Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

TNI Bantah Panglima Setujui Militer Diadili di Peradilan Umum

Menurut Sabrar, berdasarkan pasal 24 ayat 2 Undang-undang 1945, peradilan militer setara dengan peradilan umum yang berada di bawah Mahkamah Agung RI.

16 Desember 2017 | 11.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah prajurit TNI mengikuti upacara peringatan Hari Juang Kartika, di Korem 161/Wirasakti Kupang, Kupang, NTT, 15 Desember 2017. ANTARA FOTO/Kornelis Kaha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta- Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia Mayor Jendral Sabrar Fadhilah membantah jika Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyetujui kasus pidana anggota TNI atau militer akan diadili di peradilan umum. "Tidak benar," kata Sabrar dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 16 Desember 2017.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sabrar mengatakan pemberitaan yang selama ini dimuat oleh beberapa media, mengalami salah tafsir atas ucapan panglima."Sudah dipelesetkan redaksionalnya," kata dia.

Menurut Sabrar, berdasarkan pasal 24 ayat 2 Undang-undang 1945, peradilan militer setara dengan peradilan umum yang berada di bawah Mahkamah Agung RI. "Sampai saat ini TNI telah memiliki perangkat hukum yang sudah mapan dan mampu mewadai serta menangai segara persoalan hukum secara tepat dan berkeadilan," kata dia.

Selain itu, menurut Sabrar, dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, hingga saat ini masih berlaku dan belum ada perubahan. Oleh karena itu, tindak pidana yang dilakukan oleh Prajurit TNI dilaksanakan di peradilan militer.

Wacana tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI diadili di peradilan umum, kata Sabrar, dalam prosesnya butuh dilaksanakan kajian khusus yang mendalam disertai dasar hukum yang jelas. "Keberadaan peradilan umum dan peradilan militer dijamin oleh konstitusi," ujar Sabrar.

Prajurit TNI yang melakukan pelanggaran hukum dan bertindak indisipliner, kata Sabrar, akan tetap diberikan sanksi dan tindakan tegas sesuai ketentuan hukum. "TNI sangat menjunjung tinggi supremasi hukum, sehingga TNI akan selalu menempatkan hukum sebagai panglima," ujarnya.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di hari pertama menjabat panglima pada 11 Desember 2017, sempat menyampaikan akan melakukan harmonisasi antara Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) agar tidak ada pasal ganda. "Yang jelas, siapa yang salah akan kita adili, rada keadilan harus ada," kata Hadi.

Jawaban Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto itu untuk merespon pertanyaan mengenai desakan masyarakat yang menginginkan perkara yang melibatkan prajurit TNI untuk dimasukan di peradilan umum. Desakan ini muncul setelah koalisi masyarakat mencatat sejumlah kasus yang melibatkan prajurit TNI dan masyarakat sipil.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus