Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak Polda Jawa Tengah untuk menangani kasus penembakan siswa SMK oleh polisi di Semarang dengan cepat dan transparan. Peristiwa tragis ini menewaskan seorang siswa berinisial G (17 tahun) dan melukai dua siswa lainnya, S (17 tahun) dan A (17 tahun).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami meminta agar Polda Jateng transparan dan cepat menyelesaikan kasus ini, sesuai amanat Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 59A,” ujar Diyah Puspitarini, Komisioner KPAI, melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Selasa, 3 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KPAI juga menyoroti dugaan pelanggaran serius dalam penanganan kasus ini. Diyah menyebut bahwa selain kode etik, pelaku juga harus dikenai pelanggaran pidana. “Ini kejadian luar biasa. Anak meninggal akibat kekerasan fisik dengan senjata api, dan itu harus ditindak tegas,” katanya.
Polda Jateng telah melakukan ekshumasi terhadap korban G untuk mendapatkan bukti lebih lanjut. KPAI, lanjut Diyah, telah melakukan audiensi dengan pihak kepolisian. Ajun Komisaris Besar Agus Sembiring dari Polda Jateng memastikan pihaknya akan menuntaskan kasus ini. “Ekshumasi adalah salah satu bentuk kecepatan yang kami lakukan,” ujar Agus kepada pihak KPAI.
Penembakan siswa SMK oleh personel Polrestabes Semarang, Aipda Robig Zaenudin, terjadi pada Ahad, 24 November 2024 di Pusponjolo, Ngaliyan, Semarang. Korban tewas dalam insiden ini adalah GRO (17), siswa kelas IX Teknik Mesin di SMK Negeri 4 Semarang.
Menurut keterangan resmi Polrestabes Semarang, peluru mengenai pinggul korban. GRO sempat dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi Semarang untuk mendapatkan perawatan. Namun, nyawanya tidak dapat diselamatkan. Jenazah korban dimakamkan pada Ahad sore di Sragen, Jawa Tengah.
Selain GRO, dua remaja lain turut menjadi korban penembakan, tetapi keduanya berhasil selamat meski mengalami luka. Dalam konferensi pers, polisi menunjukkan sejumlah senjata tajam, seperti golok dan celurit, yang diduga digunakan para remaja itu untuk tawuran.
Polrestabes Semarang telah memeriksa 12 saksi pada peristiwa tersebut, sebagian besar masih berusia remaja. Dari hasil pemeriksaan, satu orang, yakni MPL (20), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tawuran tersebut. Insiden ini menimbulkan polemik karena melibatkan anak-anak yang sebelumnya disebut-sebut terlibat geng, namun dugaan itu dibantah oleh KPAI dan korban.
Karena terbukti bahwa, penyebab penembakan tersebut bukanlan tawuran. Hal ini disampaikan oleh Kabid Propam Polda Jateng Kombes Aris Supriyono. Ia menyebut motif Ajun RZ menembak Gamma, siswa jurusan Teknik Mesin SMK Negeri 4 Semarang, pada 24 November lalu bukan untuk membubarkan tawuran. Namun, Aipda RZ merasa kendaraannya diserempet.
RZ ketika itu baru kembali dari kantor dan di arah berlawanan berpapasan dengan anak remaja yang tengah melakukan kejar-kejaran. Salah satu motor itu kemudian menyerempet kendaraan RZ.
"Terduga (Aipda RZ) lalu menunggu mereka putar balik kemudian terjadi penembakan," ujar dia dalam rapat bersama Komisi III DPR yang juga dihadiri oleh Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar pada Selasa, 3 Desember 2024.