Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan terpidana kasus pengalihan hak tagih utang Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan anggota DPR RI 2019–2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang melibatkan buronan Harun Masiku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam keterangannya, Djoko Tjandra mengaku tidak mengenal Harun Masiku. Dia juga menampik kabar mengenai pemberian bantuan untuk politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu selama di Singapura.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Oh enggak betul. Kenal aja enggak, gimana mau bantu?” ucap Djoko saat ditanya jurnalis setelah menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu, 9 April 2025, seperti dikutip Antara.
Selain itu, Djoko juga mengatakan bahwa dia tidak kenal dengan Donny Tri Istiqomah, salah satu tersangka dalam kasus suap tersebut. Lantas, seperti apa sebenarnya sosok Djoko Tjandra yang diperiksa KPK terkait kasus Harun Masiku? Simak informasinya berikut ini.
Sosok Djoko Tjandra
Djoko Soegiarto Tjandra atau yang dikenal sebagai Djoko Tjandra merupakan pengusaha Indonesia yang identik dengan Grup Mulia, pemilik bisnis inti properti. Dia lahir di Sanggau, Kalimantan Barat pada 27 Agustus 1951 dan kini berusia 73 tahun.
Djoko Tjandra adalah seorang pengusaha yang pernah menjadi buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali. Ia sempat menjadi buronan selama 11 tahun dalam kasus tersebut dengan kabur ke Kuala Lumpur dan berganti kewarganegaraan menjadi warga negara Papua Nugini.
Namun, jalan panjang pelarian Djoko Tjandra itu akhirnya berakhir pada Kamis, 30 Juli 2020 ketika ditangkap di Malaysia. Setelah itu, polisi pun langsung menyerahkan Djoko untuk menjalani hukuman di Kejaksaan Agung. Dalam perkara cessie Bank Bali, Djoko divonis dua tahun penjara.
Skandal Bank Bali yang menjerat Djoko bermula pada tahun 1999. Saat itu, Kejaksaan Agung sempat menahan Djoko pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000 dalam kasus pengalihan hak tagih Bank Bali. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melepaskannya dari tuntutan pidana, karena menilai perbuatan Djoko adalah perdata. Di tingkat kasasi, Djoko pun dinyatakan bebas.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan Agung mengajukan upaya Peninjauan Kembali. Mahkamah Agung lantas memvonis Djoko 2 tahun penjara dan uang miliknya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas negara. Tapi sehari sebelum vonis dijatuhkan, Djoko kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini pada 10 Juni 2009.
Djoko kemudian diketahui telah pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012. Namun, alih status warga negara itu tidak sah, sebab Djoko masih memiliki permasalahan hukum di Indonesia. Pada akhir Juni 2020, beredar kabar di grup WhatsApp bahwa Djoko Tjandra sudah ditangkap dan sedang berada di Bandara Halim Perdana Kusumah.
Pada 29 Juni 2020, Jaksa Agung ST Burhanuddin Sanitiar mengatakan bahwa Djoko memang sudah berada di Indonesia untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali. Buronan Kejaksaan ini masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi. Dia sempat membuat kartu tanda penduduk, membuat paspor, bahkan mendaftarkan sendiri Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Polisi baru berhasil menangkap Djoko di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Kamis, 30 Juli 2020. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md kala itu menyebut operasi penangkapan Djoko telah dimulai sejak 20 Juli 2020. Akhirnya, Djoko Tjandra divonis hukuman 4,5 tahun penjara berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung.
Antara, M. Rizki Yusrial, M Rosseno Aji, Rindi Ariska berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Pengusaha dan Politikus Pengendali Judi Online