Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Vonis kanibal di elonaek

Efrain bobo tewas ditebas lehernya. lidah dan kemaluannya dimakan yosep siuk pakae & dominikus naatonis. Efrain dituduh mencuri 27 kuda. yosep divonis hukuman penjara seumur hidup & dominikus 20 tahun.

2 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"JIKA engkau habis membunuh manusia, makanlah bagian tubuhnya dan isap darahnya, agar roh si mati tak akan mengejarmu," begitu kata Yosep Siuk Pakae, warga Desa Kiuola, Kabupaten Timor Tengah Utara. Dengan tenang Yosep menjilat kelewang berlumur darah Efrain Bobo, tersangka pencuri kuda, yang baru saja dieksekusinya. Ia kemudian memotong-motong tubuh korban. Sebagian potongan daging manusla itu dimakannya, dan sebagian diberikannya untuk dilahap temannya, Dominikus Naatonis. Itulah kasus kanibal pertama di daerah itu, dan mungkin yang kedua di Indonesia. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Soe, yang diketuai Abdur Rachman, Selasa pekan lalu memvonis Yosep dengan hukuman penjara seumur hidup. Sementara Dominikus diganjar hakim dengan hukuman 20 tahun penjara. Semula jaksa menuntut Yosep dihukum mati, dan Yosep dipenjara seumur hidup. Sepuluh tahun lalu, Japingkir Sinaga di Pematangsiantar, yang dituduh membunuh dan memakan daging bekas pacarnya, Senti Butar-butar, juga divonis hakim penjara seumur hidup (TEMPO, 1 Juli 1978). Pertengahan tahun lalu, penduduk Desa Kiola resah karena pencurian kuda - hewan yang menjadi alat angkut utama di daerah itu - merajalela. Tidak kurang dari 27 kuda penduduk hilang, termasuk milik Dominikus, 30 tahun. Beberapa hari kemudian, Dominikus mendapat kabar bahwa kudanya, berbulu kuning, berada di tangan Efrain Bobo, 22 tahun, penduduk desa tetangganya, Fatunisuan. Ditemani Yosep, 49 tahun, Dominikus pergi ke Fatunisuan, sekitar 7 jam jalan kaki dari desanya. Mereka menemui kepala desa, menjelaskan maksud kunjungannya. Kebetulan, ketika itu, Efrain sedang berada dikantor desa, untuk urusan lain. Tanpa basa-basi, mereka langsung menuduh Efrain mencuri kuda Dominikus. Tersangka menyangkal. "Kuda itu saya beli," kata Efrain. Tapi, kata Efrain, kemungkinan kuda Dominikus ada di Desa No-Etoko. Yosep bersama Dominikus, diantar Efrain, kepala dusun Benediktus Seko, serta seorang hansip Michael Sanam, berangkat ke No-Etoko. Benar saja, kuda berbulu kuning itu ditemukan di situ. Hari itu juga kuda tersebut bersama Efrain dibawa ke Polsek No-Emoti. Tapi di perjalanan ke kantor polisi, Yosep dan Dominikus mulai menyiksa tersangka, Efrain. Kedua tangan bujangan itu diikat ke belakang, begitu juga ibu jarinya. "Efrain di bawah kekuasaan kami," kata Yosep, ketika Michael Sanam mencoba menegur perlakuan itu. Kepala dusun Seko pun tak berkutik ketika waranya Efrain dipukul Yosep. "Biarkan saja, orang ini pencuri," kata Yosep garang. Belakangan, Seko dan Sanam malah disuruh pulang oleh kedua orang itu. "Kami saja yang mengantar ke polisi," kata Yosep. Karena takut, Seko dan Sanam mengikuti perintah itu. Setelah itu Yosep dan Dominikus membawa tawanannya ke hutan Elonaek, 7 kilometer dari Desa Kiuola. Di situ, di bawah sebuah pohon, Efrain diadili. Efrain, kata Yosep, mengaku berkali-kali mencuri kuda di Kiuola. Berdasarkan pengakuan itu Yosep memvonis mati terdakwa. Ia lalu memerintahkan pesakitan duduk dan berdoa "Ah, kamu, pendeta juga bukan," begitu kata Efrain, seperti diceritakan Yosep. Masih cerita Yosep, tawanan itu mencoba kabur. Saat itulah kelewangnya menghajar leher korban. "Potong lehernya, biar tak nyambung lagi," perintah Yosep kepada Dominikus. Dominikus pun menebas leher Efrain hingga lepas. Terdakwa malang itu mati seketika. Kemudian, itu tadi, mereka memakan potongan tubuh Efrain, termasuk lidah dan kemaluan korban. Sisa bangkai korban mereka bakar, dan abunya dibuang ke kali. Setelah itu mereka kembali ke kampung Mendiang dan melapor kepada Benediktus Seko. "Ia melarikan diri ke hutan," katanya. Tapi kepala dusun itu curiga. Sebab, pada dagu Yosep ada bekas darah. Berdasarkan laporan Seko beberapa hari kemudian, kedua pelaku pembunuhan itu ditangkap. Yosep, bapak dua anak, yang pernah dipenjara 1 tahun 6 bulan karena perampokan, mengaku terus terang. Bahkan ia tidak menyesal atas tindakannya itu. "Saya sudah puas, dan emosi saya habis," kata Yosep kepada TEMPO ketika dituntut hukuman mati. Tapi rekannya, Dominikus, ketakutan. "Saya takut. Saya telah melanggar perintah Tuhan," katanya. Keduanya memang menyatakan banding atas vonis hakim. "Vonis seumur hidup itu terlalu berat, padahal mereka telah mengakui kesalahan," kata Pembela J.N. Messakh. Sebaliknya, Margaretta Bifel, ibu kandung korban, juga tidak puas atas vonis hakim. "Mereka seharusnya dibunuh, agar tidak kelihatan lagi," kata Margaretta, yang tidak percaya bahwa mendiang anaknya mencuri kuda. Menurut Margaretta, kuda yang menurut Yosep dicuri anaknya itu sebenarnya dibeli Efrain Rp 80 ribu, dengan uang pemberiannya. Laporan Supriyanto Khafid (Mataram)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus