Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANYAK timbul pertanyaan setelah PT Capella Mobil Sarana (PT CMS) merajai pemasaran truk Nissan di Sumatera Barat. Hanya kurang dari lima bulan, 267 unit truk itu mampu menyalip merek lain di jalanan provinsi itu. Dealer truk tersebut ternyata dianggap punya jurus jitu untuk menjaring pembeli. Untuk mendapatkan truk seharga sekitar Rp 56 juta itu, ia mensyaratkan kepada sebagian calon pembeli hanya cukup membayar uang administrasi Rp 3.250. Dan sisanya dicicil Rp 1,5 juta per bulan. Namun, Desember lalu, berkibarnya penjualan tadi mengundang heboh setelah ditemukan keganjilan di STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) truk yang dijual itu. Di lembar STNKnya rupanya tak tercantum bukti pengutipan BBN (Bea Balik Nama), PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan iuran asuransi kecelakaan lalu lintas. Padahal, PT CMS mengeluarkan Rp 6 juta untuk sebuah truk itu, yang seharusnya disetor langsung ke kas daerah. Akibat tertundanya setoran ini, hingga kini uang sebanyak Rp 1,5 milyar belum diterima di kas daerah Pemda Sumatera Barat. STNK tadi dinyatakan tidak memenuhi syarat pembayaran di Kantor Samsat (Sistem Administrasi Satu Atap), karena di lembarnya tak ada cap register, tanpa diparaf Kepala Dinas Pendapatan Daerah, dan tidak ada stempel tanda lunas. Bukti keabsahan STNK itu hanya lunasnya uang administrasi dan adanya stempel tekenan Kepala Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Sumatera Barat Letnan Kolonel Purnomo Subagyo. Sedangkan tanda keganjilan lain: truk yang memiliki STNK cacat itu lolos kir dari Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (DLLAJR). Mengingat keluarnya STNK cacat itu berkaitan dengan instansi lain di Kantor Samsat, Gubernur Sumatera Barat Hasan Basri Durin meminta bantuan Inspektur Bakorstanasda (Badan Koordinasi Bantuan Keamanan Nasional Daerah). Dalam keterangannya kepada wartawan akhir bulan lalu, ia mengungkapkan tim Bakorstanasda telah menanyai 31 orang dari unsur aparat, pengusaha (dealer), dan pemilik truk. "Dan siapa pun yang bersalah akan ditindak," kata Gubernur. Munculnya kasus itu bermula dari rencana penjualan truk Nissan secara besar- besaran di Sumatera Barat, Juni tahun lalu. Untuk itu, menurut sebuah sumber, pihak PT CMS menghubungi asosiasi dealer mobil untuk mendapatkan rekomendasi penjualan. Rekomendasinya ternyata ditolak karena truk yang akan dijual itu tidak memiliki faktur asli dari agen tunggalnya di Jakarta. Pengusaha PT CMS belum habis akal. Lalu ia mencari jalan pintas: menghubungi pejabat yang berhubungan dengan penerbitan STNK, yaitu Ditlantas Polda Sumatera Barat, Dinas Pendapatan Daerah, dan DLLAJR. Dan keluarlah STNK tersebut, yang masa berlakunya ada yang tiga bulan dan setahun. Menurut sebuah sumber, untuk terbitnya STNK tersebut, PT CMS membayar fee Rp 300 ribu per unit truk kepada oknum petugas. Dan siapa saja yang terlibat? Nazief Lubuk, Kepala DLLAJR Sumatera Barat, berkata kepada TEMPO bahwa dirinya tak bersalah. "Saya kir kendaraan itu karena melihat ada STNK. Saya tak wajib mengecek keabsahan STNK itu. Begitu pula soal BBN dan PKB sudah dibayar atau belum, itu juga bukan urusan kami," katanya. Arah tuduhan sempat tertuju ke alamat Kepala Dinas Pendapatan, Darwin Darwis. Bahkan ia disebut menerima uang pelicin sehingga Gubernur memanggilnya. Darwin saat itu di Jakarta mengikuti penataran kewaspadaan nasional. Ia segera terbang ke Padang dan menghadap tim pemeriksa. "Saya tidak kaget ketika dipanggil Gubernur dan dihadapkan kepada tim pemeriksa," katanya. Dan Darwin mantap membantah tuduhan terhadap dirinya ikut menikmati uang pelicin. "STNK itu tidak pernah singgah di kantor kami. Jangankan terima uangnya, melihat STNK itu saja saya tidak pernah," tukasnya. Lain lagi pengakuan seorang karyawan PT CMS yang diperiksa tim yang disebut tadi. Sumber TEMPO yang mengetahui hasil pemeriksaan itu menyebutkan: atas suruhan bosnya, karyawan itu telah mengantarkan uang pelicin kepada seorang pejabat. Tapi pengakuan karyawannya itu dibantah oleh Direktur Utama PT CMS Padang Hianto D.S. "Cerita itu hanya karangan," katanya. Hianto mengaku tak ada niat memanipulasikan BBN dan PKB itu. Yang dimintanya kepada Kaditlantas selaku Koordinator Samsat ketika itu adalah: bagaimana truk itu bisa jalan lebih dulu. Sedangkan BBN dan PKB dibayar belakangan setelah faktur asli turun dari Jakarta. "Semua dealer mobil dan truk tahu itu. Ini bukan permainan," ujar Hianto kepada wartawan TEMPO di Padang. Kapan BBN dan PKB akan dibereskan? "Dalam sebulan ini semuanya kami lunaskan," katanya. Sementara itu, Letnan Kolonel Purnomo Subagyo pernah mengaku terus terang kepada wartawan bahwa dialah yang mengeluarkan STNK tersebut. "Saya cuma menjalankan tugas," katanya, seperti dikutip mingguan Canang di Padang. Sejak Januari lalu, Purnomo dipindahkan ke Polda Kalimantan Selatan. Ia menolak menjelaskan alasan pengeluaran STNK cacat itu. Sedangkan Brigjen. Poeloeng Soehartono, bekas Kapolda Sumatera Barat mengatakan, semua perkara yang berhubungan dengan STNK yang dihebohkan di Padang itu sudah dilaporkannya kepada Kapolri. Poeloeng diangkat menjadi Direktur Samapta Mabes Polri, September lalu. "Kalau saya terlibat tentu sudah diperiksa," katanya melalui telepon kepada Ivan Haris dari TEMPO. Kepala Dinas Penerangan Polda Sumatera Barat Letnan Kolonel Jasmini juga menolak mengomentari kasus STNK itu. "Urusan ini sekarang langsung ditangani Kapolda," katanya. Sementara itu, Kapolda Sumatera Barat yang baru, Kolonel Hendro Pramono, masih sulit ditemui. "Kapolda sibuk, banyak tamu," kata Jasmini. Gatot Triyanto dan Fachrul Rasyid
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo