Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Agama, negara, dan tv kita

Media tv, terutama TVRI dapat menjadi penghubung kehidupan pluralisme, kesatuan dan persatuan, religi dan sekuralisasi. contohnya penayangan perayaan isra mi'raj di semua saluran televisi.

15 Februari 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KITA telah melihat acara perayaan Isra Mi'raj di masjid Istiqlal ditayangkan di semua saluran TV. Undang-undang mengakui kehadiran agama-agama dan kepercayaan yang berbeda di Indonesia. Penerapan semangat Pancasila pada agama adalah toleransi. Maka, tidak cukupkah perayaan Isra Mi'raj disiarkan misalnya pada dua saluran saja? Meskipun Isra Mi'raj merupakan perayaan umat Islam, mayoritas penduduk Indonesia, rasanya cukup fair jika yang minoritas diberi pilihan untuk menonton acara lain di salah satu saluran. Yang menjadi soal, adakah pembenaran ditayangkannya perayaan Isra Mi'raj pada semua saluran itu karena acara itu merupakan acara negara, bukan sekadar acara agama? Agama pada hakikatnya adalah spiritual-religius: penekanan kepada yang supernatural dan doktrin teologis, komitmen yang serius kepada ajaran, dan keengganan mengompromikan kepercayaan dan nilai-nilai agama dengan nilai-nilai masyarakat yang lebih luas. Tapi Islam adalah agama mayoritas di Indonesia. Ia masih memainkan peran dalam mengekspresikan dan mengukuhkan nilai-nilai masyarakat luas, sehingga mampu memainkan peran tradisionalnya dalam menumbuhkan solidaritas sosial dan integrasi masyarakat. Selain menjalankan fungsi kebangsaan, agama menjalankan fungsi politis sebagai pemersatu. Di Amerika Serikat, generasi ketiga bangsa Amerika kulit putih cenderung tidak lagi mengidentifikasikan diri dengan asalusul etnis mereka, tapi pada satu dari ketiga subkomunitas terbesar yang dominan: Protestan, Katolik, Yahudi. Di Indonesia, dalam sejarah, tokoh pemimpin Islam menggunakan solidaritas agama untuk menggerakkan perlawanan terhadap penjajah Belanda. Agama jelas memberikan suatu sense of belonging secara sosial. Meskipun sebenarnya Islam di Indonesia cukup majemuk dan sebagai kekuatan politis sering terpecah-pecah, penayangan acara yang begitu penting bagi umat Islam di TVRI jelas merupakan pemersatu dan simbol bagi "kekuatan" Islam di Indonesia. Jadi, apakah penayangan acara Isra Mi'raj di semua saluran TV merupakan indikasi dari bertambahnya religiusitas masyarakat dan negara, atau malah merupakan pertanda "sekularisasi"? Kaum muslimin Indonesia senantiasa menganggap tidak ada pemisahan antara yang suci dan yang sekuler, yang berarti bahwa agama berhubungan dengan yang duniawi, termasuk politik. Keberhasilan Islam di Indonesia antara lain kemampuannya untuk menyesuaikan diri pada kondisi yang berubah, yang akhirakhir ini bergerak sangat cepat. Agama tidak lagi milik pribadi secara spiritual, tetapi sudah berbaur dengan kepentingan sosial dan negara, dan di era komunikasi ini ditunjang oleh media massa. Kepentingan siapa yang dilayani di sini? Media TV, agama, umat Islam, atau negara? Acara penayangan perayaan Isra Mi'raj jelas menunjukkan hubungan segi tiga antara negara, agama, dan media massa. TVRI punya kedudukan khusus dalam media massa di Indonesia. Slogannya saja jelas: "TVRI menjalin kesatuan dan persatuan". Peran media massa di Indonesia adalah untuk mendukung negara, tapi TVRI terlebih lagi karena memang milik negara. Ini menarik, mengingat adanya sejarah keterasingan dan oposisi kekuatan politik Islam di Indonesia dalam menghadapi pemerintah kolonial maupun RI. Tetapi agama itu penting bukan hanya sebagai pemersatu, melainkan moral fibre dari suatu bangsa dan negara. Pada akhirnya, kebanyakan negara tidak bisa berjalan tanpa landasan kepercayaan agama, apa pun agama itu. Pada zaman pra-industrialisasi, kehidupan keluarga, pekerjaan, pendidikan dan politik erat berintegrasi dan merupakan bagian dari pola yang sama. Pola ini dapat diartikan dan diberi makna dengan mengacu kepada satu semesta kemaknaan (universe of meaning) yang sering bisa diberikan oleh agama. Kehidupan "modern" sangat berdiferensiasi dan menimbulkan pluralitas "dunia-dunia". Pluralitas ini bisa diartikan sebagai "sekularisasi", karena berbagai "dunia" ini mempunyai arti yang berbeda-beda, bahkan kadang kontradiktif. Pluralitas juga menimbulkan ketidakpastian karena tiap "dunia" memberikan nilai-nilai yang berbeda. Pada umumnya, dan khususnya di Indonesia, agama masih mampu memberikan suatu semesta kemaknaan bagi penganutnya. Jadi, meskipun kehidupan di Indonesia semakin "sekuler", amatlah penting mempertahankan kesan religiusitas dari berbagai kegiatan, termasuk kegiatan negara. Memang kehebatan negara di Indonesia: kemampuannya untuk menggabungkan pluralisme, "kesatuan dan persatuan", religi, dan "sekuralisasi" sekaligus. Dan semua ini dapat Anda lihat di layar TVRI di rumah Anda sendiri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus