sidang ke VI dari konperensi akan cukup baik. Andalannya adalah pemerintahan Carter, yang menekankan kerjasama dengan negara-negara dunia ketiga. Artinya menurut analisa Mochtar, konperensi akan berhasil, dan ancaman Richardson di atas tak akan sampai muncul.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus