Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Vonis Ringan Penerima X-Trail

Walau terbukti menerima hadiah mobil, Komisaris Jenderal Suyitno Landung dihukum ringan. Dua anak buahnya yang lain sudah menerima ”kado” serupa.

13 Oktober 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DARI kursi terdakwa, Komisaris Jenderal Polisi Suyitno Landung, 56 tahun, melirik tim pengacaranya. Cukup lama Suyitno melirik Adnan Buyung Nasution, salah satu pengacaranya. Tatapannya suram. Terdengar suara hakim terus membacakan putusan.

Selasa pekan lalu itu hari penting bagi Suyitno. Perwira polisi bintang tiga tersebut tengah ”menghitung nasib” di ujung kariernya. Ia menjadi pesakitan karena dituduh ”menyeleweng” saat mengusut kasus pembobolan BNI Cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,2 triliun. Ia didakwa mendapat hadiah mobil Nissan X-Trail seharga Rp 247 juta dari Adrian Waworuntu, salah satu dari otak pembobol BNI.

Setelah bersidang sejak akhir Juni lalu, hari itu majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Soedarmadji mengetukkan palu. Bekas Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri itu divonis bersalah dan diganjar hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp 50 juta. Jumlah hukuman itu sekitar sepertiga dari ancaman maksimal pasal gratifikasi yang didakwakan, yakni lima tahun penjara. Jaksa Mohamad Hudi sendiri menuntut dengan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta.

Kasus Suyitno berawal pada November 2003. Ketika itu Ishak, rekan bisnis Adrian, menemui Suyitno, yang menjabat Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri. Pria asal Aceh tersebut sudah lama kenal dengan Suyitno. Keduanya penggemar olahraga jet ski dan kerap ”melaut” bersama.

Ishak juga teman Adrian. Sama-sama pernah menjadi rekanan TNI Angkatan Laut. Kepada Tempo, April silam, Adrian mengaku memang meminta bantuan Ishak untuk mengurus kasusnya. Permintaan itu ia utarakan setelah Ishak mengaku kenal dekat dengan Brigjen Polisi Ismoko. ”Dia bahkan menelepon Ismoko di depan saya,” kata Adrian (Tempo, 7 Mei 2006).

Kala Ishak datang ke ruang kerja Suyitno, November tiga tahun lalu itu, di meja Suyitno terdapat brosur mobil Nissan X-Trail. Kepada Ishak, Suyitno kemudian mengatakan bahwa Bareskrim, kantornya, perlu mobil operasional. Suyitno juga bertanya kepada Ishak di mana showroom terdekat. Ishak menyambar kesempatan ini.

Ishak lalu menemui Adrian yang saat itu sedang ditahan di Bareskrim. Ia bercerita bahwa Suyitno perlu mobil. Adrian pun memerintahkan Ishak menghubungi sekretarisnya, Anastasia Susana Pramadio, agar segera mengurus pembelian mobil yang akan dicari Ishak.

Dari kantor Badan Reserse dan Kriminal, Ishak lantas mendatangi dealer Nissan Auto Mall di Jalan Jenderal Sudirman. Di sana, lewat sales Kuswanti, ia memesan mobil Nissan X-Trail tipe standar. Disepakati harga Rp 247 juta setelah diskon, atas nama Suyitno Landung. Adrian sendiri di persidangan mengaku telah memerintahkan pembelian mobil itu dan pembayarannya memakai uang yang dipegang sekretarisnya.

Begitu transaksi oke, Kuswanti menghubungi Suyitno dan memberitahukan ada mobil untuknya. Melalui telepon, Landung bertanya, siapa yang memesan. Kuswanti menjawab: Ishak. Saat Kuswanti meminta fotokopi kartu tanda penduduk Suyitno, perwira itu mengelak: ”Jangan sekarang. Nantilah saya kirim.”

Suyitno menepati janjinya, namun yang dikirim kartu tanda penduduk atas nama Joko Pridagdo, yang beralamat di Kelurahan Makasar, Jakarta Timur. Fotokopi KTP itu ia kirim melalui faksimile dan fotonya buram. Suyitno sendiri dalam persidangan mengakui pengiriman KTP atas nama Joko. Foto dalam KTP itu, kata Suyitno, foto dirinya. Ia menyatakan namanya berubah karena KTP itu untuk penyamaran. Suyitno sendiri yang kemudian mengambil Nissan X-Trail ”hadiah” dari Adrian itu.

Dari tiga dakwaan jaksa, hakim hanya menunjuk satu dakwaan saja yang terbukti, yakni melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini menyangkut larangan pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima hadiah atau janji. Padahal, hadiah atawa janji itu diberikan karena ia memiliki jabatan tertentu. Nah, Suyitno, menurut majelis hakim, seharusnya mengetahui pemberian hadiah tersebut berkaitan dengan kedudukannya. ”Apalagi Adrian Waworuntu sedang proses penyidikan,” ujar hakim Soedarmadji.

Keputusan hakim yang mengganjar dirinya 18 bulan penjara ini disambut Suyitno dengan kecewa. ”Tidak pernah ada bukti bahwa karena pemberian itu Suyitno kemudian bertindak melampaui kewenangannya,” kata pengacaranya, Adnan Buyung Nasution. Menurut Adnan Buyung, sebagai Wakil Kepala Bereskrim, kewenangan kasus BNI sebenarnya ada di Kepala Badan Reserse dan Kriminal, yang saat itu dijabat Komisaris Jenderal Erwin Mappaseng. ”Pertimbangan hakim sama sekali tidak memadai,” ujar Adnan Buyung.

Menurut pengacara ini, mobil Nissan X-Trail itu pun kini masih dipakai untuk operasional Badan Reserse itu. ”Bahkan tiga kali dipakai untuk mengantar Suyitno ke persidangan,” ujarnya. ”Artinya pemberian itu bukan untuk pribadi.” Namun, pendapat ini ditolak hakim. Hakim berpendapat, kepemilikan kendaraan, yang dibuktikan dengan surat-surat atas nama orang lain, tidak menutupi fakta penerimaan ”hadiah” buat Suyitno.

Hukuman untuk Suyitno ini menandai rangkaian vonis ringan untuk terdakwa dari kalangan polisi pengusut skandal BNI ini. Sebelumnya, Komisaris Besar Irman Santosa, Bekas Kepala Unit II Perbankan dan Ekonomi Khusus Mabes Polri dan Brigadir Jenderal Samuel Ismoko, bekas Direktur Ekonomi Khusus, juga ringan. Tak lebih dari 24 bulan penjara. Keduanya menerima dan memilih untuk tak banding. Adapun Suyitno, ”Saya minta waktu pikir-pikir,” katanya kepada hakim.

Seperti Suyitno, Irman, dan Samuel Ismoko juga terseret kasus BNI ini. Keduanya dituduh menerima uang sogok saat mengusut kasus pembobolan bank pemerintah tersebut. Samuel Ismoko, akhir September lalu, divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 50 juta. Ia didakwa menerima delapan lembar cek dari Bank Mandiri dan BNI serta dua lembar dari atasannya senilai Rp 250 juta. Jaksa Sahat Sihombing menuntut Samuel Ismoko dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Sebelumnya, pada Juni silam, majelis hakim pimpinan Yohanes E. Binti menghukum Irman Santosa 2 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 150 juta. Ia didakwa menerima uang sekitar Rp 1,5 miliar dari pihak yang terlibat kasus ini, antara lain dari Suharna, staf Dicky Iskandar Dinata. Jaksa sendiri menuntut Irman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta.

Uang itu diterima Irman selama penyidikan kasus BNI sejak September 2003 sampai Oktober 2004, di antaranya US$ 350 ribu (sekitar Rp 3,1 miliar) dari Dicky Iskandar Dinata, Direktur Utama PT Brocolin yang dalam kasus ini sudah divonis 20 tahun penjara. Lalu, dari mantan Direktur Kepatuhan BNI, M. Arsyad, sebanyak Rp 250 juta dalam bentuk cek sebanyak 10 lembar.

Sementara itu, dari penjualan aset tanah di Cilincing, Jakarta Timur, milik PT Gramarindo Group, Irman juga ”mengais” untung. Dari uang penjualan sebesar Rp 1,5 miliar, yang disetorkan ke BNI Rp 1 miliar. Sisanya, Rp 500 juta, masuk rekening pribadinya.

Keputusan hakim atas para perwira polisi ini, jika dibandingkan vonis yang diterima sejumlah terdakwa kasus BNI lainnya, memang bak langit dan bumi. Padahal, dibanding ketiga polisi itu, sejumlah terpidana kasus BNI itu praktis tak mendapat apa-apa dan sekadar jadi korban (lihat Tak Menikmati, Masuk Bui).

Hakim Soedarmaji tak bersedia berkomentar perihal ringannya vonis yang dijatuhkannya dibanding vonis berat yang diterima sejumlah terdakwa kasus BNI lainnya. ”Saya no comment terhadap putusan hakim lain,” katanya. Soedarmaji menegaskan, ia mengadili Suyitno semata-mata dengan melihat bobot kesalahannya.

Arif A. Kuswardono, Fanny Febiana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus