Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo.co, Jakarta - Kejaksaan Agung menyatakan fakta hukum yang mereka temukan adalah blending BBM dilakukan oleh pihak swasta, bukan Badan Usaha Milik Negara. Hal inilah yang disebut menyalahi aturan. “Dari sisi prosesnya, ini masuk ke depo yang seharusnya bukan depo yang melakukan pengolahan,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Harli Siregar, Jumat, 28 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Temuan penyidik kejaksaan, proses blending itu dilakukan oleh PT Orbit Terminal Merak (OTM) di Cilegon, Banten. Perusahaan swasta itu milik tersangka Muhammad Kerry Adrianto Riza.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PT OTM berperan menampung dan memblending BBM yang diimpor PT Pertamina Patra Niaga. Padahal proses blending harusnya dilakukan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI). Harli juga menegaskan jika PT OTM kapasitasnya hanya sebagai penyimpanan. Soal apakah dalam proses blending diperbolehkan mengubah ron, Harli mengatakan kejaksaan akan memanggil ahli untuk memberikan kejelasan perihal itu.
Dalam proses impor minyak oleh PT Pertamina Patra Niaga, Kejagung menemukan pembayaran berupa Ron 92, namun yang datang ron lebih rendah. “Fakta hukum bahwa PT PPN melakukan pembayaran terhadap RON 92 berdasarkan price list. Sementara barang yang masuk atau minyak yang masuk itu adalah RON 88 atau Ron 90,” ujar Harli.
Kejaksaan telah menetapkan sembilan tersangka atas kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja sama (KKKS) periode 2018-2023. Dari sembilan tersangka, enam di antaranya merupakan pejabat di Sub Holding Pertamina, sedangkan tiga lainnya broker dari swasta.
Selain dugaan tindak pidana di atas, kejaksaan juga menemukan adanya kongkalikong antara Pertamina dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sengaja menghindari proses penawaran minyak mentah. Hal itu menyalahi regulasi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 42 Tahun 2018.
Kejaksaan juga menemukan adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh Direktur PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi. Mark up itu dilakukan saat pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang.