Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jejak Kelam Bendahara ISNU

Ferry Setiawan bukan sekali ini berurusan dengan polisi. Berkat Ali Masykur Musa masuk ke kepengurusan Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama.

11 November 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengenakan kaus polo biru muda berlogo Nike, Ferry Setiawan keluar dari ruang kerja Unit II Sumber Daya Lingkungan Direktorat Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metro Jaya, Selasa pekan lalu. Ia enggan mengenakan rompi oranye yang biasa dikenakan para tahanan. Di pintu keluar, pria bertubuh agak tambun ini sempat diajak bercanda oleh sejumlah penyidik yang tengah rehat di lorong ruangan. "Kalau enggak mau pakai baju tahanan, harus lapor dulu lho kepada kepala unit," kata seorang polisi. Ferry hanya tersenyum kecil mendapat candaan semacam itu.

Didampingi pengacaranya, Radhitya Yosodiningrat, Ferry melangkah menelusuri lorong Direktorat Kriminal. Kepada Tempo yang menanyakan kasusnya, suami artis Eddies Adelia ini tak mau membuka mulut. Saat Tempo mengulurkan tangan mengajak salaman, ia memalingkan tubuhnya, terus berjalan.

Ferry mendekam di rumah tahanan Polda Metro Jaya sejak 18 Oktober lalu. Bendahara Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) itu ditangkap polisi di Bandar Udara Soekarno-Hatta setelah dilaporkan rekan bisnis batu baranya, Apriyadi Malik alias Yaya, karena menggelapkan uang Rp 23,6 miliar.

Selain menjerat Ferry, kasus ini menjerat Wakil Bendahara Umum ISNU Rizky Rachmad Agung Basuki. Pemilik PT Inti Sejahtera ini dijerat karena, menurut polisi, membuat draft loading palsu yang digunakan Ferry untuk menipu Yaya. Rizky mengatakan tak tahu-menahu soal hubungan Ferry dengan Yaya. Menurut dia, Ferry memang sempat memintanya membuat draft loading itu. Namun saat itu Ferry mengatakan akan menggunakan draft loading untuk rekan bisnisnya yang diutangi. "Dia bilang hanya untuk meyakinkan rekannya itu bahwa dia masih punya tagihan batu bara yang belum dibayar ke PLN Batubara," ujar Rizky.

Ketua Umum ISNU Ali Masykur Musa mengaku pertama kali mengenal Ferry pada akhir 2011 dalam sebuah penerbangan dari Banjarmasin ke Jakarta. "Sejak awal dia memang memperkenalkan diri sebagai pengusaha batu bara," kata Ali kepada Tempo, dua pekan lalu. Pertemuan awal itu, menurut Ali, pun berlanjut. Ferry, Ali menambahkan, kemudian aktif dalam berbagai kegiatan Nahdlatul Ulama.

Kedekatan inilah yang membawa Ferry masuk ke struktur pengurus ISNU. Dia diangkat sebagai Bendahara Umum ISNU periode 2012-2017. Sekretaris Jenderal ISNU Muhammad Kholid Syeirazi, yang juga staf ahli Ali Masykur di Badan Pemeriksa Keuangan, mengatakan Ali merekomendasikan nama pria 35 tahun itu dalam rapat formatur pembentukan struktur kepengurusan ISNU di Lamongan, Februari 2012. "Saya juga tidak mengenal Ferry sebagai orang NU sebelumnya," ucap Kholid.

Tak hanya dalam hubungan organisasi, Ferry dan Ali Masykur juga memiliki hubungan pribadi secara khusus. Pertemuan Ferry dengan istrinya, Eddies Adelia, pun atas perantara Ali Masykur. Ali-lah yang meminta izin kepada Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin untuk menikahkan Eddies dengan Ferry. Saat itu, Eddies anggota majelis pengajian yang dipimpin Din Syamsuddin. Din dan Ali juga bertindak sebagai saksi pernikahan itu. Ali mengaku tak tahu apa kegiatan Ferry sebagai pengusaha. Soal kepercayaannya kepada Ferry yang terbangun begitu cepat, Ali mengaku itulah kekurangannya. "Saya orangnya selalu husnudzon. Itu salah satu kelemahan saya," ujar anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 dan 2004-2009 dari Partai Kebangkitan Bangsa itu.

1 1 1

Penipuan yang dilakukan Ferry Setiawan terhadap Apriyadi Malik ternyata bukan yang pertama kali. Seusai pernikahannya dengan Eddies pada 27 Oktober 2012 di Hotel Shangri-La, misalnya, seorang sumber Tempo bercerita, Ferry langsung dibawa ke Subdirektorat Fiskal Moneter dan Devisa Polda Metro Jaya. "Begitu tamu bubar, dia turun dari pelaminan langsung dibawa ke Polda," kata sumber itu.

Saat itu, Ferry dituding menggelapkan uang rekan bisnisnya, Faisal Sardono. Faisal mengaku bekerja sama dengan Ferry dalam pengadaan batu bara untuk PT PLN Batubara pada 2011. Faisal, yang memiliki perusahaan perdagangan batu bara bernama PT Transformasi Energi Indonesia, ditawari Ferry tambang batu bara di Kalimantan Selatan dengan harga Rp 11 miliar. "Ternyata tambangnya tidak ada," ucap Faisal kepada Tempo pekan lalu.

Sebelum mengadu ke Polda, Faisal sempat diajak rekannya bertemu dengan Ali Masykur karena Ferry dikenal dekat dengan Ali. Saat itu, menurut lulusan Institut Teknologi Bandung Jurusan Teknik Sipil angkatan 1993 ini, Ali menyambut aduannya dengan baik. "Pak Ali bilang akan meminta Ferry menyelesaikan masalah ini," ujarnya.

Namun Ferry tak juga menyelesaikan masalah fulus ini sampai akhirnya dicokok polisi. Saat Ferry dibawa ke Polda, Faisal mengaku sempat berbincang dengannya. Ferry saat itu meminta dilepaskan agar bisa mengembalikan uang. Faisal, yang sejak awal tak mau menyelesaikan masalah melalui jalur hukum, memberikan kesempatan kepada Ferry. Sempat menunjukkan iktikad baik dengan memberikan sejumlah uang, Ferry akhirnya kabur tak tahu rimbanya. "Yang dibayar baru sebagian, yang lainnya sampai saat ini belum dibayar," kata Faisal.

Ferry juga dilaporkan oleh Doddy Supriady Setiawan pada 10 Oktober 2013 karena melakukan penipuan dengan jumlah kerugian Rp 24 miliar. Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, mengatakan modus yang digunakan Ferry untuk menjerat Doddy juga menggunakan dokumen perdagangan batu bara palsu.

Ferry dan Rizky pun dijerat dengan Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Tindak Pidana Penipuan, Penggelapan, dan Pencucian uang serta Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang. Pengacara Ferry, Radhitya Yosodiningrat, enggan berkomentar tentang kasus yang menimpa kliennya. "Kalau soal urusan substansi perkaranya kami serahkan saja ke penyidik," ucapnya.

Febriyan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus