Tumbangnya Beringin Lintong Indorayon kembali digugat. Kali ini marga Pasaribu menuduh kuburan nenek moyang mereka dijadikan lahan HPH. PEKUBURAN Ompu Debata Raja Pasaribu, konon, dulu rimbun dipayungi pepohonan beringin tua. Kini semua itu hanya tinggal kenangan. Beringin-beringin tua itu telah dipunahkan PT Inti Indorayon Utama (IIU) dan diganti puluhan pohon eukaliptus muda setinggi 1,5 meter. Sebab, areal HPH mereka memang berlokasi di Desa Lintong, Parsoburan, Tapanuli Utara, Sum-Ut, tempat pekuburan itu berada. Akibatnya, 50 kuburan di situ langsung disengat matahari. Begitulah sebagian tuduhan yang ditimpakan ahli waris Ompu Debata terhadap perusahaan pulp terkenal, IIU. Tindakan IIU sejak tahun lalu itu, menurut mereka, sangat memukul perasaan marga Pasaribu. Bukan cuma karena PT itu tak lebih dulu minta izin, tapi juga karena adat Batak sangat menjunjung tinggi fungsi makam para leluhur. "Harga diri kami begitu dihinakan," kata Gustaf Pasaribu, 76 tahun, keturunan kedelapan dari Ompu Debata Raja Pasaribu, kepada TEMPO. Karena itulah kelompok marga Pasaribu itu memberi kuasa kepada seorang pengacara di Laguboti, Tapanuli Utara, Timbul Hutajulu. Timbul mengaku telah mencoba upaya damai dengan cara mempertemukan kliennya dan pihak IIU pada 19 April lalu. Tapi, meski dihadiri Tripika Kecamatan Parsoburan, wakil perusahaan pabrik pulp di Sosorladang, Porsea, itu tak datang. "Padahal, kami tunggu hingga hari gelap," kata Timbul. Timbul memang telah menyiapkan beberapa butir perdamaian. Misalnya, agar IIU membuat iklan minta maaf di empat koran Medan selama empat hari. Selain itu, IIU diminta memugar kembali pemakaman itu dan membebaskannya dari areal HPH. Ada juga tuntutan adat agar IIU membayar Rp 100 juta akibat terkejutnya marga Pasaribu melihat makam leluhur mereka porak-poranda. Karena IIU tak muncul dalam pertemuan itu, Timbul memberi waktu hingga 15 Juni ini. Jika mereka cuek juga, ia akan memasukkan gugatannya secara perdata dan juga menuntut pidana pada Senin pekan ini. Sebelumnya, Timbul sudah menerima pengaduan 10 kelompok marga lainnya terhadap IIU. Di antaranya kini disidangkan di Pengadilan Negeri Tarutung, yang bersidang di Balige. Sebagai terdakwa Camat Lumbanjulu, Manatap Manullang. Camat ini dituduh memukuli sejumlah penduduk Desa Sirait karena keberatan puluhan hektar tanah mereka dijual kepada IIU. Manajer Administrasi dan Personalia IIU di Porsea, Peter Jaya Negara, membantah pihaknya merambah tanah pekuburan Ompu Debata itu. Ia mengaku IIU menanami areal yang ditentukan Menteri Kehutanan berdasarkan HPH. "Jika benar ada makam Ompu Dabata Raja Pasaribu, kenapa tak ada tanda seperti tugu atau pakai tulisan bermarmar?" kata Peter. Menurut Manajer Humas Raja Garuda Mas Group- induk perusahaan IIU- Buntario Tigris, dalam lampiran keputusan Menteri Kehutanan tentang kosesi HPH IIU (seluas 150 ha di wilayah itu) memang ada daerah-daerah seperti desa, kuburan, atau perkampungan yang disebut enclave. Daerah tersebut sama kali tak boleh diusik IIU. Nah, "tanah yang dibilang bekas kuburan itu sama sekali tak berada dalam enclave," kata Buntario. Lagi pula, ujar Buntario, baik rencana maupun kegiatan IIU tadi sudah dilakukan sesuai dengan prosedur. Setahun sebelum penanaman misalnya, IIU membuat rencana karya tahunan, yang disetujui Kanwil dan Menteri Kehutanan. Begitu pula setiap kali IIU akan membabat pohon di situ, selain didampingi Kepala Resort Kehutanan, juga diketahui kepala desa setempat. Sebaliknya, Gustaf menyebut sudah setahun mereka ribut soal makam itu, tapi IIU tak peduli. Akan halnya tanda-tanda tugu dan tulisan marmar itu diakui Gustaf memang belum dibangun. "Ee, waktu kami mau membangun, ternyata sudah digasak Indorayon," ujar Gustaf. Bersihar Lubis dan Irwan E. Siregar (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini