Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Barat Abdul Aziz Abdul berpandangan penembakan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan oleh Kabag Ops Polres Solok Selatan memperlihatkan kuatnya pengaruh pelaku kejahatan lingkungan hingga mampu menembus institusi penegak hukum. "Pelaku kejahatan lingkungan lebih kuat dibanding negara. Bahkan di lingkungan kantor penegak hukum, pejabat penegak hukum, bisa dihabisi oleh polisi," ujar Abdul Aziz dalam keterangan resmi, Jumat, 22 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Abdul Aziz menilai kejahatan lingkungan di Sumatera Barat telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Bahkan mampu menciptakan situasi pejabat penegak hukum yang berupaya menumpas tambang ilegal menjadi korban. Hal ini menunjukkan lemahnya negara dalam menghadapi pelaku kejahatan lingkungan. "Insiden tersebut juga menguatkan anggapan publik bahwa tambang ilegal dilindungi oleh oknum pejabat penegak hukum, sehingga praktik tersebut semakin sulit diberantas," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, tambang ilegal yang berlangsung masif di Sumatera Barat mulai dari kawasan permukiman hingga hutan telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah dan bencana ekologis yang berulang. Puluhan alat berat beroperasi setiap hari dengan pasokan bahan bakar yang terus mengalir. Akibat lemahnya pengawasan dan tindakan tegas, tidak hanya rakyat dan lingkungan yang menjadi korban, tetapi juga aparat yang berupaya melawan kejahatan ini.
Dia juga meminta Kapolri untuk turun tangan langsung menangani kasus ini sebagai langkah awal reformasi di tubuh kepolisian. Oknum polisi yang terbukti terlibat dalam kejahatan lingkungan harus dipecat dan diproses hukum, tidak hanya di Sumatera Barat tetapi juga di seluruh wilayah lain. "Kasus ini bukan hanya konflik internal di tubuh kepolisian, melainkan pertarungan negara melawan pelaku kejahatan lingkungan yang telah lama mempermalukan institusi hukum," ujarnya.
Aziz menyebutkan masih lemahnya perlindungan bagi pejuang lingkungan, termasuk aktivis, jurnalis, mahasiswa, dan masyarakat. Jika seorang Kasat Reskrim saja dapat menjadi korban, menurut dia, keselamatan mereka yang berjuang demi lingkungan menjadi semakin terancam. "Meski Pasal 66 UU PPLH dan Permen LHK Nomor 10 Tahun 2024 telah diatur, pelaksanaannya di lapangan belum memadai untuk melindungi mereka," katanya.
Abdul Aziz berharap akar permasalahan kejahatan lingkungan yang telah menyusup ke institusi negara, termasuk Polri, harus segera dicabut. Jika tidak, bencana ekologis akibat tambang ilegal akan terus berulang. "Kami menyerukan masyarakat Sumatera Barat untuk bergerak secara kolektif demi memulihkan lingkungan dan menuntut keadilan ekologis. Kasus ini harus menjadi momentum bagi perubahan besar dalam penegakan hukum lingkungan dan perlindungan ekosistem di Sumatera Barat," ujarnya.