Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Abrar Saleng, Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai saksi ahli pada sidang korupsi timah terdakwa Helena Lim, hari ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam kesaksiannya, Abrar menjelaskan mengenai penerimaan negara yang berasal dari usaha pertambangan berdasarkan Pasal 128 Undang-Undang (UU) Minerba yang mengatur tentang kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan/atau Surat Izin Pertambangan Batubara (SIPB) untuk membayar pendapatan negara dan daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pendapatan negara terdiri dari penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak," kata Abrar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) PN Jakarta Pusat, Rabu, 20 November 2024.
Dosen Fakultas Hukum Unhas dengan spesialisasi pertambangan itu mengatakan, perusahaan pertambangan memiliki kewajiban terhadap permintaan pajak, mulai dari pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan bea. Di luar daripada itu, Abrar menyebut, penerimaan negara juga diperoleh dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang berasal dari iuaran produksi yang disetorkan pemilik IUP.
"Iuran produksi itu adalah penerimaan negara bukan pajak. Ada 20 butir kewajiban yang berkaitan dengan keuangan kepada negara," ujarnya.
Selain itu, dia menyebut hak negara atas sumber daya mineral berakhir setelah pemilik IUP membayar iuran produksi. Alasannya karena kepemilikannya beralih kepada pembukaan izin usaha penambangan yang mengusahakannya. Hak atas kepemilikan mineral yang sudah diolah menjadi milik pemegang IUP, bukan lagi milik negara maupun pemerintah.
Hal ini merujuk pada Pasal 92 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, memyebutkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) berhak memiliki Mineral, termasuk Mineral ikutannya, atau Batubara yang telah diproduksi setelah memenuhi iuran produksi, kecuali Mineral ikutan radioaktif.
Dalam perkara ini, Helena Lim, dan para eks petinggi PT Timah, yaitu Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, Emil Ermindra, dan MB. Gunawan, didakwa ikut mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, baik di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah.
Perkara korupsi timah ini diduga merugikan negara Rp 271 triliun. Kerugian terbesar adalah kerusakan alam karena pengrusakan hutan alam.