Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Sidang Korupsi Timah, Saksi Klaim Diminta PT Timah Setor Bijih Ke CV Teman Jaya

PT Timah menerima pelimbang tambang ilegal sejak kerja sama dengan perusahaan smelter swasta, termasuk PT Refined Bangka Tin (RBT).

15 Oktober 2024 | 06.21 WIB

Lima saksi memberikan keterangan dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Crazy Rich Pantai Indah Kapuk, Helena Lim, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2024. Sidang ini dengan agenda pemeriksaan keterangan lima orang saksi, dalam perkara tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT. Timah Tbk. tahun 2015 - 2022, merugikan keuangan negara sebesar Rp.300 triliun. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Lima saksi memberikan keterangan dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Crazy Rich Pantai Indah Kapuk, Helena Lim, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2024. Sidang ini dengan agenda pemeriksaan keterangan lima orang saksi, dalam perkara tindak pidana korupsi serta tindak pidana pencucian uang terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT. Timah Tbk. tahun 2015 - 2022, merugikan keuangan negara sebesar Rp.300 triliun. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bersaksi di sidang korupsi timah, seorang penambang ilegal, Dika Sigit, menyatakan dia diminta PT Timah Tbk untuk menyetorkan hasil tambangnya ke CV Teman Jaya. Dika melakukan penambangan di wilayah izin usaha penambangan (IUP) milik PT Timah pada 2015-2016.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saya diarahkan PT Timah untuk menjual ke CV Teman Jaya," kata Dika di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 14 Oktober 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dika tidak bisa menjual hasil tambang timah miliknya ke PT Timah secara langsung karena tidak memiliki SP (surat perjanjian) maupun SPK (surat perintah kerja) sehingga dirinya diarahkan untuk menyetorkan bijih timah ke CV Teman Jaya. Perusahaan itu merupakan mitra PT Timah yang mengantongi Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).

Untuk melakukan kegiatan penambangan, Dika harus mengeluarkan modal sekitar Rp 10 juta, yang digunakan untuk menyewa alat berat, mesin sedot, hingga mesin semprot.

Dalam kesaksiannya, Dika menyebut menambang pada sisa hasil produksi (SHP) PT Timah dan mengalami kerugian selama satu tahun."Kita merugi karena sisa hasil tambang enggak selalu ada timahnya. Karena enggak ada, kita tinggalin saja, yang tanggung jawab (kerusakan lahan) PT Timah," ujarnya.

Menurut Dika, CV Teman Jaya juga meminjamkan modal dengan syarat bijih hasil tambang harus disetorkan ke sana.

Sebagai penambang perorangan, Dika kembali menambang pada 2021-2022 dan menjual hasil tambang timah kepada kolektor dengan uang yang diterima sekitar Rp 120 juta. "Saya pernah diberi modal oleh Pak Asui (nama kolektor) dengan syarat bijihnya dijual ke dia. Sebulan kita nerima kotornya Rp 120 juta-an," katanya.

Sebelumnya, Kepala Divisi Perencanaan Pengendalian Produksi PT Timah, Ridwan Suwandi, mengatakan instruksi IUJP dan SHP sukses menyokong produksi PT Timah. "Dari hasil produksi PT Timah yang bisa mencapai 80 persen atau sekitar 30 ribu ton bijih timah," kata dia.

Ia menjelaskan instruksi tersebut muncul setelah para direksi PT Timah memutuskan melanjutkan kerja sama dengan sejumlah perusahaan smelter swasta, termasuk PT Refined Bangka Tin (RBT). "Waktu itu ada penawaran kerja sama dari PT RBT. Disampaikan oleh direksi, katanya, ini tolong dikaji soal kerja sama smelter," ujarnya.

Suwandi menyebut PT Timah sudah tidak lagi melakukan penambangan sejak 2015. Penambangan justru dilakukan oleh para mitra dengan perjanjian kerja dan surat perintah kerja (SPK) atau penambang legal, serta para penambang ilegal.

Dia menyebut PT Timah menerima hasil pelimbang tambang ilegal. Alasannya sejak ada kerja sama dengan smelter swasta, penambangan ilegal semakin masif. Penambangan ilegal dilakukan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah. "Program SHP untuk mengumpulkan dari masyarakat pelimbang, instruksi itu diterbitkan oleh PT Timah," ucap dia.

Suwandi berujar perintah untuk penggunaan pelimbang tambang ilegal muncul dalam instruksi 059 tahun 2015, yang kemudian dilanjutkan dengan kajian legal. Setelah itu, barulah dibuat SOP 02. Poin intinya, kata dia, semua SHP yang ada dalam objek produksi perusahaan harus dikirim ke gudang PT Timah dengan pembayaran jasa.

Direksi perusahaan pelat merah itu pun turut menerbitkan instruksi 030 dengan tujuan pengamanan aset PT Timah, yang isinya apabila masyarakat pelimbang tidak bersedia menjual bijih timah ke PT Timah, mereka harus keluar dari wilayah IUP.

Mutia Yuantisya

Mutia Yuantisya

Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Padang ini memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2022. Ia mengawalinya dengan menulis isu ekonomi bisnis, politik nasional, perkotaan, dan saat ini menulis isu hukum dan kriminal.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus