Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) yang menghentikan penyelidikan kematian Afif Maulana. Menurut Kepala Divisi Hukum KontraS Andrie Yunus, langkah ini menunjukkan kegagalan institusi penegak hukum dalam mengungkap kasus tersebut secara transparan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Keputusan menghentikan proses penyelidikan kasus kematian Afif Maulana merupakan bentuk impunitas di mana pelaku kejahatan tidak diseret ke pengadilan untuk bertanggung jawab secara hukum pidana," ujar Andrie kepada Tempo saat dihubungi Selasa, 7 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menjelaskan, impunitas semacam ini dapat mengubur peristiwa pelanggaran HAM dan mengindikasikan kegagalan negara dalam mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan.
Afif Maulana, 13 tahun, ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji, Sumatera Barat, pada Juni 2024. Dugaan awal menyebutkan bahwa kematian Afif disebabkan oleh tindak penganiayaan yang melibatkan polisi saat menangani tawuran. Namun, polisi membantahnya dan menyatakan bahwa Afif tewas akibat terjatuh dari jembatan.
Keputusan penghentian penyelidikan diumumkan oleh Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Suharyono pada 31 Desember 2024 setelah gelar perkara kasus yang berlangsung lebih dari enam bulan itu berlangsung. Kuasa hukum korban menyebut gelar perkara tersebut tidak transparan dan tidak melibatkan pihak keluarga secara penuh.
Polda Sumbar menyebut akan segera menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP2 lidik) dalam kasus ini. Selain kuasa hukum, keputusan ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang menyatakan akan menyurati Komisi III DPR dan Menkopolhukam sebagai bentuk keberatan atas penghentian penyelidikan tersebut.
Penghentian penyelidikan kasus Afif Maulana ini menimbulkan tanda tanya mengenai profesionalisme dan komitmen Polda Sumbar dalam menuntaskan kasus yang melibatkan dugaan pelanggaran HAM.