Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis Golkar Seharga Ayam

MA menolak tuntutan pembubaran Golkar. Inilah konser lanjutan dari peradilan yang konvensional pada formalitas.

5 Agustus 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK di pemerintahan, tak di DPR, denyut politik agaknya masih jauh dari aspirasi rakyat. Bahkan, di Mahkamah Agung (MA), yang memegang supremasi hukum, vonis pun jauh dari rasa keadilan masyarakat. Buktinya, Selasa pekan lalu, dengan bersikap konvensional pada sistem hukum yang mengutamakan formalitas, MA menolak gugatan pembubaran Golkar. Sebagaimana dikhawatirkan sebelumnya, ketika persidangan berlangsung di ruang sidang utama MA pun, sudah tercium aroma vonis yang ditunda sehari itu. Tak aneh bila dua mahasiswa pengunjung sidang telanjur melepaskan seekor ayam. Suasana pun sempat heboh. Ayam dilepas tepat di depan Akbar Tandjung, Ketua Golkar. Keruan saja petugas sibuk mengejar ayam, sementara beberapa pengunjung sidang yang pro-Golkar berteriak agar pelempar ayam ditangkap. Sang ayam akhirnya bisa diamankan. MA juga menyatakan tak akan menuntut dua mahasiswa pelempar ayam itu. Bersamaan dengan itu, vonis majelis hakim agung yang diketuai Nyonya Asma Samik Ibrahim pun dengan mulus memenangkan Golkar. Menurut majelis hakim, para penggugat dari kelompok organisasi nonpemerintah tak bisa membuktikan kecurangan dan money politics yang dilakukan Golkar pada Pemilihan Umum 1999. Seperti ramai diberitakan, sejak dua bulan lalu, beberapa organisasi nonpemerintah lewat tim pengacara yang dikomandani R.O. Tambunan menuding Golkar curang pada hari-H pemilu lalu. Berdasarkan Undang-Undang Partai Politik Tahun 1999, kecurangan ini bisa mengakibatkan Golkar dibubarkan atau dibekukan. Selain itu, Golkar melakukan politik main uang, antara lain, lewat dana Rp 15 miliar dari skandal Bank Bali, uang Rp 90 miliar dari dana nonbujeter Bulog, dan beberapa miliar rupiah dari A.A. Baramuli. Pelanggaran aturan batas maksimal sumbangan ini, menurut UU Partai Politik, bisa membuat Golkar tak berhak ikut Pemilu 2004. Toh, nyatanya MA menyelamatkan Golkar dari ancaman diskualifikasi untuk Pemilu 2004. Bahkan, majelis hakim agung berpendapat bahwa partai yang 32 tahun menjadi mesin Orde Baru dan pendukung kuat mantan presiden Soeharto itu tak perlu dibekukan, apalagi dibubarkan. Alasannya, menurut majelis hakim agung, seluruh bukti yang disodorkan penggugat tak berkualitas sebagai alat bukti. Dokumen yang diajukan cuma berupa salinan (fotokopi), tanpa disahkan pengadilan. Penggugat dianggap tak mampu memperlihatkan dokumen aslinya. Dan kualitas bukti berupa kliping berita media massa yang memuat kecurangan Partai Golkar pun dinilai majelis hakim bukan bukti, melainkan sekadar berita yang belum teruji kebenarannya. Rekaman talk show dari sebuah stasiun televisi swasta tentang Baramuli dalam kasus dana untuk Golkar juga dianggap terjadi sebelum UU Partai Politik berlaku pada 1 Februari 1999. Saksi yang dihadirkan di persidangan, kata majelis hakim agung, juga tak ada yang mengetahui secara langsung money politics Golkar. Mereka hanya mengetahui kasus itu dari pemberitaan media massa. Memang, untuk kasus bagi-bagi duit yang dilakukan Baramuli di Sulawesi Selatan, ada saksi Makmur Jamal yang mengaku mendapat Rp 10 juta. Namun, menurut majelis hakim agung, keterangan Jamal harus dibuktikan lagi karena baru merupakan pernyataan sepihak. Hebatnya, majelis hakim agung enggan mengambil alih tanggung jawab untuk menghadirkan beberapa saksi utama pada kasus politik main uang dari dana nonbujeter Bulog, seperti Rizal Ramli, Rahardi Ramelan, dan Mahfud Md. "MA sebagai pengawas partai politik seharusnya memanggil tiga saksi kunci itu. Tapi MA menolak permintaan kami," kata Erick S. Paat, salah seorang kuasa hukum penggugat. Untuk soal itu, Hakim Agung Nyonya Asma Samik Ibrahim menyandarkan alasannya pada ketentuan formal dalam Peraturan MA Nomor 2 Tahun 1999. Sesuai dengan ketentuan itu, MA harus memutuskan gugatan pembubaran Golkar paling lama 60 hari setelah sidang pertama. Untuk pembuktian, termasuk mendengarkan keterangan para saksi, majelis hakim bisa menyediakan waktu dua minggu. Karena keterbatasan waktu itulah, yang bisa dipanggil MA hanya saksi ahli. "Untuk saksi lainnya, itu urusan para pihak beperkara," kata Asma. Jadilah vonis yang tak mungkin terjadi di MA Malaysia ataupun Amerika itu—karena hakim di sana bersikap aktif—melegakan Akbar Tanjung. Ia menganggap putusan MA sudah tepat. "Tak ada alasan bagi siapa pun untuk menyatakan Golkar partai yang melanggar undang-undang," kata Akbar, yang seperti biasanya berusaha kalem. Tinggallah para demonstran di depan Gedung MA yang kecewa. Mereka me-neriakkan sumpah-serapah terhadap Golkar. Akibatnya, terjadi bentrokan dengan polisi. Hendriko L. Wiremmer

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus