LIMA bulan sudah Undang-Undang Hak Cipta terbaru yang dianggap sebagai senjata ampuh untuk memerangi pembajakan hak cipta dilahirkan. Ternyata, para pembajak masih merajalela. Bahkan kegiatan mereka kini disinyalir semakin meningkat. "Kami tak sanggup lagi mengatasinya," kata Sutoyo Gondo dari Ikatan Penerbit Indonesia, dalam Pertemuan Sehari di Bidang Hak Cipta yang diselenggarakan Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman, Kamis pekan lalu. Bukan hanya Sutoyo yang putus asa. Juga Erwin Harahap, yang dalam pertemuan itu mewakili produsen rekaman lagu (Asiri). Kendati undang-undang yang terbaru itu, Undang-Undang Hak Cipta, 1987, telah meningkatkan ancaman terhadap pembajak menjadi pidana 7 tahun penjara dan denda Rp 100 juta - dari sebelumnya hanya pidana 3 tahun penjara dan denda Rp 5 juta - toh tidak banyak manfaat yang dirasakan pemilik hak cipta. Padahal, di undang-undang baru itu kejahatan pembajakan tidak lagi termasuk delik aduan, dan telah menJadl delik biasa. Artinya, tanpa pengaduan dari orang yang dirugikan pun polisi sudah berhak menindak si pembajak. Baik Sutoyo maupun Erwin tegas menyebutkan, kelemahan undang-undang itu dari segi pelaksanaan atau penerapannya saja. Pihak penyidik (polisi) atau penuntut (jaksa), kata mereka, masih saja menggunakan pasal-pasal lama di KUHP, seperti pasal tentang persaingan curang, pemalsuan, atau pencurian hak orang lain untuk menjaring para pembajak, dan tidak undang-undang hak cipta. Akibatnya, kata Sutoyo, banvak kasus yang tidak bisa diajukan ke pengadilan karena tidak memenuhi unsur-unsur dari pasal tersebut. Seandainya suatu perkara pembajakan bisa juga diadili di pengadilan, kata Erwin, keputusan hakim tidak akan membuat pembajak jera. "Hampir semua putusan hakim dalam kasus pembajakan kaset hanya berakhir dengan hukuman percobaan," kata Erwin, yang mengaku pihaknya dirugikan sekitar Rp 10 milyar setiap tahun akibat kejahatan itu. Baik Dirjen Hukum dan PerundangUndangan Harsono Adisumarto, Sekretaris Tim Keppres 34 Bambang Kesowo (yang menggodok undang-undang itu sebelum dilahirkan), mengakui bahwa masalah hak cipta sekarang terletak di segi pelaksanaan hukumnya (law enforcement). "Memang belum ada kesatuan pendapat antara polisi, jaksa, dan hakim dalam melaksanakan undang-undang itu," kata Harsono. Karena itu pula, katanya, instansinya mengadakan pertemuan sehari di bidang hak cipta, yang dihadiri 80 orang peserta, dari kalangan penegak hukum seperti polisi, Jaksa, hakim, dan berbagai instansi itu. "Agar dicapai kesamaan dalam pola pikir mengenai perlindungan hak cipta dan penegakannya," ujar Harsono. Bambang Kesowo, yang bertindak sebagai pembawa makalah, melihat penyebab pelanggaran hak cipta itu dari sesuatu yang mendasar. "Semuanya itu bersumber pada masih asingnya pemahaman hak cipta khususnya, dan intellectual property rights pada umumnya, baik di masyarakat, pencipta, maupun penegak hukumnya," ujar Kesowo, yang lulus Harvard Law School itu. Di pihak masyarakat, seperti dikatakan Kesowo, ada gejala semakin tidak menghargai hak orang lain, termasuk karya orang lain. "Masyarakat menjadi acuh tak acuh terhadap sesuatu yang melanggar hukum," kata Kesowo. Dari segi penegak hukumnya, menurut Kesowo, memang terjadi perbedaan persepsi antara sesama penegak hukum. Bahkan perbedaan penafsiran itu sudah terjadi dalam menafsirkan arti dan fungsi hak cipta. "Hak cipta itu adalah mihk perorangan, itulah konsep pokok dari hak cipta. Tapi banyak yang mempolitisasikan seakan-akan hak itu terlalu individual dan tidak Pancasilais. Di situlah kelirunya kita terlalu cepat mengambil kesimpulan," tambah Kesowo. Kemudian terjadi pula kekeliruan dalam soal fungsi hak cipta. Fungsi itu tidak lain adalah memberlkan perlindungan kepada pencipta-pencipta yang telah susah payah membuat karya yang memuaskan masyarakat. "Apa kita cukup memberikan ucapan terima kasih kepada mereka dan kemudian menganggap ciptaannya milik bersama? Kita sering mau enaknya saja, menyalahgunakan fungsi sosial hak cipta. Dan banyak yang berkedok fungsi sosial hak cipta, padahal maksudnya mengeruk keuntungan," katanya. Untuk mencapai kesamaan pendapat itulah, menurut Bambang Kesowo, yang sehari-harinya pejabat di Sekretariat Kabinet itu, pemerintah merencanakan akan mengadakan penyuluhan hukum yang terus-menerus mengenai hak cipta itu. "Hingga masyarkat sadar bahwa menjiplak karya orang lain tanpa izin bukan lagi suatu hal yang biasa, tapi suatu kejahatan. Perbuatan itu tidak hanya merugikan penclpta, tapl luga akan merugikan masyarakat," kata Harsono. Kecuali itu, pada April mendatang Departemen Kehakiman dan Sekretaris Kabinet akan mengadakan pendidikan khusus buat penegak hukum. Dari segi penyidikan, seperti diakui Harsono, pihaknya menyadari keterbatasan tenaga Polri, apalagi dengan semakin meningkatnya tugas-tugas Polri di bidang lain. "Sementara itu, pelacakan dan penyidikan terhadap pelanggaran hak cipta bukan soal sederhana," ujar Harsono. Sebab itu, sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta tersebut, Departemen Kehakiman kini juga lagi menyiapkan polisi khusus untuk menyidik pelanggaran hak cipta. Menurut Harsono, pada saat ini ada 25 orang sarjana hukum baru yang tengah dididik dan dilatih di Departemen Kehakiman untuk menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), seperti juga yang ada di Pajak dan Bea Cukai. "Diharapkan, mereka bisa memecahkan masalah penyidikannya." tutur Harsono. Hanya saja,karena polisi khusus itu nantinya tidak berwenang menangkap dan menahan pelaku, maka dalam tugasnya mereka akan berada di bawah koordinasi polisi. Cukupkah? Belum. "Diharapkan pula vonis pengadilan bisa seimbang dengan kesalahan terdakwa, agar onis itu mempunyai daya tangkal yang efektif terhadap kejahatan hak cipta," tambah Harsono. Persoalannya memang tidak sederhana. Apalagi ternyata masalah hak cipta tidak lagi sesederhana tahun tahun lalu. Dalam soal hak cipta drama,misalnya, ternyata kini yang perlu dilindungi bukan lagi tema ceritanya, tapi juga nama-nama tokohnya. (lihat Menggugat Losmen Bayangan). Belum lagi karya cipta musik, sastra, seni rupa. Karni Ilyas & happy Sulisyadi (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini