Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MELALUI layanan mobile banking di telepon selulernya, dengan sekali transaksi, duit setengah miliar rupiah itu ditransfer Dhana Widyatmika. Dari rekening Bank Mandiri milik pegawai pajak golongan III-C itu, uang melesat ke rekening Haji Abdul Somad. "Duit itu saya pinjam dari Dhana," kata Haji Somad kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Belakangan, transaksi pada Awal Juli 2009 itu membuat Haji Somad berurusan dengan penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung. Jaksa menengarai duit itu hasil kejahatan Dhana selama menjadi account representative di lingkungan kantor Direktorat Jenderal Pajak. Penyidik kini menelisik kemungkinan transaksi itu upaya pencucian uang Dhana.
Medio Februari lalu, Dhana, yang terakhir berkarier di Unit Pelayanan Pajak Daerah Setiabudi, Dinas Pelayanan Pajak Jakarta, ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan. Ia dituduh melakukan korupsi dan pencucian uang. Awalnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan angka Rp 19,9 miliar di 13 rekening Dhana di tujuh bank. Padahal gajinya sebagai pegawai pajak tak sampai Rp 15 juta per bulan. Awal Maret lalu, Dhana dijebloskan ke Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Kejaksaan kemudian juga menemukan, di satu rekening Dhana tercatat, sepanjang 2005-2010, ada duit masuk Rp 97 miliar. Menurut Jaksa Agung Basrief Arief, duit itu sebagian diduga setoran dari wajib pajak. Tapi pengacara Dhana, Reza Edwijanto, membantah angka itu karena menurut dia tak jelas hitungannya. "Ini penilaian buruk terhadap klien kami," kata Reza.
Kejaksaan memakai strategi follow the money untuk mengungkap perkara Dhana ini. Tak hanya mengusut penyetornya, jaksa juga menelusuri ke mana saja duit mengalir. Satu di antaranya belakangan ditemukan, ya itu tadi, ke Haji Somad, pengusaha bengkel mobil di Kelurahan Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur.
Haji Somad mengaku sudah empat kali menyambangi Gedung Bundar Kejaksaan Agung. Di sana dua kali sudah ia diperiksa. Selebihnya, ia datang menyerahkan data pendukung transaksinya. Kamis dua pekan lalu, misalnya, Somad menyerahkan surat perjanjian utang-piutang dan rekening koran bukti pelunasan.
Somad mengaku mengenal Dhana lewat temannya. "Saya berutang ke Dhana karena kepepet," ujar Somad. Disaksikan notaris, ia pun meneken perjanjian tentang pinjam-meminjam uang itu di restoran Pizza Hut Pondok Gede Mall. Menurut Somad, saat itu ia tidak tahu Dhana pegawai pajak. "Hanya sekali itu ketemu dia, selebihnya berkomunikasi lewat telepon."
Selain harus menyerahkan sertifikat rumah dan bengkelnya di Lubang Buaya ke Dhana, Haji Somad mengatakan pinjaman Rp 500 juta itu dikenai bunga 10 persen per bulan. Karena melebihi jangka pelunasan tiga bulan, sampai Januari 2010, ia harus membayar seluruh utang plus bunga sebesar Rp 725 juta.
Selain ke Haji Somad, duit Dhana terdeteksi mengalir ke Haji Abdul Karim. Menurut sumber Tempo, transaksinya mencapai setengah miliar rupiah. Duit itu modal investasi membangun peternakan 4.000 ekor ayam potong di Tigaraksa, Tangerang. Jumat pekan lalu, Tempo menyambangi alamat peternakan itu. Namun ingar-bingar layaknya sebuah peternakan ayam sudah lenyap. Di situ yang terlihat tonggak-tonggak bekas kandang dan kotoran ayam yang sudah kering.
Sumber itu juga mengungkapkan adanya aliran duit Dhana ke rekening Rama Pratama, bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera. Selama 2009-2010, Dhana mengirim Rp 170 juta dalam tiga tahap. Rama tercatat mengirim balik duit ke rekening Dhana Rp 91 juta. Menurut sumber itu, uang mengalir ke perusahaan investasi Rama, PT Sangha Poros Capital.
Dari catatan transaksi itu, tercantum alamat Rama di perumahan Depok Indah, Beji, Depok, Jawa Barat. Ketika Tempo mendatangi alamat itu dua pekan lalu, rumah tersebut ternyata hanya ditinggali orang tua Rama. Disambangi di kantornya di Badan Supervisi Bank Indonesia di kompleks Gedung BI, Rama, menurut petugas keamanan di sana, tak ada di kantor. Telepon dan pesan pendek Tempo juga tak dibalasnya.
Aliran duit dari rekening Dhana juga terendus mampir ke rekening istri seorang petinggi komisi di DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Nilainya sekitar Rp 25 juta. Penyidik belum tahu apa kepentingan Dhana mengirim uang tersebut.
Aliran dari rekening Dhana yang juga masih ditelusuri penyidik adalah aliran ke Jourda Ugroseno, pengusaha karet yang memiliki saham PT Trisula Artha Mega di Palembang. Sumber Tempo menyebutkan transaksinya di atas Rp 1 miliar. Dua direktur perusahaan itu, Israwan Nugroho dan Gerald Setiawan, sudah diperiksa. Tempo menelusuri alamat perusahaan itu seperti tercantum di catatan transaksi, di kawasan Jalan Anggrek, Palembang. Namun di alamat itu tak ditemukan kantor PT Trisula.
Selain ke orang di luar lingkaran kantor, Dhana terdeteksi mengirim duit ke atasannya, Firman, ketika bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Setiabudi I. Firman saat itu menjabat Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi KPP itu. Menurut seorang penyidik, transaksinya ratusan juta rupiah. Duit itu diduga imbalan memenangkan gugatan restitusi PT Riau Perta Utama. Kepada penyidik, Firman mengaku hanya menerima duit dari Dhana tak sampai Rp 100 juta. Itu pun, kata dia, hasil menjual mobil ke Dhana.
Dhana juga menanamkan sebagian duitnya di lima perusahaan sekuritas nasional. Pada Januari lalu, Kejaksaan menemukan pula aliran duit Dhana ke luar negeri. Rp 7 miliar diinvestasikan di Hong Kong dan US$ 50 ribu diinvestasikan di Amerika Serikat.
Pengacara Dhana, Reza Edwijanto, mengaku belum tahu perihal aliran Dhana ke beberapa nama tersebut. Namun ia membenarkan kliennya pernah berinvestasi peternakan di Tigaraksa, Tangerang. Melalui pengacaranya, Dhana berkukuh isi rekeningnya tak lebih dari Rp 440 juta. Asetnya, kata dia, juga bukan hasil korupsi. "Logikanya, kalau punya duit miliaran, kenapa mau bisnis recehan seperti ternak ayam," kata Reza.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman menolak mengomentari ihwal aliran Dhana ke beberapa nama itu. Ia menyerahkan sepenuhnya pengusutan kasus Dhana ke penyidik. "Supaya obyektif," katanya.
Sampai akhir pekan lalu, penyidik telah menyita aset Dhana sekitar Rp 18 miliar. Kekayaan itu diduga kuat dari hasil korupsi. Di antaranya, duit Rp 11 miliar yang ditanam di lembaga penyedia jasa keuangan, 17 truk ekspedisi, uang tunai berbagai mata uang asing, emas batangan, serta tanah di perumahan Woodhills Residence di Jati Asih, Bekasi, senilai Rp 4,5 miliar. Sedangkan aset Dhana berupa dua showroom di Kelapa Gading, perusahaan ekspedisi PT Mitra Modern Mobilindo, minimarket, dan belasan hektare tanah masih ditelisik Kejaksaan.
Konsentrasi penyidik Kejaksaan mengurai aliran duit dari rekening Dhana mulai berbuah. Sumber Tempo mengatakan, ada sejumlah nama yang diduga kuat akan dijadikan tersangka baru. Ia menyebut bekas atasan Dhana, Firman, dan bekas pegawai pajak yang juga pemegang saham di perusahaan Dhana, Herly Isdiharsono. Selain diduga menerima duit, Herly diduga banyak membantu aksi Dhana.
Sinyal bakal adanya tersangka baru sebenarnya sudah diberikan Jaksa Agung Basrief Arief pada saat rapat dengan Komisi Hukum DPR, akhir Maret lalu. "Atasan Dhana secara berjenjang juga akan kami tetapkan," kata Basrief kala itu. Para calon tersangka baru memang masih akan berputar di lingkaran para penerima duit dari rekening Dhana.
Anton Aprianto, Febriana Firdaus, Joniansyah (Tangerang), Parliza Hendrawan (Palembang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo