Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Polres Lampung Selatan memeriksa sebelas saksi terkait tewasnya seorang santri di kawasan Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Huda 606, Desa Agom, Kecamatan Kalianda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dalam rangkaian penyelidikan meninggalnya seorang remaja laki-laki ini, kami sudah ada yang kami mintai keterangan sebagai saksi, dan untuk sementara jumlahnya 11 orang saksi," kata Kapolres Lampung Selatan Ajun Komisaris Besar Yusriandi Yusrin di Kalianda, Senin, 4 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saksi yang diperiksa tersebut mulai dari saksi yang ada di sekitar kejadian, kemudian saksi yang mengikuti latihan pada kegiatan pencak silat di ponpes tersebut, hingga pelatih korban.
"Untuk saat Ini masih didalami, mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada titik terang," kata dia.
Ia juga mengatakan pihaknya belum dapat menyimpulkan penyebab kematian santri tersebut, lantaran pihaknya masih menunggu hasil autopsi.
Sebelumnya seorang santri berinisial MF, 16 tahun, tewas diduga akibat dikeroyok dan dianiaya di kawasan Pondok Pesantren Miftahul Huda 606, Desa Agom, Kecamatan Kalianda, pada Ahad dinihari, 3 Maret 2024.
Peristiwa ini terjadi saat korban mengikuti latihan kenaikan tingkat pada perguruan pencak silat PSHT. "Penganiayaan dan pengeroyokan terjadi kekerasan fisik berupa pemukulan sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia," ujar Yusriandi.
Korban sempat dilarikan ke rumah sakit sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia. "Selanjutnya korban dilarikan ke Rumah Sakit Bob Bazar Kalianda dan pelapor melaporkan kejadian tersebut ke SPKT Polres Lampung Selatan untuk ditindaklanjuti," ujarnya lagi.
Atas kejadian tersebut, ia mengimbau kepada masyarakat dan pengurus sekolah dan pondok pesantren agar kasus tersebut menjadi peringatan keras dan tidak terulang lagi.