Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Tersengat Bara Sang Bendahara

Terlibat kasus penipuan puluhan miliar rupiah, Bendahara Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama ditangkap polisi. Ketua umumnya, Ali Masykur Musa, sibuk "bergerilya".

11 November 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pertemuan itu tampaknya begitu penting bagi Ali Masykur Musa. Sehari sebelum menghadiri kongres ke-21 Badan Audit Sedunia (Incosai) di Beijing, Cina, anggota Badan Pemeriksa Keuangan ini menyempatkan diri menemui Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Putut Eko Bayuseno. Ali menemui Putut di ruang kerjanya bersama anggota staf ahlinya, Muhammad Kholid Syeirazi. Adapun Putut, Senin tiga pekan lalu, hanya didampingi seorang asisten.

Dalam pertemuan setengah jam menjelang makan siang itu, Ali Masykur bertanya perihal status hukum Ferry Ludwankara Setiawan. Ferry, 35 tahun, ditangkap polisi di Bandar Udara Soekarno-Hatta tiga hari sebelumnya. Dia menjadi tersangka kasus penipuan dalam bisnis batu bara dengan nilai kontrak Rp 25 miliar. Dalam kasus yang sama, polisi juga menahan rekan Ferry, Rizky Rachmad Agung Basuki, 32 tahun.

Ali dan Kholid bergerak cepat karena kasus ini melibatkan orang dekat mereka di Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU). Di kepengurusan pusat organisasi ini, Ali menjabat ketua umum dan Kholid sekretaris jenderal. Adapun Ferry dan Rizky menjadi bendahara umum dan wakil bendahara.

Kedatangan mereka, menurut sumber Tempo, antara lain, memang mempertanyakan perkembangan kasus Ferry. Ini lantaran para tersangka itu beberapa kali menyebut nama Ali dalam pemeriksaan. Sumber itu menyebutkan, kepada Kepala Polda, Ali menegaskan bahwa dia tak terlibat kasus ini.

Ditanya Tempo perihal pertemuannya dengan Kepala Polda, Ali menggelengkan kepala. "Saya tak ingat ada pertemuan itu," katanya saat ditemui pekan lalu di kantor sebuah yayasan di kawasan Cawang, Jakarta Timur.

Jawaban berbeda justru diberikan Kholid. Ia mengaku menemani bosnya menemui Putut. Menurut Kholid, kepada Kepala Polda, Ali menyatakan ulah Ferry tak berhubungan dengan jabatannya sebagai Bendahara ISNU. "Dia menyatakan perbuatan Ferry tak terkait dengan pimpinan ISNU," ujar Kholid kepada Tempo.

Korban penipuan Ferry bukan orang sembarangan. Dia Apriyadi Malik, Wakil Bendahara Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia—salah satu organisasi kemasyarakatan pendiri Partai Golkar. Laki-laki 42 tahun itu juga menjabat managing director di PT Ragta Dea, perusahaan iklan luar ruang. Perusahaan ini menguasai titik iklan reklame dan billboard di sekitar bandara di Bali, Makassar, dan Surabaya.

Apriyadi mengatakan dia mengenal Ferry melalui kawannya, Alvin Sanjaya. Kepada Alvin, Ferry bercerita bahwa ia punya proyek tetap memasok batu bara ke PT PLN Batubara. Alvin lalu mengenalkan Ferry kepada Apriyadi. Awal Maret lalu, mereka pun bertemu di Restoran Merah Delima, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pada awal pertemuan, Ferry mengaku sebagai saudara Ali Masykur Musa. Dia juga bercerita sebagai suami artis Eddies Adelia. "Ucapan 'alhamdulillah', 'subhanallah', dan 'insya Allah' kerap keluar dari bibirnya," ujar Apriyadi. Ferry lalu menunjukkan fotokopi kontrak kerja sama antara PT Inti Sejahtera—yang dia klaim perusahaan miliknya—dan PT PLN Batubara kepada Apriyadi. Dia lalu mengajak Apriyadi berkongsi dalam usaha batu bara yang ia sebut "bisa untung besar dalam waktu singkat".

Apriyadi setuju mengucurkan duit untuk memodali Ferry. Pembagian keuntungan pun disepakati. Apriyadi memperoleh jatah Rp 10 ribu per ton batu bara. Sebagai penghubung, Alvin mendapat jatah Rp 5.000 per ton.

Sebagai percobaan, Maret lalu, Apriyadi membiayai pengiriman satu tongkang batu bara dari Kalimantan ke Jakarta. Lalu, sepanjang April-Juni, Ferry mengklaim memasok 12 tongkang. Sekali kirim, kata dia, bisa sampai 10 ribu ton. Sampai di situ, Ferry masih lancar mengembalikan modal dan keuntungannya.

Pada akhir Juni lalu, kepada Apriyadi, Ferry mengklaim diminta PLN Batubara memasok 75 ribu ton batu bara per bulan. Untuk itu, ia meminta suntikan dana segar. Kali ini Ferry menjanjikan keuntungan lebih besar untuk Apriyadi: Rp 12 ribu per ton.

Pada 1 Juli lalu, Apriyadi dan Ferry meneken perjanjian di Hotel Dharmawangsa, Jakarta. Hadir saat itu Ferry, Apriyadi, Alvin, dan Rizky. Apriyadi sepakat menyediakan dana Rp 25 miliar. Meski diteken di depan notaris, kontrak itu hanya mencantumkan nama Apriyadi dan Ferry sebagai pribadi, bukan atas nama perusahaan.

Sejak Juli sampai awal Agustus lalu, Ferry mengklaim sudah memasok 18 tongkang batu bara. Tapi Apriyadi hanya menerima pengembalian modal dan keuntungan untuk 11 kali pengiriman. Itu pun pembayarannya kerap melewati tenggat yang disepakati, sepuluh hari setelah pengapalan batu bara.

Sejak 3 Agustus lalu, Ferry malah berhenti mengembalikan uang Apriyadi. Tunggakan untuk tujuh kali pengiriman batu bara itu sekitar Rp 23,6 miliar. Ferry memberi beragam alasan. Satu waktu dia menyebutkan PLN Batubara sedang diaudit. Lain kali dia menyatakan Direktur Keuangan PLN sedang cuti.

Mulai curiga, Apriyadi meminta Alvin mengecek berkas tagihan (invoice) ke PLN Batubara. Ternyata tagihan atas nama PT Inti Sejahtera semuanya fiktif. Kalaupun pada tanggal yang tercantum ada pengiriman batu bara, volumenya digelembungkan. Kepada Tempo, Sekretaris Perusahaan PT PLN Batubara Budi Witandoko mengatakan tak pernah membuat kontrak dengan perusahaan yang di dalamnya tercantum nama Ferry.

Sadar tertipu, Apriyadi lalu mencari Ferry. Tapi semua nomor telepon seluler pria itu tak bisa dihubungi. Diuber ke rumahnya di Jakarta, Bekasi, dan Bandung, Ferry tak ditemukan.

Awal September lalu, Ferry tiba-tiba mengontak Alvin dan meminta bertemu. Waktu itu dia mengatakan sisa utang akan dilunasi dengan dana talangan ISNU. Ferry menyebutkan Sekretaris Jenderal ISNU M. Kholid Syeirazi sudah setuju. Pada 6 September, ia pun membuat pernyataan di atas meterai. Ferry berjanji mengembalikan uang Apriyadi dalam dua tahap. Tenggat terakhir pada 23 September. Tapi, setelah itu, Ferry kembali menghilang.

Lima hari sebelum tenggat, Apriyadi menemui Kholid di kantor pusat BPK. Sebagai staf ahli Ali Masykur, Kholid memiliki ruangan sendiri di lantai dua gedung BPK. Apriyadi meminta bantuan Kholid agar Ferry mengembalikan uangnya. "Saya salahkan dia, kok begitu mudahnya percaya kepada Ferry," ucap Kholid.

Pada 24 September, Apriyadi pun melaporkan Ferry ke Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Laporan itu dibuat setelah Apriyadi bertemu dengan Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Oegroseno. "Pak Oegro menyarankan saya membuat laporan ke Polda," ujar Apriyadi.

Penyidik Polda Metro lalu memeriksa sejumlah orang yang pernah berbisnis dengan Ferry. Polisi menemukan titik terang ketika memeriksa Erwin Hendarwin S., Direktur CV Cantung Karya Mitra Mandiri. Kepada polisi, Erwin menyebutkan bahwa Ferry, bersama istri dan ayah mertuanya, berada di Singapura.

Apriyadi lalu meminta Alvin dan seorang temannya menjemput Ferry ke Singapura. Pada 18 Oktober, Alvin pun "membawa" pulang Ferry ke Indonesia. Tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Ferry langsung dicokok sejumlah penyidik Polda Metro.

1 1 1

KABAR penangkapan Ferry hari itu juga sampai ke Kholid dan Ali Masykur. Malam harinya, Ali memanggil Rizky, yang kemudian datang ke rumah Ali di kawasan Condet, Jakarta Timur, sekitar pukul 21.00.

Lima jam setelah meninggalkan rumah Ali Masykur, Rizky ditangkap polisi di rumahnya di Pondok Indah. Kepada penyidik, ia mengaku memalsukan dokumen pengiriman batu bara atas permintaan Ferry. "Agar seolah-olah dia punya uang yang ditahan PLN," kata Rizky kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Tiga hari setelah penangkapan Ferry itulah Ali kemudian menemui Kepala Polda Putut Eko.

Menurut Kholid, saat itu dia sempat mengajak Apriyadi bersama Ali Masykur menemui Putut. "Untuk menyamakan persepsi," ujar Kholid. Tapi, menurut dia, Apriyadi menolak.

Kepada Tempo, Apriyadi mengaku memang diajak Kholid menemui Kepala Polda. "Saya tak bersedia. Saya tak ada urusan dengan Ali Masykur. Saya hanya ingin uang saya kembali," katanya.

Inspektur Jenderal Putut Eko tak memberi jawaban saat ditanya perihal pertemuannya dengan Ali Masykur. Dua kali dicegat di depan kantornya, ia menutup mulut rapat-rapat. "Tak bisa kalau wawancara langsung di sini," ucap sekretaris pribadi Kepala Polda, Ajun Komisaris Suroto, kepada M. Andi Perdana dari Tempo, Kamis pekan lalu.

Tak hanya menemui Kepala Polda, Kholid juga menemui penyidik yang menangani kasus Ferry. Sumber Tempo menuturkan Kholid menanyakan apakah nama dia dan Ali Masykur disebut-sebut dalam kasus Ferry. Sang penyidik menjawab diplomatis, "Perkara itu masih dalam penyidikan."

Kholid mengaku ia memang menemui penyidik. Tapi, kata dia, itu bukan untuk memastikan dirinya dan Ali Masykur tersangkut atau tidak. "Saya mau mengklarifikasi langsung status Rizky," ujarnya. Esok harinya, kata dia, nama Ferry dicoret dari kepengurusan ISNU.

Bukan hanya kepada Kepala Polda, Ali Masykur mencari penjelasan perihal dirinya itu. Menurut sumber Tempo, akhir Oktober lalu, tiga hari setelah Sutarman dilantik menjadi Kepala Polri, Ali juga menemui Sutarman. Kepada Kepala Polri baru itu, lagi-lagi dia menegaskan tak terlibat kasus "tipu-tipu" batu bara tersebut. Adanya pertemuan ini juga diakui Kholid. "Kami menyampaikan hal yang sama seperti kepada Kapolda," ujarnya. Sutarman, kata dia, saat itu menjawab, "Polisi akan bekerja sesuai dengan prosedur."

Jika Ali Masykur gerah lantaran adanya perkara ini, menurut sumber Tempo, itu wajar. Seorang penyidik menyebutkan itu karena nama Ali Masykur muncul dalam berita acara pemeriksaan Erwin Hendrawin. Kepada penyidik, Erwin bercerita, pada 14 Oktober lalu, dia menelepon Ferry karena terus didesak Apriyadi dan kawan-kawan. Dalam percakapan telepon itulah Ferry mengatakan, "Uang dari Apriyadi sejumlah Rp 18 miliar diserahkan kepada Ali Masykur."

Ali Masykur membantah keras jika disebut menerima duit dari Ferry. "Tidak ada itu. Bila ada, sangat mudah bagi polisi untuk menemukannya," ujar Ali, yang kini mengikuti konvensi penjaringan calon presiden Partai Demokrat.

Polisi kini terus menelisik ke mana saja uang dari rekening Ferry mengalir. "Berkasnya segini," ucap seorang penyidik menggambarkan tumpukan sekitar setengah meter. Penyelidik juga akan meneliti sejauh mana perusahaan-perusahaan yang terkait dengan kasus ini memiliki hubungan bisnis dengan PT PLN Batubara.

Jajang Jamaluddin, Febriyan, Ahmad Nurhasim

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus