Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu berita besar pekan ini, remaja 14 tahun melakukan pembunuhan terhadap ayah dan neneknya, dan mencoba lakukan pembunuhan terhadap ibunya di perumahan Bona Indah, Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Belum kelar kasus yang menggemparkan itu, muncul kasus lainnya yang tak kalah mendapat sorotan publik karena pelakunya seorang polisi. Anggota Kepolisian Resor Kota Bekasi bernama Ajun Inspektur Dua Nikson Pangaribuan alias Ucok yang diduga telah menganiaya dan membunuh ibu kandung dengan menggunakan tabung gas 3 kilogram. Dugaan itu dibenarkan Kepala Polres Bogor Ajun Komisaris Besar Rio Wahyu Anggoro.
“Kami bertindak tegas, siapapun pelaku pidana akan kami proses meskipun pelakunya anggota Polisi,” kata Rio di Polres Bogor, pada 2 Desember 2024.
Rio mengatakan, polisi bunuh ibu kandung yang terjadi di Desa Dayeuh, Kecamatan Cileungsi, Bogor. Menurut keterangan saksi, korban saat itu sedang melayani pembeli di warungnya. Tiba-tiba Nikson datang dan mendorong ibunya hingga jatuh. Nikson mengambil tabung gas melon untuk menghantam kepala ibunya sebanyak tiga kali. Setelah itu, Nikson melarikan diri menggunakan mobil Suzuki pikup dan ditemukan di sekitar RS Hermina Cileungsi untuk dibawa ke Polres Bogor. Sementara itu, jenazah korban dibawa ke RS Polri untuk autopsi.
Peristiwa yang dilakukan Nikson terhadap ibu kandungnya disebut sebagai matrisida, dan seseorang yang melakukan perbuatan ini disebut mengalami gangguan mental matrisida. Secara khusus, matrisida diartikan sebagai pembunuhan seorang ibu oleh anaknya. Pada kejadian ini, hampir secara eksklusif dilakukan oleh anak laki-laki.
Berdasarkan ncbi.nlm.nih.gov, matrisida berasal dari mitologi Yunani dan dipenuhi dengan emosi yang tinggi. Kelompok Psikoanalisis selalu menerima gangguan mental matrisida yang didasari atas mekanisme mental di balik pemikirannya.
Pada 40 tahun lalu, psikiater Wertham menggambar analogi antara pasiennya dan sosok matrisicidal dari mitologi Yunani yang menciptakan ungkapan "Kompleks Orestes."
Istilah Kompleks Orestes menggambarkan anak laki-laki yang tidak dewasa secara seksual, berorientasi homoseksual, dan terjebak dalam hubungan ketergantungan, tetapi bermusuhan dengan ibu posesif. Meningkatnya ketegangan anak laki-laki ini menyebabkan pembunuhan yang disebut Wertham sebagai krisis katatimik.
Dua studi tentang matrisida di Kanada dan Inggris menemukan hubungan substansial dengan skizofrenia. Menurut studi tersebut, pembunuhan yang mencakup matrisida adalah kejahatan skizofrenia. Selain itu, dalam publikasi ilmiah berjudul Matricide: The Schizophrenic Crime?, pelaku matrisida sering tinggal bersama korban dan menggunakan metode yang menyakitkan serta kekerasan berlebihan saat membunuh. Sebagian besar ibu yang dibunuh karena penusukan dan pemukulan yang menunjukkan tingkat kekerasan ekstrem. Bahkan, beberapa pelaku memutilasi tubuh korban.
Dikutip dari laman themorning.lk, pelaku matrisida dapat diidentifikasi dari karakteristik utama, yaitu penyakit mental parah, ibu mendominasi, hubungan bermusuhan dan bergantung dengan ibu, ayah pasif atau tertutup, dan perilaku berlebihan. Biasanya, pembunuhan ini terjadi karena penyakit mental yang sudah berlebihan, tetapi tidak teridentifikasi, termasuk skizofrenia.
Mayoritas pelaku matrisida didiagnosis menderita skizofrenia kronis dan telah tinggal sendirian dengan ibu mereka. Diagnosis lainnya dari pelaku matrisida mengalami psikosis yang diinduksi zat dan gangguan impuls. Pelaku matrisida memiliki impuls yang berkembang melalui tahap psikologis berurutan. Akibatnya, motif untuk matrisida bervariasi dan berkorelasi dengan tingkat perkembangan psikologis atau regresi.
Menurut publikasi ilmiah Who Commits Matricide?, sebanyak 15 dari 16 kasus matrisida memiliki diagnosis skizofrenia dan pasien lain diagnosis skizofrenia dengan gangguan kepribadian. Selain itu, semua pelaku berstatus lajang saat membunuh. Namun, pelaku tersebut memiliki hubungan sarat konflik dan ambivalen dengan ibu mereka. Biasanya, pelaku membunuh ibu yang tinggal satu rumah di kamar tidur atau dapur. Adapun, usia rata-rata ibu yang dibunuh adalah 31-63 tahun.
Hubungan antara matrisida dan skizofrenia berkaitan, tetapi sejauh mana hubungan itu bersifat kausatif masih belum diketahui. Hubungan skizofrenia dengan matrisida berbeda dari bentuk pembunuhan keluarga lainnya karena lebih berkaitan dengan kesempatan.
Sebab, efek penyakit yang melumpuhkan secara sosial pelaku matrisida mengurangi kemungkinan pernikahan dan memperpanjang ketergantungan pada orang tua. Namun, tidak semua penderita skizofrenia bertindak secara agresif. Menurut Dosen Senior dalam Psikiatri Forensik di Universitas Edinburgh, Chiswick, ribuan anak laki-laki penderita skizofrenia hidup damai, tidak menyerang, atau membunuh ibu mereka.
Anak laki-laki yang memiliki riwayat skizofrenia dapat ditangani agar tidak berperilaku agresif dan berpotensi matrisida. Anak laki-laki skizofrenia menjalani kehidupan yang terisolasi secara sosial dengan ibu mereka dan memiliki sedikit dukungan keluarga lainnya.
Akibatnya, keluarga perlu membawa ke penyedia layanan kesehatan mental, jika anak mengalami perubahan mendadak dalam keadaan mental, ide delusi mengenai ibu, dan ancaman atau kekerasan dengan intervensi cepat. Selain itu, ibu yang mengaku takut pada anak laki-laki mereka juga tidak boleh diabaikan.
Mahfuzulloh Al Murtadho turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Publik Sorot 4 Pembunuhan oleh Polisi, Setelah Polisi Tembak Polisi Terjadi Polisi Bunuh Ibu Kandung
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini