Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sebanyak 70 perusahaan bioteknologi mengembangkan vaksin untuk melawan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
Ada empat kandidat vaksin yang tengah menjalani uji klinis terhadap manusia untuk menguji efektivitas dan keamanannya.
Bakal vaksin buatan University of Oxford, Inggris, mengungguli tiga kandidat vaksin lain karena siap diproduksi massal oleh Serum Institute of India sebanyak 60 juta dosis meski belum selesai uji klinisnya.
ADAR Poonawalla, 39 tahun, yakin betul dengan keampuhan kandidat vaksin Covid-19 buatan Jenner Institute, University of Oxford, Inggris. Miliarder India dan Chief Executive Officer Serum Institute of India itu tak ragu menyuruh pabriknya memproduksi 60 juta dosis meskipun vaksin tersebut belum selesai diuji klinis. “Para ilmuwan hebat (di Oxford) adalah sekumpulan orang yang sangat memenuhi syarat. Itulah yang membuat kami percaya diri,” kata Poonawalla kepada Reuters, Rabu, 29 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poonawalla mengungkapkan alasannya mengambil keputusan itu—dengan biaya dan risiko ditanggung sendiri—adalah mencuri start produksi massal vaksin dalam dosis yang cukup bila kelak uji klinis terhadap manusia tersebut terbukti sukses. Menurut dia, dua pabrik miliknya di Pune, Negara Bagian Maharashtra, India barat, mampu memproduksi masing-masing 5 juta dosis per bulan. Dengan demikian, target 60 juta dosis itu dapat diselesaikan dalam enam bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kandidat vaksin yang akan diproduksi Serum Institute dinamai ChAdOx1 nCov-19. Setelah sukses dalam uji laboratorium terhadap monyet rhesus pada 23 April lalu, kandidat vaksin itu mulai menjalani uji klinis. Elisa Granato, seorang dokter di Oxford, menjadi relawan pertama dari 1.100 relawan yang terlibat uji klinis fase pertama ini. Separuh relawan akan disuntik kandidat vaksin dan lainnya disuntik vaksin meningitis yang sudah tersedia.
Sarah Gilbert, pemimpin Grup Vaksin Oxford, saat menyelesaikan uji laboratorium menyatakan yakin 80 persen kandidat vaksinnya bekerja pada manusia. Tim peneliti menargetkan hasil uji klinis diperoleh pada September mendatang. Namun profesor kedokteran University of Oxford, John Bellm, yakin indikasi keberhasilan kandidat vaksin bisa diketahui lebih cepat. “Kami berharap mendapat sinyal apakah kandidat vaksin ini bekerja atau tidak pada pertengahan Juni,” ucapnya.
Johns Hopkins Center for Health Security, Amerika Serikat, menyebutkan ada 63 vaksin yang dikembangkan untuk virus SARS-CoV-2 ini. Dari jumlah itu, ada empat yang sedang diuji klinis, yakni kandidat vaksin Oxford, CanSino Biologics Inc dan Beijing Institute of Biotechnology, Moderna Inc dan National Institute of Allergy and Infectious Diseases, serta Inovio Pharmaceuticals Inc. Adapun lima bakal vaksin yang menjalani uji laboratorium berasal dari CureVac AG, Novavax Inc, University of Queensland dan GlaxoSmithKline, University of Hong Kong, serta Institut Pasteur.
Kandidat vaksin Oxford tampaknya memimpin sementara balapan ini. Dua kandidat vaksin asal Amerika Serikat, yakni mRNA-1273 buatan Moderna dan INO-4800 buatan Inovio Pharmaceuticals, memang memulai uji klinis lebih dulu, tapi jumlah relawan yang terlibat lebih sedikit. Uji klinis kandidat vaksin mRNA-1273 dimulai pada 16 Maret lalu terhadap 45 relawan, sementara INO-4800 pada 6 April lalu dengan 40 relawan. Faktor siapnya Serum Institute untuk melakukan produksi juga menjadi keunggulan vaksin Oxford.
Pada Kamis, 7 Mei lalu, Moderna mengumumkan pihaknya telah mendapat izin melakukan uji klinis fase kedua yang akan melibatkan 600 relawan. Stéphane Bancel, Chief Executive Officer Moderna, mengatakan uji klinis fase kedua adalah langkah krusial bagi perusahaannya untuk menaikkan kandidat vaksin ke tahap akhir uji klinis, yakni fase ketiga. Ia berharap fase ketiga dapat dimulai pada awal musim panas nanti.
Adapun kandidat vaksin buatan CanSino, Ad5-nCov, kini sedang memasuki uji klinis fase kedua terhadap 500 relawan. Pada fase pertama yang berlangsung pada 16 Maret-2 April lalu,108 relawan dibagi ke tiga kelompok, yaitu dosis rendah, sedang, dan tinggi, untuk menguji efektivitas dan keamanan vaksin. Kepada Science and Technology Daily, peneliti CanSino mengakui ada efek berlawanan berupa demam 38,5 derajat Celsius pada beberapa relawan kelompok dosis tinggi.
Vaksin yang Dikembangkan
Ada kelebihan dan kelemahan tipe vaksin. Vaksin asam nukleat, misalnya, mudah dirancang tapi vaksin DNA bisa tidak immunogenic atau vaksin mRNA bisa tidak stabil. Vaksin vektor virus dan vaksin subunit protein umumnya memiliki tingkat keamanan tinggi dan lebih immunogenic, tapi vaksin vektor virus bisa menurun efektivitasnya. Sedangkan vaksin subunit protein terlalu mahal.
Tipe Jumlah Kandidat Vaksin*
Asam deoksiribonukleat (DNA) 5
Asam ribonukleat (RNA) 9
Virus hidup yang dinonaktifkan 3
Virus hidup yang dilemahkan 2
Vektor virus nonreplikasi 8
Subunit protein 23
Vektor virus replikasi 5
Partikel mirip virus 2
Lainnya atau tak diketahui 6
*Teridentifikasi oleh WHO per 4 April 2020
SUMBER: JOHNS HOPKINS CENTER FOR HEALTH SECURITY
Pada uji klinis fase kedua, 250 relawan akan diberi dosis sedang, 125 relawan mendapat dosis rendah, dan 125 lainnya disuntik plasebo. Bakal vaksin Ad5-nCov menggunakan adenovirus manusia tipe 5—kelompok virus yang menyerang saluran pernapasan—sebagai vektor vaksin. Gen protein paku mahkota (spike) virus SARS CoV-2 lalu disisipkan ke asam deoksiribonukleat (DNA) adenovirus.
Platform serupa juga digunakan dalam kandidat vaksin Oxford. Perbedaannya hanya pada virus yang dipakai sebagai vektor. Bakal vaksin ChAdOx1 menggunakan adenovirus simpanse. Sedangkan kandidat vaksin yang dikembangkan Moderna berbasis molekul asam ribonukleat (RNA) virus yang direkayasa secara genetik. Tipe RNA yang disasar adalah RNA kurir (mRNA) yang mengandung kode genetik untuk memproduksi antigen protein spike.
Bakal vaksin Covid-19 juga tengah dikembangkan konsorsium lembaga penelitian yang dipimpin Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Direktur Lembaga Eijkman Amin Soebandrio menyatakan telah mendapatkan isolat virus SARS-CoV-2 lokal dari pasien Indonesia. “Dengan isolat itu, kita bisa mengidentifikasi bagian-bagian dari virus yang paling cepat menghasilkan antigen,” tutur Amin melalui sambungan telepon, Sabtu, 9 Mei lalu.
Menurut Amin, pihaknya memiliki tujuh isolat virus SARS-CoV-2 yang telah diurutkan keseluruhan genomnya. Dalam pengembangan vaksin Covid-19 itu, kata dia, para peneliti bakal menggunakan teknologi rekayasa protein. “Kami akan merancang proteinnya berdasarkan informasi genetik yang kami miliki. Setelah itu menggunakan protein rekombinan yang akan menjadi kandidat vaksin,” Amin menjelaskan.
Amin mengatakan rekayasa protein paling dipilih pengembang vaksin di dunia. Yang membedakan adalah bagian virus yang disasar. “Vaksin rekayasa protein yang paling cocok dengan teknologi dan fasilitas yang kita miliki,” ucapnya.
Jika bekerja baik pada hewan laboratorium, kandidat vaksin itu akan diserahkan ke industri untuk diformulasi agar bisa disuntikkan ke manusia. “Mudah-mudahan sebelum setahun sudah kami serahkan ke industri,” ujar Amin.
DODY HIDAYAT, GABRIEL WAHYU TITIYOGA (OX.AC.UK, JOHNS HOPKINS CENTER FOR HEALTH SECURITY, REUTERS, THE NEW YORK TIMES, BUSINESSINSIDER, SOUTH CHINA MORNING POST, BIOSPACE, FDANEWS)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo