Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyidangkan gugatan praperadilan Tom Lembong.
Tom Lembong menyiapkan lima saksi ahli untuk menggugurkan penahanannya karena tuduhan korupsi impor gula.
Pengacaranya meminta para Menteri Perdagangan periode 2015-2023 diperiksa juga untuk menunjukkan kerugian negara impor gula.
PENGADILAN Negeri Jakarta Selatan mulai menyidangkan gugatan praperadilan Tom Lembong pada Senin, 18 November 2024. Tim kuasa hukum Menteri Perdagangan periode 2015-2016 itu menyiapkan lima saksi ahli untuk membuktikan adanya kesalahan dalam penetapan tersangka terhadap pemilik nama lengkap Thomas Trikasih Lembong tersebut.
Kejaksaan Agung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka pada 28 Oktober 2024 atas dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan pada periode 2015-2023. Kerugian negara akibat perkara ini diperkirakan mencapai Rp 400 miliar. Penyidik Kejaksaan Agung langsung menahan Tom Lembong. Praktik hukum inilah yang kemudian dilawan olehnya dengan mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menilai Kejaksaan Agung menyalahi prosedur dalam menetapkan Tom sebagai tersangka impor gula. Penyidik, kata Ari, tak memberikan kesempatan kepada kliennya menunjuk penasihat hukum ketika diperiksa pertama kali dan saat menjadi tersangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ari Yusuf mengutip penjelasan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) angka 3 yang menerakan bahwa dalam penyidikan suatu perkara pidana, penyidik harus mengimplementasikan pelindungan terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia. “Salah satunya kepada seorang tersangka," kata Ari dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan demikian, kata Ari, penyidik wajib memberitahukan kepada Tom tentang dasar penetapan tersangka terhadapnya itu. Penyidik juga wajib memberitahukan hak tersangka, termasuk untuk menghubungi dan meminta bantuan penasihat hukum. Ari yakin penyidik tidak memiliki alat bukti cukup untuk menetapkan kliennya sebagai tersangka.
Ketua tim kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir (tengah), membacakan permohonan sidang perdana praperadilan atas penetapan status tersangka terhadap Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 18 November 2024. TEMPO/Ilham Balindra
Selain itu, Ari mempersoalkan tempus delicti atau waktu terjadinya peristiwa. Sebab, disebutkan dugaan korupsi itu terjadi pada 2015-2023, sedangkan Tom Lembong sudah meninggalkan kursi Menteri Pedagangan pada medio 2016. Karena itu, dia meminta orang-orang yang pernah menjabat Menteri Perdagangan pada periode 2015-2023 juga diperiksa. Mereka adalah Rachmad Gobel (2014-2015), Enggartiasto Lukita (2016-2019), Agus Suparmanto (2019-2020), Muhammad Lutfi (2020-2022), dan Zulkifli Hasan (2022-2024).
Dengan argumen-argumen itu, Ari optimistis gugatan praperadilan kliennya bakal dikabulkan pengadilan. "Yang kami butuhkan sekarang adalah bukti-bukti materiil, bukti-bukti riil, yang setiap unsurnya bisa menjelaskan bahwa sudah terjadi dugaan tindak pidana secara terang benderang," ujar Ari.
Pengajar hukum pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul, mengatakan praperadilan harus dipahami sebagai usaha tersangka menggugat pelaksanaan administrasi penyelidikan ataupun penyidikan. Karena itu, dalil-dalil permohonan yang diajukan oleh Tom Lembong dalam praperadilan ini dapat diterima. "Saya kira argumennya kuat, ya," katanya melalui sambungan telepon, Selasa, 19 November 2024.
Chudry hanya memberikan catatan untuk tempus delicti yang dipersoalkan oleh tim penasihat hukum Tom Lembong. Sebab, persoalan itu sudah masuk pokok perkara yang harus diuji dan dibuktikan dalam sidang dugaan korupsi. Untuk itu, dia berharap penyidik perlu juga memeriksa menteri-menteri yang menjabat selama periode 2015-2023 dan menjalankan kebijakan impor gula. "Jadi equality before the law, semua orang harus mendapat equal treatment,” katanya. “Kenapa hanya menteri dia? Bukan yang lain itu? Itu juga menyangkut pokok perkara."
Suparji Ahmad, dosen hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia, sependapat dengan Chudry. Tempus delicti memang sudah masuk pokok perkara atau materiil. Padahal praperadilan hanya berwenang menguji secara formil.
Sementara itu, dosen hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan mekanisme praperadilan bisa digunakan untuk mempersoalkan keabsahan penerapan upaya paksa. Contohnya penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, ataupun penggeledahan dan penyitaan. "Karena itu, wajar jika argumen pemohon mempersoalkan tidak diberinya kesempatan mencari pendamping penasihat hukum," kata Fickar.
Ihwal tempus delicti, Fickar berbeda pendapat dengan Chudry. Menurut dia, argumentasi kuasa hukum Tom Lembong tentang waktu terjadinya dugaan korupsi bisa digunakan dalam praperadilan ini. Paling tidak fakta itu bisa menunjukkan bahwa tuduhan terhadap Tom Lembong tidak akurat karena dia hanya menjabat menteri sampai 2016. "Ini saya kira juga menambah pembuktian sikap yang sembrono dan gegabah dalam menentukan nasib seseorang sebagai tersangka," tuturnya.
Argumentasi-argumentasi kuasa hukum Tom Lembong itu, menurut Fickar, cukup kuat untuk memenangi gugatan praperadilan asalkan didukung bukti-bukti relevan. Apalagi dakwaan dalam perkara ini bukan perbuatan melawan hukum tanpa kewenangan. Tom dituding menyalahgunakan kewenangannya sebagai Menteri Perdagangan. "Sehingga tafsirnya bisa sangat subyektif," ujarnya.
Asisten peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bugivia Maharani, juga mendukung pendapat Fickar. Sebab, dugaan korupsi yang dituduhkan terjadi pada 2015-2023, sementara Tom Lembong hanya menjabat sampai 2016. “Tapi kenapa hanya satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka?” katanya. "Bisa jadi ada tersangka yang tidak muncul dalam proses penyidikan."
Karena itu, Bugivia yakin argumentasi tempus delicti ini sangat mungkin dibawa ke praperadilan. Sebab, waktu kejadian perkara juga berhubungan dengan penetapan seorang tersangka.
Tim perwakilan Kejaksaan Agung menghadiri sidang gugatan praperadilan kasus dugaan korupsi impor gula dengan tersangka Tom Lembong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 19 November 2024. TEMPO/Dinda Shabrina
Jaksa pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Teguh A., mengatakan penetapan Tom Lembong sebagai tersangka sudah sesuai dengan prosedur. Penyidik memberitahukan hak-hak Tom begitu mantan Menteri Perdagangan itu mengenakan rompi merah muda pada 29 Oktober 2024.
Menurut Teguh, penyidik juga sudah memberikan kesempatan kepada Tom untuk menunjuk dan didampingi oleh penasihat hukum. Namun, berdasarkan berita acara pemberitahuan hak tersangka, saat itu Tom Lembong belum siap menghadirkan penasihat hukumnya sendiri. Dengan demikian, penyidik menunjuk penasihat hukum untuk mendampingi Tom.
Teguh mengklaim tindakan penyidik itu justru bentuk ketaatan terhadap ketentuan Pasal 56 ayat 1 KUHAP. Selain itu, dia melanjutkan, Tom Lembong tidak menolak penasihat hukum yang ditunjuk oleh penyidik tersebut. "Sebagaimana berita acara pemeriksaan tersangka pada 29 Oktober 2024, jawaban nomor 4 yang menyatakan 'untuk pemeriksaan ini, saya bersedia didampingi oleh penasihat hukum atau pengacara yang ditunjuk oleh penyidik Kejaksaan Agung'."
Adapun penasihat hukum yang ditunjuk penyidik adalah Eko Purwanto. Teguh menuturkan Tom baru menunjuk kuasa hukumnya sendiri pada 30 Oktober 2024.
Teguh mengklaim, dalam penetapan tersangka ini, penyidik telah mengantongi alat bukti permulaan yang cukup. "Bahkan diperoleh empat alat bukti," ujarnya. Alat bukti itu berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, serta barang bukti elektronik. Dia mencontohkan ada 122 saksi, termasuk Tom Lembong, yang memberikan keterangan dalam perkara ini.
Ihwal dugaan keterlibatan menteri-menteri perdagangan pada periode 2015-2024, Teguh menegaskan hal itu sama sekali tidak berhubungan dengan penetapan Tom Lembong sebagai tersangka. Kalaupun nanti ditemukan keterlibatan menteri-menteri lain, penyidik tentu akan menindaklanjutinya. “Tapi nanti tidak akan menjadi satu berkas perkara dengan Tom Lembong,” katanya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Dinda Shabrina berkontribusi dalam penulisan artikel ini