Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIANG itu hujan lebat mendadak turun. Samiudiana langsung ber-anjak dari tempat duduknya. Sorot mata perempuan berusia 35 tahun itu tertuju ke luar rumahnya di Desa Tarokan, Banyuanyar, Probolinggo, Jawa Timur. Ia seperti mencari-cari seseorang.
Tiba-tiba jeritan terdengar dari bibirnya. ”Kang Heri!” Wanita berjilbab ini segera memeluk kedua anaknya sebelum tubuhnya lunglai. ”Dia belum bisa melupakan kematian suaminya,” kata Seto Mulyanto, kakak Samiudiana, Senin pekan lalu kepada Tempo.
Duka memang sedang menyelimuti Samiudiana. Suaminya, Herliyanto, 40 tahun, Sabtu dua pekan silam ditemukan tewas di hutan jati Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Kleneng, Probolinggo. Saat ditemukan oleh lima warga desa, sepeda motornya tergeletak tak jauh dari jasadnya.
Kondisi wartawan freelance tabloid- Delta Pos Sidoarjo untuk wilayah Pro-bolinggo itu mengenaskan. Pada perut, tengkuk, dan di belakang kepalanya terdapat luka bacokan. Tapi semua perlengkapannya meliput berita—tas pinggang, kamera, notes—masih utuh. Demikian juga dompetnya. Satu-satunya yang lenyap hanya SIM card telepon selulernya. ”Pembunuhan ini agaknya bukan dilatarbelakangi perampokan,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Probolinggo, Ajun Komisaris Polisi Samsul Arifin. Polisi juga menemukan sarung senjata tajam dan sandal di sekitar lokasi itu yang diduga milik sang pembunuh.
Walau sebelas saksi sudah diperiksa-, hingga kini motif dan pelaku pembunuhan Harliyanto masih gelap. ”Yang pasti, pembunuhan ini direncanakan,” ujar Samsul. Kesimpulan ini, kata Samsul, diambil setelah seorang saksi menyatakan melihat Herliyanto melintas di jalan desanya sekitar 30 menit sebelum mayatnya ditemukan. Saat itu, kata Samsul, saksi melihat korban dibuntuti dua orang berboncengan sepeda motor.
Polisi sendiri memastikan pelaku pembunuhan Herliyanto lebih dari dua orang. ”Tapi mereka hanya orang suruhan,” kata seorang penyidik di Polres Probolinggo-. Petugas yakin, dalang pembunuhan ini orang berpendidikan. ”Dasarnya ka-rena- yang hilang hanya SIM card telepon genggamnya,” ujar penyidik tersebut. Kini sebuah tim gabungan beranggotakan 18 orang dari Polsek Banyua-nyar, Polres Probolinggo, dan Kepolisian Wilayah (Polwil) Malang diterjunkan untuk membongkar kasus ini.
Tewasnya Heri—demikian panggil-an Herliyanto—membuat geger sejumlah rekannya. ”Saya yakin ini terkait dengan berita-berita yang ia tulis,” kata Saudi Hasyim, wartawan Radar Surabaya. Heri, yang pernah menjadi wartawan tabloid Visual Jakarta dan tabloid Jember News Visioner, dikenal kerap menulis kasus-kasus penyele-wengan di wilayah liputannya. Pada 2002, ia pernah menulis penyelewengan beras untuk rakyat miskin yang melibatkan kepala desa. ”Polisi lalu menyelidiki kasus itu sampai kepala desa tersebut masuk penjara,” kata Saudi.
Tulisan Heri menyangkut kasus penye-lewengan terakhir dimuat di Delta Pos edisi 1-7 Mei 2006. Di situ ia menurunkan- berita penyelewengan proyek air bersih di Desa Pedagangan, Probolinggo, yang melibatkan kepala desa setempat, M. As’ad, yang kemudian dilapor-kan Badan Perwakilan Desa ke Bupati Probolinggo. Dari pengamatan Tempo, tulisan sepanjang setengah halaman itu tak memuat konfirmasi dengan sang kepala desa.
Tapi, benarkah Heri dibunuh karena soal berita? Seorang warga Desa Tarokan tak yakin. Menurut warga desa itu, selain sebagai wartawan, selama ini Heri juga dikenal kerap- membantu warga desa mengurus berbagai persoalan: dari masalah sengketa tanah sampai perceraian. ”Kemungkinan besar, dia dibunuh akibat kasus yang diurusnya itu,” ujar warga desa itu kepada Tempo.
Sumber Tempo di kalangan war-tawan juga ragu Heri terbunuh karena tulisannya. Seminggu sebelum terbunuh, kata wartawan itu, Heri mengajak dirinya mengurus kasus perceraian yang diajukan seorang perempuan warga Desa Tulupari. Tapi, ajakan itu ditolaknya. ”Saya yakin dia dibunuh karena mengurus proses perceraian itu,” katanya.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengirim tim untuk menelisik kasus ini. Hanya, sampai kini AJI belum bisa menyimpulkan apa motif pem-bu-nuhan wartawan itu. ”Motifnya bisa ter-kait pemberitaan, bisa juga urusan pri-badi,” kata Ketua Umum AJI, Heru Hen-dratmoko. Heru membenarkan, selain berprofesi wartawan, Heri juga ke-rap meng-urus masalah-masalah di luar be-rita. ”Ya, seperti perceraian itu,” kata-nya.
Samiudiana, sampai detik ini, tak mengerti kenapa suaminya dibunuh. ”Dia tak pernah membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaannya,” kata-nya. Satu-satunya yang kini ia inginkan, pelaku pembunuhan ayah dua anaknya, Nuriska Septian Tina, 16 tahun, dan Dwi Riski Wali Hakiki, 10 tahun, itu segera ditangkap. ”Saya ingin dia dihukum se-berat-beratnya, dihukum mati,” ujarnya.
Lis Yuliawati, Bibin Bintariadi (Malang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo