Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Sertifikat tanah

18 orang komplotan pemalsu sertifikat tanah digulung polisi bekasi. Ratusan stempel & blangko palsu disita.Pemalsuan ini dilakukan sindikat yang terorganisasi.Tapi ratusan sertifikat palsu masih beredar.

2 April 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HATI-hati membeli tanah. Lebih-lebih di daerah Bekasi. Sampai pckan lalu Polres Bekasi yang lagi sibuk-sibuknya menggulung mafia tanah, sudah menyita ratusan sertifikat tanah palsu. Tapi dalam catatan polisi, masih ada sekitar tiga ratus sertifikat palsu yang sampai kini masih beredar di masyarakat. Hingga minggu pertama Maret lalu, polisi juga sudah menangkap 18 orang komplotan pemalsu sertfikat ltu, termasuk beberapa orang oknum Kantor Agraria Bekasi. Dari mereka disita pula ratusan stempel, mulai dari stempel kantor lurah, camat, agraria dan bahkan kantor notaris. "Pemalsuan ini dilakukan oleh sebuah sindikat yang terorganisasi," kata Kapolres Bekasi, Letnan Kolonel Pol. Yusuf Mofid. kepada TEMPO pekan lalu. Pengusutan polisi terhadap sindikat itu sebenarnya telah bermula sejak 1986 lalu. Ketika itu Polres Bekasi menerima pengaduan dari dua orang yang mengaku sebagai pemilik sebidang tanah. Keduanya sama-sama memegang sertifikat tanah. Setelah diteliti polisi, salah satu sertifikat itu palsu. Polres Bekasi kemudian menangkap empat orang yang disangka pelakunya. Ternyata, mereka tidak banyak tahu tentang sindikat itu, dan jelas bukan otak pemalsuan. Penyelidikan pun dihentikan. Dan perkara tanah itu dipetieskan. Tiba-tiba di awal Januari 1988 H. Fatimah, seorang penduduk Kampung Kemang, Kelurahan Jatikramat, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi, terkejut karena tanahnya dipatok empat orang penduduk lainnya. Ketika Fatimah menegur, salah seorang pematok mengaku telah membeli tanah itu.. Ternyata, keempat orang itu memang memiliki sertifikat atas tanah tersebut. Tentu saja Fatimah bingung. Ia melapor ke polisi. Polsek Pondok Gede, yang menerima pengaduan itu, meneruskannya ke Polres Bekasi. Bersamaan dengan itu, masuk pula laporan dari Eddy Junaidi dan Nyonya Anik A.R., yang merasa tertipu karena membeli tanah bersertifikat palsu. Mereka mengatakan membeli tanah itu dari seseorang yang mengaku lurah, berambut botak dan mengendarai Jip Hardtop hijau. Berdasarkan informasi itu, polisi menangkap seorang calo tanah bernama Timin, 40 tahun, yang mirip dengan ciri-ciri sang "lurah" tadi. oari tangan Timin ditemukan 10 sertifikat palsu. Tapi, kepada polisi, ia cuma mengaku sebagai penjual sertifikat itu bukan otaknya. Otaknya adalah Suprajat Jati dan Muhyan, penduduk Bekasi juga. Polisi tak membuang kesempatan itu. Pada tengah malam 21 Februari lalu, sebuah tim Polres Bekasi melakukan penggerebekan secara serempak, di rumah Suprajat dan Muhyan. Di rumah Muhyan polisi menemukan 176 stempel, blangko sertifikat, blangko KTP, akta kenal lahir, yang semuanya palsu. Sementara itu, di rumah Suprajat disita puluhan buku sertifikat dan 46 stempel palsu. Malam itu juga mereka diinterogasi. "Kami terpaksa melakukan cara itu untuk mempercepat aksi penangkapan berikutnya, sebelum kawan-kawan mereka lolos," kata Yusuf. Berkat cara itu dalam waktu singkat polisi menggulung 18 orang anggota sindikat sertifikat palsu itu - dari sekitar 29 orang yang diduga ikut berperan. Mereka yang tertangkap antara lain emDat petugas Kantor Agraria Bekasi--Dedy Supriyadi, Pariyo, Agus Raharjo, dan M. Yusuf - dan seorang petugas Agraria Majalengka, Ade Andali. Mereka ternyata memegang peran penting dalam komplotan itu. Sebab, dari merekalah Suprajat mendapatkan blangko sertifikat tanah. Suprajat kemudian mengisi blangko itu dengan nama-nama fiktif. Sertifikat palsu itu kemudian, melalui keempat oknum tadi, didaftarkan di buku tanah Kantor Agraria tersebut. Untuk lebih merapikan operasinya, komplotan itu juga mencuri buku tanah di kantor itu, dan menggantinya dengan buku baru karangan mereka. Dengan cara ini - jika tanah bersertifikat palsu itu terjual - pembeli yang mengecek ke kantor Agraria pasti terkecoh. Sebab, sertifikat itu terdaftar, walaupun data tanah di lapangan tak sesuai dengan buku tanah itu. Setelah melalui pendaftaran, barulah Suprajat menyebarkan sertifikat palsu itu ke calo-calo tanah. Dalam pengakuan sindikat itu, mereka menjual tanah bersertifikat palsu tersebut dengan harga rata-rata Rp 40 ribu per m2. Dari tiga sertifikat palsu yang disita polisi, misalnya, mereka berhasil menjual tanah fiktif seharga Rp 60 juta. Selain mengelabui peminat tanah, sindikat itu juga menjual sertifikat itu pada orang-orang yang sebenarnya tahu bahwa sertifikat itu palsu. Untuk itu, mereka memasang harga Rp 200 ribu sampai Rp 1 juta. Si pembeli kemudian memanfaatkan sertifikat itu untuk jaminan kredit motor dan bank. Hanya saja, sampai pekan lalu belum ada dealer kendaraan bermotor atau bank yang melapor karena tertipu dengan jaminan sertifikat palsu. "Padahal, kami sangat membutuhkan keterangan dari mereka," kata Yusuf. Menurut Suprajat kepada polisi, komplotannya, sejak beroperasi 1983, telah mengedarkan sekitar 450 sertifikat tanah palsu. "Semua sertifikat itu saya tanda tangani sendiri," kata Suprajat, yang konon mengaku sebagai ahli sontek tanda tangan. Persoalannya kini, bagaimana melindungi masyarakat agar tidak terbeli tanah bersertifikat ' palsu, yang sampai kini masih beredar di tengah masyarakat. Sebab, sangat sulit membedakan sertifikat asli dengan yang palsu." Sebaiknya, sebelum melakukan transaksi pembelian, cek lebih dulu ke Kantor Agraria, apakah nama dan nomor sertifikat tersebut memang benar," saran Kapolres Yusuf. Setelah itu si peminat, katanya, juga harus mengecek kebenaran data tersebut di lokasi tanah. "Kalau dilakukan pengecekan semacam itu, saya yakin tak akan ada yang tertipu lagi," tambah Yusuf. Tentu saja itu benar, kalau petugas Agraria memang membantu dan bukan malah bekerja sama dengan sindikat itu. Widi Yarmanto dan Rustam F. Mandatun (Biro Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus